Perspektif Islam; Tahun Baru Masehi Bukan di Bulan Januari, Melainkan Oktober
Sebagaimana penuturan KH. Maimoen Zubair, beliau mendengar dari gurunya, Syekh Yasin bin Isa al-Fadani. Bahwa perhitungan falak Syekh Yasin yang merujuk pada penggalan surah at-Taubah ayat 108, tahun baru sebenarnya jatuh pada bulan Oktober. Dalam firman Allah:
لَمَسْجِدٌ اُسِّسَ عَلَى التَّقْوٰى مِنْ اَوَّلِ يَوْمٍ اَحَقُّ اَنْ تَقُوْمَ فِيْهِۗ
“Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan salat di dalamnya.”
Ayat ini turun pada saat Rasulullah SAW hijrah menuju Madinah dari kota Makkah. Masjid yang terdapat pada ayat tersebut adalah Masjid Quba, terletak sekitar 5 km arah tenggara dari kota Madinah. Pembangunannya bertepatan dengan awal bulan Oktober berdasarkan pada penghitungan tahun masehi atau matahari.
Makna “Di Awal Hari” pada ayat tersebut berarti hari pertama di awal tahun yang mengindikasikan bahwa awal perhitungan penanggalan matahari bermula sejak bulan oktober atau sejak matahari berada di selatan. Firman Allah pada surah al-Quraisy ayat 1-2 juga mendukung gagasan Syekh Yasin ini.
Allah SWT berfirman:
لِاِيْلٰفِ قُرَيْشٍۙ (1) إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِۚ (2)
“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.”
Pada ayat ini Allah lebih dulu menyebut kata Syitaa yang berarti musim dingin, baru kemudian Allah menyebut kata Shaif yang berarti musim panas. Artinya awal kali titik balik atau ekuinoks musim gugur-dingin pada bulan Oktober dan posisi matahari berada di sebelah selatan atau pada bulan Oktober
Pandangan Islam terhadap Kalender Masehi
Pandangan Islam terhadap kalender Masehi adalah bahwa kalender tersebut merupakan syi’ar agama Kristen, karena diambil dari tahun kelahiran Nabi Isa ‘alaihis salam, yang mereka anggap sebagai Tuhan atau anak Tuhan. Selain itu, sebagian nama bulan dalam kalender Masehi berasal dari nama berhala atau kaisar Romawi, yang merupakan simbol dari kekafiran dan kesyirikan. Januari diambil dari Dewa Janus, Februari diambil dari Dewa Februus, Maret diambil dari Dewa Mars (dewa perang romawi), April diambil dari aperire yang artinya membuka. Bulan April (aprilis) dalam kalender romawi merupakan penghormatan untuk dewi venus, dewa cinta dan keindahan.
Oleh karena itu, kita sebagai umat muslimm seyogianya menghindari menggunakan kalender Masehi, karena bisa saja termasuk dalam bentuk tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir dalam hal yang menjadi ciri khas mereka, dan ikut mensyi’arkan simbol dan syi’ar agama mereka. Ini bertentangan dengan syariat Islam, yang mengajarkan kita untuk menjaga identitas dan kepribadian kita sebagai umat yang terhormat, dan tidak mengikuti umat lain dalam hal yang menyelisihi ajaran Allah dan Rasul-Nya.
Namun, jika ada kebutuhan yang sangat mendesak, seperti dalam hal perdagangan, surat-menyurat, atau kerjasama dengan orang-orang kafir, maka boleh menggunakan kalender Masehi selama tidak meninggalkan kalender Hijriyah, yang merupakan kalender resmi kaum Muslimin. Kalender Hijriyah diambil dari tahun hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, yang merupakan peristiwa penting dalam sejarah Islam. Kalender Hijriyah juga digunakan untuk menentukan waktu-waktu ibadah, seperti puasa, haji, dan shalat. Rasulullah SAW dan para sahabat juga menggunakan kalender Hijriyah untuk menentukan waktu ibadah mereka. Selain itu, kalender Hijriyah juga sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW, yang menyebutkan nama-nama bulan dalam kalender Hijriah, seperti Muharram, Ramadhan, Dzulhijjah, dan lain-lain.