Sholat Wanita Istihadlah dan Haidl

Hadits mengenai sholat wanita istihadlah dan haidl Imam Bukhori sebutkan dalam kitab Shahih Bukhari:

حَدَّثَنَا عَبْدُ الله بْنُ يُوسُفَ، قَالَ: أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ: قَالَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ أَبِي حُبَيْشٍ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [ص:69]: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي لَا أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ الصَّلاَةَ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (إِنَّمَا ذَلِكَ عِرْقٌ وَلَيْسَ بِالحَيْضَةِ، فَإِذَا أَقْبَلَتِ الحَيْضَةُ فَاتْرُكِي الصَّلاَةَ، فَإِذَا ذَهَبَ قَدْرُهَا، فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّي) صحيح البخاري (1/ 68)

Penjelasan Hadist

Hadist di atas menceritakan seorang wanita bernama Fathimah binti Abi Hubaisy yang bertanya kepada baginda Nabi Saw mengenai problem kehidupan pribadinya. Fathimah telah berhari-hari mengalami menstruasi. Hal itu menghantui pikirannya selama ini, “Apakah aku harus meninggalkan sholat?”. Begitu kira-kira pertanyaan beliau yang memberikan sedikit gambaran pada kita mengenai kebingungan yang mengganjal dalam pikirannya.

Nabi Muhammad Saw kemudian menyelesaikan masalah yang menganggu kehidupan seorang Fathimah binti Abi Hubaisy dengan jawaban: “Yang engkau lihat itu adalah (berasal dari) pembuluh darah dan itu bukan darah haidl. Jika datang masa haidl, maka tinggalkanlah sholat! Dan jika masa haidl telah habis, maka basuh darah itu darimu dan sholatlah”.

Melalui hadist inilah kemudian para ulama menemukan rumusan hukum untuk wanita istihadlah di mana wanita tersebut tetap mengeluarkan darah namun tidak berstatus sebagai seorang yang haidl.

Identifikasi Shighot (bentuk kalimat)

Dalam hadist di atas, ada tiga shighot amr (perintah) yaitu فاتركي (tinggalkanlah!) فاغسلي (basuhlah!) Serta صلي (sholatlah!). Sekian shighot yang kami temukan tersebut dapat memiliki sekian konsekuensi hukum syar’i yang akan kita urai satu per satu melalui konsepsi Ushul Fiqh Syafi’iyah dengan metodologi yang Imam Al-Haramain tulis dalam karyanya: al-Waraqat. Dan perlu pembaca ingat, bahwa seluruh konsekuensi hukum yang kami urai di bawah tidak lepas dari pendapat-pendapat para ulama yang kredibel dan berkapasitas mengingat kami pribadi belum memiliki otoritas dalam menafsirkan hukum sendiri.

BACA JUGA :  HAK DAN KEWAJIBAN WANITA DALAM SYARI'AT ISLAM
1
2
3
Artikulli paraprakSesajen Menurut Pandangan Islam
Artikulli tjetërTa’dzim Habaib Bani Alawi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini