Pesantren Al-Anwar terletak di desa Karangmangu, kecamatan Sarang, kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Pesantren ini didirikan pada tahun 1967 M yang berawal dari sebuah mushalla kecil milik KH. Maimoen Zubair. Mulanya mushalla itu dibagi menjadi dua. Sebagian untuk mushalla (tempat salat dan mengaji) dan sebagian lagi untuk kamar santri yang berdomisili. Oleh para santri yang berdomisili di mushalla KH. Maimoen Zubair, mereka menamakan tempat yang dihuninya dengan sebutan POHAMA yang kependekan dari Pondok Haji Maimoen. Nama ini akhirnya diganti oleh KH. Maimoen Zubair dengan nama Al-Anwar untuk mengenang nama ayahnya. Sebab, Kiai Zubair sebelum berangkat haji namanya adalah Kiai Anwar.
Lambat laun, animo orang yang ingin belajar kepada KH. Maimoen Zubair bertambah banyak, sehingga mengaharuskan adanya perluasan tempat. Maka dibangunlah sebuah komplek sedikit demi sedikit yang dimulai dari kompek DS (Darus Salam), NH (Nurul Huda), DN (Darun Naim), AF (Al-Firdaus), AS (As-Salam) DH (Darus Shahihain), DSA (Darus Sunan Al-Arbaah) dan Pesantren Putri. Sehingga tercatat kurang lebih Pesantren Al-Anwar mempunyai santri 3500 orang.
Pesantren Al-Anwar selalu mengalami perkembangan yang signifikan. Oleh KH. Sadid Jauhari (Pengasuh pesantren As-Sunniyah Jember) dalam seminar majalah At-Turast Se Indonesia (2011) menuturkan bahwa Pesantren Al-Anwar merupakan salah satu dari tiga pesantren (Pesantren Sidogiri, Kwagean dan Al-Anwar, read) yang ada di Indonesia yang eksis dengan kesalafannya. Antara kualitas dan kuantitas dapat disatu dipadukan padahal di sana-sana banyak pesantren yang berlebel salaf telah gulung tikar. Mungkin disebabkan karena berkurangnya minat santri (cantrik) untuk mendalami kajian kitab kuning, atau menurunnya kualitas keilmuan kiainya (shastri) bila dibandingkan dengan yang sebelumnya.
Untuk mengetahui kualitas Al-Anwar dapat dilihat dari banyaknya alim ulama yang pernah bertafaqquh fiddin di dalamnya. Mereka tersebar di berbagai wilayah Nusantara yang tidak dapat dihitung satu persatu . Di antaranya adalah KH. Hamid Baidlowi (pengasuh pesantren Al-Wahdah), KH. Imam Yahya bin Mahrus (Pengasuh Pesantren Lirboyo), KH. Nashirudin (Pengasuh Pesantren Darut Tauhid Al-Hasani dan Ketua Majlis Syariah PPP wilayah Jatim), KH. Sadid Jauhari (Pengasuh Pesantren As-Sunniyah), dan KH. A’wani (Pengasuh Pesantren Al-Musthofa dan Wakil Rois Syuriah NU Jateng).
Keberhasilan Pesantren Al-Anwar dalam mendidik kader-kader ulama disebabkan ia mengembangkan metode ulama-ulama salaf terdahulu. Seperti sistem ngaji Bandongan (collective learning process) maupun ngaji Sorogan (individual learning process). Metode Bandongan adalah suatu metode di mana seorang pengajar (kiai atau ustadz), membacakan sebuah kitab tertentu, lalu menerjemahkan, menerangkan kalimat demi kalimat kitab yang dibacanya, sedangkan santri secara cermat mengikuti penjelasan yang diberikan oleh pengajar tersebut dengan memberikan catatan-catatan tertentu pada kitabnya masing-masing dengan kode-kode tertentu. Sedangkan ngaji Bandongan adalah, suatu metode pengajaran di pesantren di mana seorang santri membacakan kitab tertentu di hadapan gurunya. Ia menerangkan arti dan maksud kitab tersebut, sedangkan kiainya menyimak dan membenarkan jika terjadi kesalahan.
Selain metode Sorogan dan Bandongan, juga ada metode Musyawarah (discussion) dan Hafalan (material to be memorized). Musyawarah diwajibkan bagi semua santri Al-Anwar yang belum menamatkan pendidikan di Ma’had Aly PP. Al-Anwar atau yang disebut dengan PPTM (Progam Pasca Tamatan Madarasah). Materi yang menjadi pembahasan mulai dari ilmu Gramatika Arab (Nahwu, Sharaf, dan Balaghah) Usul Fiqih, Mantiq (Ilmu Logika) hingga ke ranah Fiqih, baik yang klasik maupun yang kontemporer. Musyawarah dilaksanakan setiap malam kecuali malam Jumat. Karena di malam ini digunakan untuk kegiatan pembacaan Maulid Nabi yang kemudian dilanjutkan dengan muhafadzah (melantukan hafalan) bait-bait Al-Fiyah (ilmu tentang Gramatika Arab) yang berjumlah seribu syair bagi yang sudah menempuh tingkatannya.
Metode isnad atau sanad (transmisi) keilmuan juga dilestarikan di Pesantren Al-Anwar. Sanad mempunyai sebuah pengertian tentang sebuah rentetan rantai-rantai riwayat dari seorang perawi (orang yang meriwayatkan) atas suatu hadis atau kitab hingga kepada sumbernya. Atau bisa diberi pengertian tentang silsilah keilmuan dari seorang murid kepada gurunya hingga kepada sumbernya. Seperti sanad hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari hingga berujung kepada Rasulullah Saw. Atau sanad dari kitab Shahih Bukhari dari seorang ulama yang berujung kepada Imam Bukhari.
KH. Maimoen Zubair mengambil sanad keilmuan kepada guru-guru yang telah mengajarinya ilmu agama, baik ketika masih belajar di Indonesia atau di Mekah al-Mukarramah. Seperti dari Kiai Abdul Karim (Mbah Manab) Lirboyo, Sayyid Alawi bin Abbas (Mekah) dan Syaikh Yasin bin Isa Al-Fadani (ulama Mekah yang berasal dari Indonesia).
Di bawah kepengasuhan KH. Maimoen Zubair, Pesantren Al-Anwar mengalami perkembangan yang pesat. Namanya mencuat ke seluruh nusantara bahkan sampai dunia. Terlebih kawasan Timur Tengah. Banyak pejabat Negara Republik Indonesia yang antusias meluangkan waktu untuk sowan di kediaman KH. Maimoen Zubair. Mulai dari Presiden, Menteri hingga rakyat jelata. Juga, banyak kunjungan-kunjungan dari luar negeri, di antaranya kunjungan dari Dr. Syaikh Rojab Dib As-Syubki (ulama asal Suria), Dr. Syaikh Ali Ash-Shabuni (ulama asal Mekah) dan Habib Salim As-Sathiri (ulama asal Yaman). Selain dikunjungi oleh ulama dunia, KH. Maimoen Zubair juga mengadakan kunjungan ke bergai negara, di antaranya Saudi Arabia, Mesir, Suria, Yordonia, Irak, Spanyol, Bahrain, Moroko, Usbekistan dan Malaysia.
Dengan kedekatan KH. Maimoen Zubair dengan ulama yang ada di luar negeri, banyak santri Al-Anwar yang melanjutkan belajarnya di luar negeri, seperti Mekah, Mesir, Suria, Yaman, Turki dan Maroko.