Dalam kunjungan kali ini terdapat empat orang, yaitu Syekh Rajab sendiri, Syekh Mahmud, Syekh Umar yang notabene adalah cucu Syekh Rajab, dan seorang pengawalnya. Kami berkesempatan untuk mewawancarai Syekh Mahmud di kediaman Ags. Taj Yasin selepas acara pengajian di halaman pondok. Dengan mengenakan gamis polos berwarna krem, beliau meladeni pertanyaan kami yang di terjemahkan ke bahasa Arab oleh salah satu alumni Mujamma’ Syekh Ahmad Kaftaru dari Indonesia. Setelah sebelumnya alumni tersebut memperkenalkan kami pada beliau. Berikut hasil ringkasan wawancara kami dengan beliau yang telah kami terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia:
Tim Website (TW) : Sudah dua kali ini Syekh Rajab bersilaturahim ke PP Al Anwar. Mungkin ada tujuan atau maksud berkunjung ke sini?
Syekh Mahmud (SM) : Tahun lalu (Muharram 1430, red) kami dimulyakan oleh Allah dengan berkunjung ke pondok ini. Kami sangat bangga sekali dengan pondok ini. Kami juga sangat mencintai Syekh Maimun Zubair. Hal inilah yang membuat kami melakukan kunjungan untuk kedua kalinya, agar hubungan di antara kami dan keluarga besar pondok ini semakin erat.
TW : Apakah kunjungan ke luar negeri ini sudah menjadi agenda tahunan Syekh Rajab?
SM : Oh, tidak. Tidak menjadi agenda tahunan. Tapi setiap ada waktu luang dan kesempatan untuk bersilaturahim kami menyempatkan datang. Jika ada keperluan, dan anda tahu sendiri Syekh Rajab punya agenda penting di Syam, dan ada waktu luang kami akan berkunjung lagi. Insyaallah.
TW : Berapa tempat yang Syekh Rajab kunjungi di Indonesia pada kesempatan kali ini?
SM : Ada beberapa agenda di Indonesia ini. Di antaranya ber-ziaroh ke berbagai pondok pesantren. Negeri Indonesia ini memang istimewa karena terdapat banyak pondok pesantren sehingga kami berkeinginan untuk mengunjunginya satu persatu dan itu tentunya membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Di sini santrinya, masyaallah, berjumlah ribuan. Ini merupakan anugerah yang baik, Insyaallah. Kami juga berharap agar bisa berkunjung lagi ke sini. Kami mencintai Indonesia, guru kami juga mencintainya. Negara ini, selain banyak pondok-pondok pesantren yang mengajarkan ilmu syari’at juga beriklim bagus dan penduduknya ramah. Insyaallah negara ini diberkahi oleh Allah. Suatu tempat menjadi berkah dan nyaman dikarenakan orang yang mendiaminya. Madinah al-Munawwaroh, nama sebelumnya Yatsrib. Orang-orang tidak ada yang mau mendekatinya dan mendiaminya. Karena banyak penyakit dan bala yang menyerang penduduknya. Makkah juga begitu sebelum kedatangan Nabi Muhammad, bukan tempat yang nyaman dan cocok untuk didiami karena penduduknya berwatak keras dan bertabiat buruk. Tapi ketika Nabi Muhammad SAW datang, Makkah menjadi tanah yang diberkahi. Ketika beliau hijrah ke Yatsrib, tanah yang dijauhi manusia, kota itu berubah nama menjadi Madinah al-Munawwaroh dan menjadi tanah yang thoyyibah. Maka dari itu, suatu daerah bisa menjadi baik dan berkah disebabkan penduduknya. Jika penduduknya baik, maka daerahnya juga menjadi baik, walaupun berupa padang pasir tandus. Dan jika penduduknya buruk, maka tanah tersebut jelek dan tidak diberkahi walaupun indah. Maka yang menjadi parameter adalah penduduknya bukan tempatnya.
TW : Mungkin anda bisa memberikan sekilas tentang sejarah Syekh Rajab?
SM : (Sambil tersenyum) Ini tentunya membutuhkan sebuah kitab (untuk menjelaskannya, red). Syekh Rajab tumbuh di pedalaman Damaskus. Orang tuanya bekerja sebagai pembuat tepung dari gandum. Mereka berharap anaknya kelak menjadi pembuat tepung pula. Maka mereka mengeluarkannya dari sekolah pada saat kelas dua dan selanjutnya Syekh Rajab bekerja sebagai pembuat tepung. Tapi rupanya beliau dimulyakan oleh Allah dengan kedekatannya bersama Syekh Ahmad Kaftaru. Beliau sangat mencintai Syekh Rajab yang masih kecil. Di bawah bimbingannya, beliau Syekh Rajab memulai ber-ta’allum bukan di Universitas atau semacamnya tapi belajar langsung dari para masyayikh dengan sungguh-sungguh, hal ini diakui sendiri oleh guru-gurunya bagaimana ia bertholabul ilmi. Beliau pernah berkata: "Sebelum aku memulai pelajaran bersama guruku, aku terlebih dahulu membaca pelajarannya sepuluh kali. Dan setelah selesai mengaji bersama guruku, aku mengulanginya lagi sebanyak tiga puluh kali." Sehingga sampai sekarang, di saat mencapai umur yang tidak muda lagi, ketika beliau ditanya tentang suatu permasalahan, beliau langsung menjawabnya dengan merujuk pada kitab berikut halaman yang memuat masalah tersebut. Beliau mengetahui jawaban permasalahan berikut halaman kitab yang memuatnya. Beliau juga benar-benar mencintai gurunya Syekh Ahmad Kaftaru sehingga menjadi salah satu murid istimewanya di antara sekian banyak murid Syekh Kaftaru. Selanjutnya beliau mulai mengajar di beberapa masjid di Damaskus. Sehingga saking banyaknya, hampir tidak ada masjid di Damaskus kecuali beliau adakan pengajian di dalamnya, di samping juga menjadi imam dan khatib di masjid tersebut. Pengajian beliau selalu ramai didatangi oleh orang-orang sehingga ada salah seorang syekh yang berkata: "Seandainya saja Syekh Rajab mengajar di tengah padang pasir, niscaya tempat itu akan ramai dikunjungi manusia." Hal ini karena cintanya orang-orang terhadap gaya mengajarnya yang lemah lembut dan penuh hikmah. Beliau juga pergi ke Lebanon guna berdakwah dan mengajar di beberapa jam’iyyah. Di negerinya sendiri beliau sudah sangat dikenal di setiap rumah penduduk Syiria. Beliau juga sering bepergian ke luar negeri, seperti Prancis, Amerika Serikat, Jerman untuk berdakwah dan bersilaturahim dengan kenalannya. Di setiap negara di dunia hampir selalu ada rekan atau kenalan beliau yang berdakwah kepada Allah. Kemana-mana beliau selalu membawa bendera dakwah, dan berdakwah memang sudah menjadi perhatian terbesar beliau. Dari pagi sampai malam beliau selalu mengisinya dengan berdakwah dan mengajar dari satu majlis ke majlis lainnya. Dan beliau tidak merasa berat menjalaninya. Kami pernah berkata padanya, "Sekiranya engkau mau beristirahat dulu sebentar saja!" Tapi beliau malah menjawab, "Jika kalian ingin aku istirahat, maka datangkan orang yang akan mengaji kepadaku (agar aku mengajarnya, red). Karena mengajar bagiku merupakan istirahat. Jika tidak mengajar aku susah." Syekh Rajab juga telah mendapatkan pengakuan dari gurunya, Syekh Ahmad Kaftaru, akan kesetiaannya, keikhlasannya, keistimewaannya. Beliau juga mempunyai murid sebanyak seratus lebih, di antara mereka ada yang menjadi imam, khatib. Dan beliau tidak hanya mengajarkan ilmu agama dan tata cara ibadah saja, tapi juga mengajarkan ilmu-ilmu penunjang hidup lainnya. Beliau pernah mengupas secara tuntas tentang bahayanya rokok, beberapa masalah kedokteran dan ilmu yang berhubungan dengan kehidupan. Juga mengenai tata cara berumah tangga, sehingga beliau menyempatkan diri untuk mengajar perempuan mengenai cara memasak dengan berbagai variasinya. Syekh Rajab sendiri di rumahnya selalu membuat masakan yang enak. Beliau juga pernah menjadi mekanik di bengkel mobil, pernah bekerja di pabrik manisan, dan berdagang. Kemudian setelah itu beliau berkonsentrasi untuk berdakwah dan mengajar.
TW : Apakah beliau mempunyai banyak murid di Indonesia ini?
SM : Di mujamma’ kami (Institut Syekh Ahmad Kaftaru, red) terdapat banyak sekali murid yang berasal dari seluruh negara di dunia. Tapi yang paling banyak berasal dari Indonesia. Kalau dari negara lain paling hanya terdapat dua atau tiga orang saja, tapi dari Indonesia ini banyak sekali, Masyaallah. Baik laki-laki maupun perempuan. Kami berharap agar Indonesia menjadi negara terdepan di dunia Islam, menjadi yang paling beradab dan paling maju di dunia. Selain maju dalam pengembangan ilmu syariat lewat pesantrennya juga maju dalam bidang industrinya, perdagangannya. Artinya, tidak cukup hanya maju dalam ilmu agamanya saja, tapi juga dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan agar bisa mendahului negara lain. Islam menganjurkan untuk mempelajari semua ilmu, tidak hanya ilmu syari’at saja. Kalau ilmu syari’at hukumnya fardlu â€?ain, tapi kalau ilmu hayat itu fardlu kifayah. Oleh karena itu, Imam Abu Hanifah berkata, "Ketika suatu daerah memerlukan sepuluh dokter, tapi yang ada hanya sembilan orang, maka semua penduduk daerah itu berdosa sampai jumlah yang dibutuhkan terpenuhi." Begitu juga halnya akan semua ilmu pengetahuan umum. Semua negara Islam wajib mempunyai SDM dalam berbagai ilmu yang mencukupi. Semua itu dimaksudkan agar kita tidak perlu mengambil SDM dari negara lain apalagi negara yang tidak menyukai kita dan bermaksud jelek dengan kita. Jika kita masih mengimpor, tandanya iman kita belum sempurna. Iman kita jadi sempurna ketika kita tidak butuh terhadap bangsa lain. Mungkin negara-negara Islam saling menyempurnakan satu sama lain dan kami berharap agar setiap negara Islam saling tolong menolong sehingga kita tidak lagi membutuhkan bantuan dari negara nonmuslim. Oleh karena itu, setiap umat Islam harus saling menyempurnakan dan tolong menolong. Contohnya, ketika ada satu negara Islam ingin mengimpor mobil, lalu ada satu negara Islam linnya yang mampu memproduksinya, maka kita wajib mengimpor dari negara Islam tersebut, tidak boleh dari negara nonmuslim. Supaya terwujud sikap saling memenuhi dan mencukupi antara negara-negara Islam. Tapi sekarang, ada negara Islam yang selalu mengimpor kebutuhannya dari negara nonmuslim. Agama Islam menjadi pondasi dakwah bagi umat nonmuslim. Hal ini tidak mengherankan. Memang Nabi Muhammad pernah ber-mu’amalah dengan nonmuslim, tapi kita seyogyanya saling memenuhi kebutuhan sesama umat Islam. Masak kita mengimpor barang kebutuhan dari negara lain, padahal barang tersebut juga ada di negara Islam. Jika kita mau membeli sesuatu, dan barang tersebut terdapat di toko terdekat, tentunya kita tidak usah membelinya dari tokoh yang lebih jauh. Seandainya umat Islam berperilaku demikian, maka hakikat takaful akan terwujud. Kita tidak lagi memerlukan bantuan dari negara-negara kuat di dunia karena kita mampu menghasilkannya sendiri. Jika kita tidak mau mengimpor dari negara yang memerangi Islam, maka negara itu akan menjadi miskin. Kita seharusnya dibutuhkan oleh negara lain, bukan kita yang butuh kepada mereka.
TW? : Ya Syekh, kami tim website PP Al Anwar mengucapkan terima kasih atas waktu dan wawancaranya.(o2p/mam/ber)