Kemerdekaan Indonesia sudah 72 tahun, hal ini tentu tidak lepas dengan adanya gejolak politik dalam negeri hingga internasional, namun hanya sedikit yang bisa menjalankan politiknya dengan landasan hukum Islam sehingga bisa disebut Politik Islam.

          Apa itu Politik Islam ?

          Sebelum kita berbicara tentang Politik Islam, kita sebaiknya tau terlebih dahulu mengenai pengertiannya, karna ada satu kaidah didalam ilmu Ushul Fiqih menerangkan  ” إدراك الشئِ فرعٌ عن تصوّرِه “. Secara etimologis : Politik Islam berasal dari dua suku kata, Politik dan Islam, menurut KBBI politik mempunyai beberapa pengertian, diantaranya adalah :

1. (Pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tentang sistem  pemerintahan, dasar pemerintahan).

2. Segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dsb.) mengenai pemerintahan negara atau negara lain.

3. Cara bertindak (dalam menangani atau menghadapi suatu masalah) : Kebijakan, dan kata politik jika dialihkan ke bahasa arab menjadi السّياسة.

          Meski pengertian politik menurut terminologis ada perbedaan pendapat, namun bisa disimpulkan bahwa definisi politik mengarah pada dua pengertian, pertama tentang kekuasaan yang ruang lingkupnya mengarah pada ketatanegaraan atau kenegaraan, dan yang ke-dua makna politik secara lebih umum, ruang lingkupnya mengarah ke semua urusan manusia. Seperti yang diungkapkan Ibnu shina (Avicenna), bahwa politik adalah pengaturan atau menejemen yang baik dan memperbaiki yang buruk. Meskipun yang berhak melakukan itu adalah para penguasa negara, tetapi Ibnu shina berpendapat bahwa politik tidak hanya mencakup tentang penguasaan. Inilah barangkali yang dimaksud ungkapan :”Manusia adalah makhluk politik”. Semua urusan manusia yang berhubungan dengan dirinya sendiri ataupun dengan lingkungan sekitarnya adalah politik. Dari pengertian-pengertian itu dapat diartikan bahwa ketika berbicara politik, maka yang dimaksud adalah politik dengan menggunakan pengertian yang pertama yaitu tentang kekuasaan. Adapun kata السّياسة meski tidak ditemukan didalam Al-quran, tetapi pengertiannya sudah terkandung, seperti kata (almulk) yang berarti kekuasaan.(ayat) Jadi, meskipun tidak berada di Negara Islam, siapa saja tetap bisa melakukan Politik Islam selama langkah-langkah politiknya sesuai dengan syari’at, seperti ungkapan Imam Syafi’i : لا سياسة الا ما وافق الشرع.

          Pembentukan Politik Islam sendiri itu sudah ada sejak zaman  Nabi Muhammad Saw. Karena beliau sendirilah yang mempunyai legitimasi dalam melakukannya. Politik yang ber-asaskan Islam pertama kali adalah ketika Nabi membuat konsep-konsep politik yang kemudian disebut Piagam Madinah. Di dalamnya Nabi membuat aturan-aturan bagi kaum Muslimin sendiri maupun aturan-aturan tentang sikap bagaimana bersosialisasi dengan agama lain secara umum dan dengan yahudi secara khusus. Konsep-konsep politik Nabi ini kemudian dilanjutkan oleh para Khulafa’ Rasyidin : Abu bakar, Umar, Ustman, ‘Ali, dan inilah menurut mayoritas Ulama’ sebagai representasi dari Politik Islam. Setelah Khulafa’ Rosyidin ada yang mengatakan bahwa kekholifahan setelahnya bukannlah Politik Islam, dikarenakan pergantian kekuasaanya dilakukan secara turun-temurun (kekuasaan diganti oleh keturunannya ; Putra Mahkota), dan hal itu adalah ciri sistem kerajaan.

BACA JUGA :  Mbah Moen "17-08-45, Kode Etik Umat Islam Indonesia"

          Tersebarnya ajaran Islam

          Fakta sejarah membuktikan bahwa kekuasaan atau politik bisa menjadi sebuah kepercayaan, aliran, sekte  atau  negara berkembang, untuk itu keuntungan besar dari melakukan Politik Islam adalah berkembangnya Islam itu sendiri, sehingga ajaran-ajaran Islam bisa diterapkan dalam aturan masyarakat. Namun di satu sisi ada kekurangan-kekurangan yang muncul yaitu ketika ada sebagian muslim yang perilaku politiknya tidak sesuai dan tidak berdasarkan semangat Islam. Perilaku politik yang berdasarkan pribadi atau golongan, sehingga menghalalkan segala cara agar dapat berkuasa. Atau perilaku muslim yang konflik berkepanjangan dengan sesama muslim lainnya. Fakta-fakta ini dapat menimbulkan kerugian besar bagi agama Islam, menjadikan Islam tidak dapat berkembang, citra buruk ini bahkan memunculkan pemikiran tentang agama Islam dengan sangat tidak benar, seperti halnya Islam Phobia yang ada di barat.

          Di Indonesia sendiri, meski sistem negaranya bukan negara Islam tetapi cara berpolitiknya tidak bertentangan dengan syari’at, dan juga konstitusi Negara memberi kebebasan untuk melakukan Politik Islam tersebut, bahkan di dalam Pancasila, bunyi sila pertama adalah ketuhanan yang maha Esa, sebuah pengakuan bahwa Tuhan itu tiada duanya. Sebenarnya yang harus dilakukan masyarakat Indonesia saat ini adalah menjadi individu-individu yang bijaksana dengan memegang teguh ajaran-ajaran Islam, sehingga dari individu ini dapat melahirkan keluarga islami. Menurut ilmu Sosiologi, keluarga adalah pokok dari sebuah bangsa. Bangsa yang baik tentu dari keluarga yang juga baik, untuk itu  dari individu islami akan melahirkan keluarga islami, dan dari keluarga islami akan melahirkan bangsa yang islami.

Kurang perhatiannya Pemuda Islam (Santri) terhadap Politik Islam

          Spanyol dulu adalah bangsa dengan sejarah islam yang luar biasa, sisa-sisa sejarahnya masih bisa dilihat sampai sekarang. Banyak muncul sarajana-sarjana muslim yang mempunyai karya-karya kitab sehingga menambah khazanah keilmuan Islam, seperti Ibn hazm dan Ibn malik. Dalam sejarah Orientalis kekuasaan Islam di Spanyol membuat pembesar Nasrani meneliti keagungan dan keistimewaan Islam yang mampu menguasai Eropa, dan dalam kesimpulan orientalis sendiri, kekuasaan Islam di Eropa runtuh dan hancur disebabkan orang Islam sudah tidak taat terhadap ajaran-ajarannya.

          Adapun saat ini banyak orang beranggapan bahwa politik itu kotor, bahkan ada ungkapan jika seseorang masuk dunia politik, maka sudah melangkahkan satu kakinya ke neraka. Barangkali karena inilah santri banyak yang kurang perhatian terhadap politik, untuk itu jika santri yang mempunyai kemampuan politik kurang perhatian dengan Politik Islam, maka patut disanyangkan, sebab, yang mempunyai potensi besar untuk melakukan politik sesuai norma-norma Islam adalah para santri. Tentu tidak semua santri harus berpolitik, semua harus berkecimpung sesuai dengan bidang dan kemampuannya, tanpa melupakan tugas utama, yaitu mengajar ilmu-ilmu agama.

 

 

          Artikel ini hasil dari wawncara tim redaksi dengan Ustadz Agus. Abdullah mubarrok Lc., salah satu dewan guru yang pernah menjadi pengamat politik Indonesia.

Artikulli paraprakMembersihkan Hati
Artikulli tjetërRajab, Pembuka Bulan-Bulan Baik dan Berkah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini