Gus Ghofur, demikian Putra kelima KH. Maimoen Zubair dari istri kedua, Ibu Nyai HJ Masthi’ah, biasa dipanggil. Pemilik nama lengkap Abdul Ghofur ini dikenal bandel semasa kecilnya. Tidak seperti kakak-kakaknya, Ghofur kecil terhitung sering bermain seperti layaknya anak-anak di kampung nelayan. Namun, sebagai putra Ulama, sifat-sifat kesalehan yang ditanamkan orang tuanya, membuat ia berbeda dari anak kampung sebayanya.

""Pendidikan dasar hingga menengah dituntaskannya di Madrasah Ghazaliyah Syafi’iyyah, Sarang, Rembang. Semasa belajar di Ghozaliyah, putra Mbah Moen yang sudah dikenal cerdas dan kritis sejak belia ini banyak meraih prestasi. Bintang Kelas dan Rais kelas, sebuah jabatan prestisius di lingkungan pesantren Sarang, hampir tidak pernah luput dari genggamannya.

Tidak hanya urusan pelajaran, di bidang organisasi pun prestasinya cukup mengkilap. Selama dua periode berturut-turut Ghofur remaja dipercaya sebagai ketua Demu MGS (OSIS-nya MGS).

Seabrek prestasi ditambah kedudukannya sebagai putra Ulama, tidak membuatnya angkuh, sombong dan dumeh (mentang-mentang). Memang demikian putra-putri Mbah Moen dididik. Untuk ukuran agagis dengan santri ribuan, putra-putri Mbah Moen relatif bersikap egaliter.

Usai menyelesaikan pendidikan di MGS tahun 1992, Gus Ghofur sempat membantu Abahnya mengajar di pondok dan mengomandai keamanan Pusat. Pada 1993 beliau melanjutkan studinya di Al-Azhar University, Kairo. Ini merupakan hal baru dalam tradisi pendidikan putra-putri Mbah Moen.

Di Kairo, kecerdasannya kembali menorehkan prestai mengkilap. Selama empat tahun menyelesaikan program S1 Usuhuludin jurusan Tafsir di Al-Azhar, semua ujian dilaluinya dengan nilai Jayiid Jiddan, sebuah prestai langka di kalangan mahasiswa Indonesia di Kairo. Materi Program S2 di jurusan yang sama selama dua tahun juga dilahap dengan hasil akhir Jayyid Jiddan.

Keberhasilan itu tidak lepas dari ketekunan dan kesabaran yang "tiba tiba" menjadi kebiasaan beliau selama belajar di Kairo. Ketika di MGS Sarang, beliau tidak termasuk orang yang rajin. Tetapi sejak di Kairo beliau bisa dan biasa menghabiskan waktu berjam-jam untuk memelototi kitab. Dan ketika ketekunan dan kesabaran itu dipadu dengan karunia Allah, kecerdasan, maka prestai akademik adalah sesuatu yang niscaya terjadi.

Tentang hal ini ada kawan yang bercerita, "Sing ngajari bahasa Inggris Gus Ghofur, ki, aku. Eh, pas ujian aku mung Jayyid Jiddan, Gus Ghofur malah mumtaz". Siapa yang tidak tahu kalau ketika pertama kali datang ke Kairo Gus Ghofur Awam bahasa Inggris. Namun ketekunan dan kesabarannya telah berhasil menjinakkan ujian bahasa Inggris di Al-Azhar.

Setelah melalui perjuangan yang melelahkan, pada 2002 gelar Master berhasil diraihnya. Dikatakan melelahkanm karena untuk mencapi gelar itu Gus Ghofur harus menulis tesis setebal 700 halaman dan harus mencantumkan banyak maraji’. Padahal tradisi menulis baru ia tekuni sejak tahun keempatnya di Kairo. Orang yang mengenal Ghofur kecil dan tidak mengikuti perkembangannya di Kairo pasti terheran-heran ketika googling "Abdul Ghofur Maimoen" di internet. Sebab hasil googlingitu akan menampilkan berbagai tulisan beliau yang pernah dimuat di dunia maya. Ya, dari Abdul Ghofur yang gagap tulis menjadi Abdul Ghofur yang produktif menulis.

BACA JUGA :  Ibu Nyai Hj. Masthi'ah (Istri)

Gus Ghofur mengakhiri masa lajangnya pada tahun 2003. Gadis yang beruntung dipersuntingnya adalah Nadia, putri KH Jirijis bin Ali Ma’shum Karpyak Yogyakarta. Dari perkawinannya beliau telah dikaruniai seorang putra bernama Nabil.

Kader NU Mesir Raih Gelar Doktor Tafsir dari Univ Al-Azhar

Desertasi setebal 1700 halaman dan terbagi menjadi 2 jilid ini disidangkan pada hari Sabtu (12/6) di Auditorium Abdul Halim Mahmud, Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar. Salah satu kader terbaik Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Mesir, Abdul Ghofur Maemun, kembali telah mengharumkan nama baik Indonesia dan menambah deretan peraih gelar Doktor di bidang ilmu tafsir. Ia lulus setelah dapat mempertahankan dari desertasinya yang berjudul Hasyiah Al-Syekh Zakaria Al-Anshary Ala Tafsir Al-Baidhawy, Min Awwal Surah Yusuf Ila Akhir Surah l-Sajdah dengan hasil yang mumtaz ma’a martabati syarafil ula (summa cumlaude) dari Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir. Yang menarik adalah prakata dan kutipan akhir sebelum pengukuhan gelar dari para guru besar dan tim penguji terhadap desertasi putra kiai kharismatik asal Sarang, Jawa Tengah, KH Maemun Zubair ini adalah "Syarah dan komentar yang ditulis Syeikh Abdul Ghofur ini lebih baik dari yang di tulis Syeikhul Islam, Syekh Zakaria al-Anshori". Sementara Rais Syuriyah PCNU Mesir Dr Fadlolan Musyaffa berkomentar "Ini sungguh luar biasa. Andai ada nilai di atas summa cumlaude, mungkin akan dianugerahkan pada sidang disertasi Gus Ghofur. Sayang, hasil itu sudah mentok paling atas," terangnya seusai acara. Desertasi setebal 1700 halaman dan terbagi menjadi 2 jilid ini disidangkan pada hari Sabtu (12/6) di Auditorium Abdul Halim Mahmud, Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar. Sebagai tim pengujinya adalah Prof Dr Muhammad Hasan Sabatan, guru besar Tafsir dan Ulumul Qur`an Fakultas Ushuluddin Kairo (penguji dari dalam), Prof Dr Ali Hasan Muhammad Sulaiman, guru besar Tafsir dan Ulumul Qur`an Fakultas Dirasat Islamiyyah Banin Kairo (Penguji dari Luar) dan dua pembimbing Prof Dr Sayid Mursi Ibrahim Al-Bayumi, Guru Besar Tafsir dan Ulumul Qur`an Fak.Ushuluddin Kairo dan Prof Dr Abdurrahman Muhammad Aly Uways, guru besar Tafsir dan Ulumul Qur`an Fak. Ushuluddin Kairo. Selain itu juga, sidang yang dimulai pukul 14.00 waktu setempat dihadiri sekitar seratusan lebih mahasiswa/i dan simpatisan baik warga Indonesia maupun Mesir.

Artikulli paraprakKH. Majid Kamil Maimoen (Putra Keempat)
Artikulli tjetërKH. Abdur Rouf Maimoen (Putra Keenam)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini