?„?§ ???ƒ?† ???£?®?± ?£?…?¯ ?§?„?¹?·?§?? ?…?¹ ?§?„?§?„?­?§?­ ???? ?§?„?¯?¹?§?? ?…?ˆ?¬?¨?§ ?„???£?³?ƒ ???‡?ˆ ?¶?…?† ?„?ƒ ?§?„?§?³???¬?§?¨?© ?????…?§ ???®???§?±?‡ ?„?ƒ ?„?§ ?????…?§ ???®???§?±?‡ ?„?†???³?ƒ ?ˆ???? ?§?„?ˆ?‚?? ?§?„?°?? ???±???¯ ?„?§ ???? ?§?„?ˆ?‚?? ?§?„?°?? ???±???¯

Janganlah do’a yang lama di kabulkan padahal engkau telah meminta dengan sungguh-sungguh menjadikan engkau putus asa, karena Allah SWT pasti akan mengabulkan do’amu sesuai dengan kehendak-Nya bukan sesuai dengan keinginanmu dan pada waktu yang Dia kehendaki bukan pada waktu yang engkau inginkan .

Penjelasan dan dalilnya

Setelah seorang hamba melakukan asbab-asbab dan meninggalkan pengaturan serta bertawakkal kepada Alloh SWT atas hasil-hasil asbab yang dia lakukan, maka dia dituntut untuk berdo’a kepada Alloh SWT. Ini adalah merupakan bukti bahwa dia adalah makhluk yang butuh kepada kholiqnya.

Alloh SWT telah berfirman di dalam surat Al-Mu’min ayat : 60 :

?ˆ???‚???§?„?? ?±???¨?‘???ƒ???…?? ?§?¯?’?¹???ˆ?†???? ?£???³?’?????¬???¨?’ ?„???ƒ???…?’ [???§???±/60]

Artinya :

Dan tuhanmu berfirman "Berdo’alah kepadaku, niscaya akan kuperkenankan bagimu".

Terkadang ada orang yang sudah berdo’a dengan sungguh-sungguh namun dia tidak mendapatkan apa yang dia inginkan di dalam do’anya. Sehingga dia menyangka bahwa Alloh tidak menepatinya janjinya.

Perasangka ini adalah sebuah kesalahan yang sangat vital dan tidak bisa di tolelir lagi hal ini dikarenakan kebanyakan orang hanya meminta dengan mulutnya tersebut, dia tidak memahami makna dari do’a dan syarat-syaratnya.

Meminta (tholab) itu, belum bisa di katakan do’a, karena diantara do’a dan tholab terdapat perbedaan yang sangat besar.

Tholab adalah sifat dari suatu lafadz (kata-kata) yang di ucapkan oleh orang yang meminta. Sedangkan do’a adalah suatu ibarat tentang keadaan dan perasaan hati orang yang meminta.

Keadaan hati yang bisa menjadikan tholab disebut do’a hanya bisa terwujud dengan adanya dua persyaratan sebagai berikut :

  • sadarnya hati dan perasaan dengan penuh rasa rendah diri dan tawadlu’ di hadapan Alloh SWT.

    Apabila hati belum sadar dan belum ada perasaan rendah diri dan tawadlu’ kepada Alloh SWT, tetapi mulut hanya mengucapkan do’a dengan kalimat-kalimat yang telah di hafalkan padahal hatinya lupa dan pikirannya melayang, maka permintaan ini belum bisa dikatakan do’a melainkan hanyalah sebuah tholab. Atau bisa disebut do’a secara lughowi yakni do’a yang dikehendaki oleh ahli lughot arab ketika berbicara tentang kalam khobar dan kalam insya’.

    Jadi ketika seseorang dengan hati yang tertutup dan tidak ada rasa tawadlu’ maka bagaimana mungkin permintaan itu dikabulkan?.

    Demikian pula banyak sekali di jumpai orang yang sedang memiliki impian-impian dan harapan-harapan dunia dan dia yakin bahwa impian-impian tersebut akan terwujud ketika dia berdo’a dengan do’a-do’a khusus yang bila seseorang meminta kepada Alloh dengan do’a-do’a khusus tersebut, pasti akan dikabulkan. Maka diapun berusaha mencari do’a-do’a tersebut dari kitab-kitab para ulama, para santri dan sebagainya. Setelah dia menemukannya maka dia akan menghafalkannya. Do’a tersebut dia ucapkan berkali-kali, berhari-hari bahkan sampai berminggu-minggu padahal hatinya masih kosong dan dia berpaling dari perintah-perintah dan wasiat-wasiat Allah SWT. Akhirnya setelah menuggu sekian lama, ternyata permintaannya tidak ada satupun yang dikabulkan oleh Alloh SWT. Akibatnya, diapun mengklaim bahwa Allsh SWT tidak menepati janjinya. Ini adalah salah satu kebodohan, karena dia tidak mengetahui ma’na do’a yang sebenarnya.

  • Orang yang berdo’a harus bertaubat dengan taubat nasuha dari semua yang pernah ia lakukan dan menjadikan taubat ini sebagai penolong do’anya.

    Adapun orang yang meminta kepada Alloh SWT, padahal dia belum bertaubat dan masih melakukan maksiat, berarti dia adalah orang yang tidak bisa menggunakan akalnya dan pasti do’anya tidak akan dikabulkan.

    Hal ini bisa kita analogikan dengan keadaan yang kita jumpai di masyarakat. Contoh kecilnya adalah sebagai berikut: Ada seseorang yang mengajukan proposal dan meminta bantuan kepada salah satu pejabat yang ada di kotanya, padahal orang tersebut masih memiliki permusuhan dengan sang pejabat. Bila dia langsung mengajukan proposal dan meminta bantuan tanpa meminta maaf terlebih dahulu, pastilah sang pejabat tidak akan menyetujui proposal dan permintaaanya.

    Ini adalah contoh kecil hubungan yang terjadi di antara sesama manusia yang mana status mereka adalah makhluk Alloh SWT. Maka bagaimana bila hal ini terjadi antara hamba Alloh yang hina dengan Dzat yang menguasai dan mengaturnya ?

    Alloh SWT telah memerintahkan kepada Hamba-Nya untuk tidak mendustakan-Nya tetapi dia tidak memenuhi perintah tersebut. Lalu Alloh SWT menyuruhnya untuk bertaubat, namun dia tidak mau bertaubat. Dan disaat kondisi seperti ini dia meminta kepada Alloh SWT sehingga Alloh SWT tidak mengabulkannya, ujung-ujungnya dia mengklaim bahwa Alloh SWT tidak memenuhi janji-Nya. Manusia seperti ini adalah manusia yang tidak berakal dan tidak memiliki adab terhadap sang kholiq, sebab permintaan yang dia ajukan hanyalah tholab dan tidak bisa dikatakan do’a yang disebut dalam firman Alloh SWT : (?ˆ?‚?§?„ ?±?¨?ƒ?… ?§?¯?¹?ˆ?†?? ?£?³???¬?¨ ?„?ƒ?…)

Doa untuk sendiri dan orang lain

Seseorang yang sudah melakukan 2 (dua) syarat taubat ini, maka ketika dia berdo’a untuk dirinya sendiri pasti do’anya akan di kabulkan. Namun ketika dia berdo’a untuk masyarakat banyak, maka seringkali do’anya tidak dikabulkan. Hal ini dikarenakan ketika dia berdo’a untuk dirinya sendiri maka sangat mudah bagi dirinya untuk bertaubat dan berhenti melakukan ma’siat. Namun ketika dia berdo’a untuk masyarakat banyak maka syarat ini sulit untuk diwujudkan, karena di dalam masyarakat masih terdapat orang-orang yang berdo’a dan belum bertaubat. Sedangkan terkabulnya do’a untuk masyarakat itu digantungkan pada taubatnya orang yang berdo’a dan taubatnya masyarakat yang di do’akan.

Maka dari itulah engkau berdo’a untuk masyarakat agar Alloh menghilangkan kesusahan dan kemiskinan yang menimpa mereka hendaknya engkau mengingatkan mereka untuk bertaubat dari dosa-dosanya, bila mereka bisa bertaubat dengan taubat nasuha, maka do’amu pasti akan terkabulkan. Dan sebaliknya bila mereka belum bisa bertaubat dengan nasuha, maka janganlah engkau berharap do’amu akan dikabulkan.

Arti di istijabahi (dikabulkan )

Ketika syarat-syarat do’a ini sudah di penuhi maka Alloh SWT pasti akan mengabulkan do’a tersebut. Tetapi jangan engkau menyangka bahwa terkabulnya do’a (istijabah) itu sama persis dengan apa yang kamu harapkan. Karena istijabah yang dijanjikan oleh Alloh SWT kepada hambanya itu memiliki ma’na yang lebih luas dari apa yang engkau harapkan.

Istijabah ma’nanya adalah Alloh SWT mewujudkan tujuan dari permintaanmu dan bukan berarti tujuan tersebut bentuknya sama persis dengan apa yang engkau harapkan. Contohnya ada seseorang yang meminta suatu pekerjaan kepada Alloh SWT karena dia menyangka bahwa pekerjaan tersebut bisa menyampaikan tujuannya dan merupakan hal yang terbaik baginya. Akan tetapi Alloh SWT mengetahui bahwa pekerjaan yang dia inginkan itu tidak akan mendatangkan kebaikan bahkan bisa menyebabkan kejelekan. Lalu Alloh SWT mengganti pekerjaan tersebut dengan hal lain yang lebih baik dan bisa menyampaikan pada tujuan yang dia harapkan.

Alloh SWT berfirman dalam Surat Al-Baqoroh ayat : 216

?ƒ???????¨?? ?¹???„?????’?ƒ???…?? ?§?„?’?‚???????§?„?? ?ˆ???‡???ˆ?? ?ƒ???±?’?‡?Œ ?„???ƒ???…?’ ?ˆ???¹???³???‰ ?£???†?’ ?????ƒ?’?±???‡???ˆ?§ ?´?????’?¦?‹?§ ?ˆ???‡???ˆ?? ?®?????’?±?Œ ?„???ƒ???…?’ ?ˆ???¹???³???‰ ?£???†?’ ?????­???¨?‘???ˆ?§ ?´?????’?¦?‹?§ ?ˆ???‡???ˆ?? ?´???±?‘?Œ ?„???ƒ???…?’ ?ˆ???§?„?„?‘???‡?? ?????¹?’?„???…?? ?ˆ???£???†?’?????…?’ ?„???§ ?????¹?’?„???…???ˆ?†?? [?§?„?¨?‚?±?©/216]

Artinya :

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Alloh mengganti sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al-Baqoroh ayat : 216)

Dan makna ini sudah di isyaratkan oleh Ibnu Atho’illah di dalam hikmahnya:

???‡?ˆ ?¶?…?† ?„?ƒ ?§?„?§?³???¬?§?¨?© ?????…?§ ???®???§?±?‡ ?„?ƒ ?„?§ ?????…?§ ???®???§?±?‡ ?„?†???³?ƒ

Karena Alloh pasti akan mengabulkan do’amu sesuai dengan kehendak-Nya, bukan sesuai dengan keinginanmu.

Bila kita amati, hal-hal seperti ini banyak terjadi di kehidupan kita. Banyak orang yang mengharapkan suatu pekerjaan dan menyangka bahwa pekerjaan tersebut bisa mewujudkan impian-impian dan cita-citanya. Sehingga diapun berdo’a kepada Alloh agar memberikan pekerjaan tersebut. Namun setelah meminta dengan waktu yang lama ternyata yang dia harapkan tidak kunjung tiba, sampai-sampai dia menyangka bahwa Alloh SWT tidak mengabulkan do’anya. Tetapi pada akhirnya Alloh SWT menciptakan asbab-asbab lain yang bisa menghantarkan dia kepada cita-citanya. Dan ketika dia berfikir dan mengamati asbab-asbab tersebut maka dia tahu bahwa asbab-asbab itu lebih baik dari pada pekerjaan yang dia inginkan sehingga akhirnya dia memuji pada Alloh SWT atas nikmat tersebut,nikmat ini adalah anugerah yang besar dari Alloh SWT dan sebuah keajaiban, karena sebelumnya seseorang memandang bahwa perkara yang dia harapkan itu adalah yang terbaik. Namun pada hakikatnya perkara tersebut berakibat buruk dan akhirnya diganti oleh Alloh SWT dengan hal yang lebih baik dan berguna baginya.

Sebuah kesalahan lagi yang terjadi pada sebagian orang adalah putus asa di saat berdo’a. ketika seseorang sudah dan memenuhi syarat-syaratnya, namun setelah menunggu beberapa minggu yang menurut dia seharusnya do’anya telah dikabulkan, maka hal ini menyebabkan diriya berputus asa untuk berdo’a. sehingga hati kecilnya berkata : "Aku sudah berdo’a dengan sungguh-sungguh namun belum juga dikabulkan".

Ini adalah sebuah kebodohan yang menyelimuti kebanyakan orang-orang yang ditimbulkan oleh rasa sangat menyukai impian-impian dan harapan-harapan yang mereka cita-citakan.

Bentuk kesalahan ini, karena mererka menyangka bahwa do’a yang telah di perintahkan oleh Alloh SWT adalah sebagai wasilah (alat) untuk sampai pada ghoyah (tujuan). Makanya do’a hanya dia gunakan ketika membutuhkan sesuatu atau tertimpa musibah. Dan bila hajatnya telah di penuhi dan musibahnya telah hilang, maka dia tidak butuh untuk berdo’a.

Persangkaan yang keliru ini akan membawa seseorang dalam kesedihan yang mendalam ketika dia telah berdo’a, namun dalam waktu yang dia harapkan ternyata do’anya belum dikabulkan. Sehingga dia yakin bahwa do’a yang telah dia ucapkan berkali-kali tidak ada faedahnya sama sekali. Dan hal ini bisa menyebabkan dia putus asa dalam berdo’a. ini semua karena dia memandang bahwa do’a hanyalah sebatas wasilah. Padahal sebenarnya dzatiyanya dari do’a adalah sebuah ghoyah tersendiri.

Manusia adalah seorang hamba yang dimiliki oleh Allah SWT. Oleh karena itu di dalam setiap detiknya pasti dia membutuhkan Tuhannya di dalam menghadapi semua problem yang bermacam-macam. Diantara tugas hamba yang terpenting adalah memperlihatkan ubudiyyahnya kepada Allah SWT. Hal ini bias dilakukan dengan cara membuktikan bahwa dia sangat butuh kepada-Nya, dan dengan memperlihatkan bahwa kehidupannya, kebahagiaannya itu tergantung pada penjagaan Allah SWT. Perwujudan ubudiyyah ini bias dilakukan dengan berdo’a baik dia menyangka bahwa do’anya ini akan berpengaruh ataupun tidak.

Allah SWT berfirman :

?ˆ?‚?§?„ ?±?¨?ƒ?… ?§?¯?¹?ˆ?†?? ?£?³???¬?¨ ?„?ƒ?…

Ayat tersebut mengandung perintah kepada manusia agar memiliki sifat ubudiyyah kepada Allah SWT, yaitu pada kalimat ?£?¯?¹?ˆ?†?? . dan perintah ini adalh perintah yang mutlak tanpa ada qoyyid tertentu dan tidak di hubungkan dengan syarat. Selain itu ayat tadi juga mengandung janji yang menunjukkan sifat rahmat Allah SWT kepada hambanya dengan memberi anugerah yang tidak terhitung yaitu pada kalimat ?§?³???¬?¨ ?„?ƒ?… .

Antara dua hal yang di kandung ayat tersebut tidak ada hubungan yang slaing mengikat. Maknanya, janji tersebut timbulnya bukanlah dari doa tetapi dari rahmat Allah SWT. Namun banyak orang yang mengira bahwa ketika dia berdo’a, maka dia telah membeli istijabah.

Rosululloh SAW, bersabda :

???³???¬?§?¨ ?„?£?­?¯?ƒ?… ?…?§?„?… ???¹?¬?„ , ???‚?ˆ?„ : ?‚?¯ ?¯?¹?ˆ?? ???„?… ???³???¬?¨ ?„??

Artinya :

Salah satu diantara kalian pasti dikabulkan do’anya selama tidak tergesa-gesa. Dia berkata: saya telah berdo’a tapi belum juga dikabulkan.

Maksudnya dari hadist di atas adalah seseorang akan di kabulkan do’anya selama dia tidak menyangka bahwa dia memiliki hak yang harus di penuhi oleh Allah SWT yaitu sitijabah dan selama hatinya tidak berkata : “saya sudah berdo’a, tetapi kenapa saya belum memperoleh hak saya yang berupa istijabah�.

Jadi ubudiyyah (do’a) dan istijabah adalah dua perkara yang berbeda dan tidak ada keterkaitan. Do’a adalah ibadah yang wajib dilakukan oleh seorang hamba sebagai perwujudan ubudiyyah di hadapan Allah SWT, tanpa memandang dari hasil yang di dapatkan dari do’a tersebut.

Rosululloh SAW, bersabda :

?§?„?¯?¹?§?? ?‡?ˆ ?§?„?¹?¨?§?¯?©

Do’a adalah ibadah�.

Sedangkan istijabah adalah anugerah dan karunia dari Allah SWT, bukan hasil dari do’a.

Kesimpulannya, jalan yang wajib di tempuh oleh seorang muslim adalah menunjukkan bahwa dia butuh kepada Allah SWT di dalam setiap keadaan. Dan memperlihatkan hal itu dengan tawadlu’ dan rendah hati tanpa memandang hasil-hasil yang akan di peroleh, tetapi dia harus yakin bhwa dengan sifat rahmat dan ihsan-Nya akan mengabulkan do’a-do’anya.

Adapun hikmah diakhirkannya istijabah itu adalah melatih seseorang hamba untuk memahami makna yang terkandung di dalam ayat ?§?¯?¹?ˆ?†?? ?§?³???¬?¨ ?„?ƒ?… , dan supaya mengerti bahwa isijabah itu bukanlah hal yang wajib ada ketika seseorang berdo’a, melainkan istijabah adalah murni anugerah Allah SWT. Sehingga do’a dan penantian istijabah dengan kesabaran dan tenang menjadi bagian dari ibadah. Bahkan bisa menjadi kunci dan ruh ibadah. Rasulullah SAW, bersabda :

?§?†???¸?§?± ?§?„???±?¬ ?¹?¨?§?¯?©

Artinya :

Menanti kelapangan adalah ibadah.

Penjelasan di atas adalah makna dari juz akhir yang terdapat di dalam hikmah ini yaitu :

?ˆ???? ?§?„?ˆ?‚?? ?§?„?°?? ???±???¯ ?„?§ ???? ?§?„?ˆ?‚?? ?§?„?°?? ???±???¯

Allah akan mengbulkan do’a pada waktu yang dia kehendaki, bukan pada waktu yang engkau inginkan.

BACA JUGA :  HIKMAH KE-100 SIFAT SANG ‘ARIF BILLAH
Artikulli paraprakHIKMAH 5 : Yakin pada Janji Allah
Artikulli tjetërHIKMAH 8 : Tariqah Ijtiba’ dan Tariqah Hidayah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini