Sudah cukup lama umat islam di Indonesia, demikian juga belahan dunia islam lainnya, menginginkan sistem perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syari’at (sistem ekonomi Islam) untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi umat. Keinginan ini didasari oleh suatu kesadaran untuk menerapkan islam secara utuh dan total seperti yang ditegaskan oleh Allah swt. Dalam surah al-Baqoroh ayat 85.

?£???????????¤?’?…???†???ˆ?†?? ?¨???¨???¹?’?¶?? ?§?„?’?ƒ???????§?¨?? ?ˆ???????ƒ?’?????±???ˆ?†?? ?¨???¨???¹?’?¶?? ?????…???§ ?¬???²???§???? ?…???†?’ ???????’?¹???„?? ?°???„???ƒ?? ?…???†?’?ƒ???…?’ ?¥???„?‘???§ ?®???²?’???Œ ?????? ?§?„?’?­???????§?©?? ?§?„?¯?‘???†?’?????§ ?ˆ???????ˆ?’?…?? ?§?„?’?‚???????§?…???©?? ?????±???¯?‘???ˆ?†?? ?¥???„???‰ ?£???´???¯?‘?? ?§?„?’?¹???°???§?¨?? ?ˆ???…???§ ?§?„?„?‘???‡?? ?¨???????§?????„?? ?¹???…?‘???§ ?????¹?’?…???„???ˆ?†?? (85) [?§?„?¨?‚?±?©/85]

apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat[68].

[68] ayat Ini berkenaan dengan cerita orang Yahudi di Madinah pada permulaan Hijrah. Yahudi Bani Quraizhah bersekutu dengan suku Aus, dan Yahudi dari Bani Nadhir bersekutu dengan orang-orang Khazraj. antara suku Aus dan suku Khazraj sebelum Islam selalu terjadi persengketaan dan peperangan yang menyebabkan Bani Quraizhah membantu Aus dan Bani Nadhir membantu orang-orang Khazraj. sampai antara kedua suku Yahudi itupun terjadi peperangan dan tawan menawan, Karena membantu sekutunya. tapi jika Kemudian ada orang-orang Yahudi tertawan, Maka kedua suku Yahudi itu bersepakat untuk menebusnya kendatipun mereka tadinya berperang-perangan.

Ayat tersebut dengan tegas mengingatkan bahwa selama kita menerapkan islam secara parsial, kita akan mengalami keterpurukan duniawi dan kerugian ukhrowi. Hal ini sangat jelas, sebab selama ini islam hanya diwujudkan dalam bentuk ritualisme ibadah, diingat pada saat kelahiran bayi, ijab qabul pernikahan, serta penguburan mayat. Sementara itu dimarginalkan dari dunia perbankan, asuransi pasar modal, pembiayaan proyek dan transaksi ekspor dan impor. maka umat islam telah mengubur islam dalam-dalam dengan tangannya sendiri.

Sangat disayangkan, dewasa ini masih banyak kalangan yang melihat bahwa islam tidak berurusan dengan bank dan pasar uang, karena yang pertama adalah dunia putih dan yang kedua adalah dunia hitam yang penuh dengan kelicikan dan tipu daya. Oleh kerena itu, tidaklah mengherankan bila beberapa cendekiawan dan ekonom melihat islam, dengan sistem nilai dan tatanan normatifnya, sebagai faktor penghambat pembangunan (an obstacle to economic growth). Penganut paham liberalisme dan pragmatisme sempit ini menilai bahwa kegiatan ekonomi dan keuangan akan semakin meningkat dan berkembang bila dibebaskan dari nilai-nilai normatif dan rambu-rambu ilahi.
Krisis ekonomi yang melanda Amerika pada khususnya serta resesi dan ketidakseimbangan ekonomi global pada umumnya, adalah suatu bukti bahwa asumsi di atas salah total, bahkan ada sesuatu yang "tidak beres" dalam sistem yang kita anut selama ini. Tidak adanya nilai –nilai ilahiyah yang melandasi operasional perbankan dan lembaga keuangan lainnya telah menjadikan lembaga "penyuntik darah" pembangunan ini sebagai "sarang-sarang perampok berdasi" yang meluluhlantakkan sendi-sendi perekonomian bangsa.

A. Islam Sebagai Suatu Sistem Hidup (Way Of Life)
Manusia adalah kholifah di muka bumi, islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan amanah Allah kepada Sang Kholifah agar digunakan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan bersama.

Untuk mencapai tujuan suci ini, Allah memberikan petunjuk melalui para Rasulnya. Petunjuk tersebut meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan manusia meliputi akidah, akhlaq maupun syari’ah
Dua komponen pertama, akidah dan akhlaq bersifat konstan, keduanya tidak mengalami perubahan apapun dengan berbedanya waktu dan tempat. Adapun syari’ah, senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf peradaban ummat, yang berbeda-beda sesuai dengan masa Rasul masing-masing. Hal ini diungkapkan dalam Al Qur’an surat Al Ma’idah ayat 48:
?„???ƒ???„?‘?? ?¬???¹???„?’?†???§ ?…???†?’?ƒ???…?’ ?´???±?’?¹???©?‹ ?ˆ???…???†?’?‡???§?¬?‹?§ [?§?„?…?§?¦?¯?©/48]
"untuk tiap-tiap umat diantara kamu[422], kami berikan aturan dan jalan yang terang"
Juga oleh Rasulullah SAW dalam suatu hadits:
?§?„?£?†?¨???§?? ?¥?®?ˆ?© ?„?¹?„?§?? ?£?…?‡?§???‡?… ?´???‰ ?ˆ?¯???†?‡?… ?ˆ?§?­?¯
"Para rasul tak ubahnya bagaikan saudara sebapak, ibunya (syari’ahnya) berbeda-beda sedangkan din-nya (tauhidnya) satu" (HR Bukhori, Abu Dawud dan Ahmad)
Oleh karena itu syari’ah islam sebagai suatu syari’ah yang dibawa oleh rasul terakhir, mempunyai keunikan tersendiri. Syari’ah ini bukan saja menyeluruh atau komprehensif dan juga universal. Karakter istimewa ini diperlukan sebab tidak ada syari’ah lain yang datang untuk menyempurnakannya.
Komprehensif berarti syari’ah islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun sosial (mu’amalah). Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia dengan sang kholiq-Nya, ibadah juga merupakan sarana untuk mengingatkan secara kontinyu tugas manusia sebagai kholifah-Nya di atas muka bumi ini. Adapun mu’amalah diturunkan sebagai rules of the game atau aturan main manusia dalam kehidupan sosial.
Universal bermakna syari’ah islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai hari kiamat nanti. Universalitas ini tampak jelas terutama pada bidang mu’amalah selain mempunyai cakupan luas dan fleksibel, mu’amalah tidak membeda-bedakan antara muslim dan non muslim. Kenyataan ini tersirat dalam ungkapan yang diriwayatkan oleh sayyidina Ali : "dalam bidang mu’amalah kewajiban mereka adalah kewajiban kita, dan hak mereka adalah hak kita".
B. Pandangan islam terhadap harta dan ekonomi
Secara umum, tugas kekhalifahan manusia adalah tugas mewujudkan kemakmuran, kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan (Al-An’am : 165) serta tugas pengabdian atau ibadah dalam arti yang luas (Adz-Dzariat: 56). Untuk menunaikan tugas tersebut, Allah swt. memberi manusia dua anugrah utama yaitu: manhaj al-hayat (sistem kehidupan) dan wasilah al-hayah (sarana kehidupan) sebagaimana firmanya :
?£???„???…?’ ?????±???ˆ?’?§ ?£???†?‘?? ?§?„?„?‘???‡?? ?³???®?‘???±?? ?„???ƒ???…?’ ?…???§ ?????? ?§?„?³?‘???…???§?ˆ???§???? ?ˆ???…???§ ?????? ?§?„?’?£???±?’?¶?? ?ˆ???£???³?’?¨?????? ?¹???„?????’?ƒ???…?’ ?†???¹???…???‡?? ?¸???§?‡???±???©?‹ ?ˆ???¨???§?·???†???©?‹ ?ˆ???…???†?? ?§?„?†?‘???§?³?? ?…???†?’ ?????¬???§?¯???„?? ?????? ?§?„?„?‘???‡?? ?¨?????????’?±?? ?¹???„?’?…?? ?ˆ???„???§ ?‡???¯?‹?‰ ?ˆ???„???§ ?ƒ???????§?¨?? ?…???†?????±?? (20) [?„?‚?…?§?†/20]
20. Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah Telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.

BACA JUGA :  Sejarah Tahun dan Bulan Kalender Hijriyyah

Manhaj al-hayat adalah seluruh aturan kehidupan manusia yang bersumber pada al-Qur’an dan sunah rasul. Aturan tersebut dikenal dengan hukum lima, yakni : wajib, sunah, mubah, makruh, haram.

Aturan-aturan tersebut dimaksudkan untuk menjamin keselamatan manusia sepanjang hidupnya, baik yang menyangkut keselamatan agama, keselamatan diri (jiwa raga), keselamatan harta benda, keselamatan akal, maupun keselamatan nasab keturunan. Hal-hal tersebut merupakan kebutuhan pokok atau primer.
Pelaksanaan islam sebagai sistem kehidupan (way of life) secara konsisten dalam semua kegiatan kehidupan akan melahirkan sebuah tatanan hidup yang baik, sebuah tatanan hidup yang disebut sebagi hayyatan toyyibah
?…???†?’ ?¹???…???„?? ?µ???§?„???­?‹?§ ?…???†?’ ?°???ƒ???±?? ?£???ˆ?’ ?£???†?’?«???‰ ?ˆ???‡???ˆ?? ?…???¤?’?…???†?Œ ?????„???†???­?’?????????†?‘???‡?? ?­???????§?©?‹ ?·?????‘???¨???©?‹ ?ˆ???„???†???¬?’?²???????†?‘???‡???…?’ ?£???¬?’?±???‡???…?’ ?¨???£???­?’?³???†?? ?…???§ ?ƒ???§?†???ˆ?§ ?????¹?’?…???„???ˆ?†?? (97) [?§?„?†?­?„/97]
97. Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[839] dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan.

Sebaliknya, menolak aturan tersebut atau sama sekali tidak mempunyai keinginan untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan akan melahirkan kekacauan dalam kehidupan sekarang, ma’isyatan dlonka atau kehidupan yang sempit, serta kecelakaan di akhirat nanti.

?ˆ???…???†?’ ?£???¹?’?±???¶?? ?¹???†?’ ?°???ƒ?’?±???? ?????¥???†?‘?? ?„???‡?? ?…???¹?????´???©?‹ ?¶???†?’?ƒ?‹?§ ?ˆ???†???­?’?´???±???‡?? ?????ˆ?’?…?? ?§?„?’?‚???????§?…???©?? ?£???¹?’?…???‰ (124) ?‚???§?„?? ?±???¨?‘?? ?„???…?? ?­???´???±?’?????†???? ?£???¹?’?…???‰ ?ˆ???‚???¯?’ ?ƒ???†?’???? ?¨???µ?????±?‹?§ (125) ?‚???§?„?? ?ƒ???°???„???ƒ?? ?£?????????’?ƒ?? ?¢???????§?????†???§ ?????†???³?????????‡???§ ?ˆ???ƒ???°???„???ƒ?? ?§?„?’?????ˆ?’?…?? ?????†?’?³???‰ (126) [?·?‡/-126124]
124. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta".
125. Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, Mengapa Engkau menghimpunkan Aku dalam keadaan buta, padahal Aku dahulunya adalah seorang yang melihat?"
126. Allah berfirman: "Demikianlah, Telah datang kepadamu ayat-ayat kami, Maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari Ini kamupun dilupakan".

Aturan-aturan itu juga diperlukan untuk mengolah wasilah al hayah, atau segala sarana dan prasarana kehidupan yang diciptakan oleh Allah SWT untuk kepentingan kehidupan manusia secara keseluruhan. Wasilah al hayah ini dalam bentuk udara, air, tumbuh-tumbuhan, hewan ternak dan harta benda lainnya yang berguna bagi kehidupan.

?‡???ˆ?? ?§?„?‘???°???? ?®???„???‚?? ?„???ƒ???…?’ ?…???§ ?????? ?§?„?’?£???±?’?¶?? ?¬???…?????¹?‹?§ ?«???…?‘?? ?§?³?’?????ˆ???‰ ?¥???„???‰ ?§?„?³?‘???…???§???? ?????³???ˆ?‘???§?‡???†?‘?? ?³???¨?’?¹?? ?³???…???ˆ???§???? ?ˆ???‡???ˆ?? ?¨???ƒ???„?‘?? ?´?????’???? ?¹???„?????…?Œ (29) [?§?„?¨?‚?±?©/29]
29. Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.

Sebagaimana keterangan di atas, Islam mempunyai pandangan yang jelas mengenai harta dan kegiatan ekonomi. Pandangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini termasuk harta benda adalah Allah SWT. Kepemilikan oleh manusia hanya bersifat relatif sebatas untuk melaksanakan amanah, mengelola serta memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya (Al Hadid : 7, An Nur : 33)
b. Status harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut:
1. Harta sebagai amanah atau titipan dari Allah SWT, manusia hanyalah pemegang amanah karena memang tidak mempu mengadakan benda dari tiada.
2. Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan.
3. Harta sebagai ujian keimanan
4. Harta sebagai bekal ibadah
c. Pemilikan harta dapat dilakukan antara lain melalui usaha (amal) atau mata pencaharian (ma’isyah) yang halal sesuai dengan aturannya. Banyak ayat Al Qur’an dan Hadits Nabi yang mendorong ummat Islam bekerja mencari nafkah yang halal
d. Dilarang mencari harta, berusaha atau bekerja yang dapat melupakan kematian (At-Takatsur : 1-2) melupakan dzikrullah (Al Munafiqun : 9), melupakan sholat dan zakat (An Nur : 7) dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja (Al Hasyr : 7)
e. Dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba (Al Baqoroh : 273-281), perjudian, berjual beli barang yang dilarang atau haram (Al Ma’idah : 90-91), mencuri, merampok, mengghasab (Al Ma’idah : 38), curang dalam takaran dan timbangan (Al Muthoffifin : 1-6), melalui cara-cara yang bathil dan merugikan (Al Baqoroh : 188) dan melalui suap menyuap (HR Imam Ahmad)

Artikulli paraprakRangkaian Acara Maulidiyyah dan Harlah XLII Pondok Pesantren Al-anwar
Artikulli tjetërHIKMAH 47 : Jangan Tinggalkan Dzikir

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini