Sebutan ini tak jarang kita dengar di pondok pesantren Al-Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang.
Biasanya kata ini disematkan untuk santri yang mempunyai karakter khusyu’, rajin beribadah, sekolah dan kegiatan pondok lainya, serta pendiam dan jarang kita jumpai ngopi bahkan cangkrukan sekalipun.
Namun pada kenyataannya sebutan "mbah wali" ini justru digunakan untuk bahan gojlokan para santri dan ditujukan untuk santri yang mempunyai karakter tersebut, karena santri yang dijuluki dengan “mbah wali” biasanya tidak dibarengi dan didasari dengan keilmuan atau pengetahuan agama yang memadai.
Hal inilah yang sering disinggung oleh Syaikhina Maimoen Zubair disela-sela keterangan ngajinya lewat maqolah beliau yang berbunyi:
من ازداد خشوعا ازداد جهلا
Yang maksudnya adalah bertambah khusyu’nya seseorang maka akan nampak jelas kebodohanya, karena memang kekhusyu’annya tidak diimbangi dan didasari dengan ilmu, dan apa yang diungkapkan Syaikhina juga sejalan dengan imam Ibnu Ruslan didalam nadzom zubadnya yaitu :
وكل من بغيرعلم يعمل اعماله مردودة لا تقبل
Yang artinya: orang yang beramal tanpa ilmu, maka amalnya ditolak dan tidak diterima.
Maka dari itu marilah kita menjadi santri yang mempunyai kepribadian yang baik, khusyu’, rajin beribadah, ngaji, mutholaah dan lainya, namun harus di imbangi dengan wawasan keilmuan dan pengetahuan yang memadai.