Salah satu aktifitas amirul mukminin Umar bin Khattab yang langka kita temukan pada pemimpin-pemimpin di masa sekarang adalah operasi dan inspeksi malam beliau dalam mengawasi situasi dan suasana Madinah di malam hari. Berbagai pengalaman dan pelajaran beliau hadapi demi menunjang stabilitas keamanan serta mencari keluhan dan kekurangan masyarakat Madinah pada waktu itu. Yang jelas Umar tidak mengharapkan ketenaran dan pujian dalam melaksanakan tugas melainkan hanya untuk melayani masyarakat dan mengharap Ridho Allah S.W.T serta menegakkan keadilan.
Seperti malam-malam biasa ia ditemani seorang khadimnya yang bernama Aslam untuk menilik dinginya kota Madinah Al-Munawwaroh. Di tengah gelapnya malam yang menyelimuti dengan berjalan kaki beliau melakukan aktifitas tersebut hingga akhirnya rasa letihpun meliputi tubuh beliau yang kondisi fisiknya sudah tidak muda lagi.
Di salah satu sudut rumah warga Madinah beliau menyandarkan tubuhnya yang keletihan itu sambil istirahat sejenak di temani Aslam yang selalu setia. Di tengah-tengah istirahatnya itu tidak sengaja beliau mendengar suara keras, sahut-sahutan. Ternyata itu adalah suara dua orang perempuan. Setelah beliau dengarkan dengan seksama beliau tahu bahwa itu adalah suara antara seorang ibu dan anak perempuanya.
“Campurlah susu itu dengan air nak, supaya keuntungan kita bertambah banyak!”. Perintah ibu.
“Demi Allah, saya tidak akan melakukanya bu, Amirul Mu’minin nanti akan menghukum kita”. Jawab si anak perempuan.
“Amirul Mu’minin tidak akan tahu, toh juga banyak yang melakukan hal ini.cepat lakukanlah perintah ibu!”. Ujar ibu dengan suara yang meledak.
“Bu, sekalipun Amirul Mukminin tidak melihat kita, namun Rabb Amirul Mukminin pasti mengetahuinya,” jawab anak perempuan itu.
Kemudian Umar tersadar bahwa rumah yang beliau sandari itu adalah rumah seorang wanita miskin pedagang susu di pasar yang mencoba berbuat curang. Akan tetapi beliau salut kepada anak perempuanya yang menolak ajakan buruk ibunya itu sehingga bayangan kejadian tersebut terbawa dalam benak Umar ketika pulang.
Sesampainya di rumah Umar memanggil putra-putranya dan menceritakan kejadian itu serta berkata,
”Apakah kalian ingin menikah?”.
Abdullah bin Umar segera menjawab “Saya sudah punya istri”, disusul pula Abdurrahman dengan jawaban yang sama seperti Abdullah.
Kemudian ‘Ashim menjawab “Ayah, saya belum punya istri maka nikahkanlah aku denganya”.
“Baiklah, lamarlah gadis itu untuk jadi istrimu. Aku melihat bahwa ia akan memberi berkah kepadamu nanti. Mudah-mudahan pula ia dapat melahirkan keturunan yang akan menjadi pemimpin umat!”. Jawab Umar.
Ketika hari sudah mulai terang, Umar dan ‘Ashim pergi menuju rumah tersebut dengan maksud untuk melamar perempuan tadi dan menindak kelakuan buruk ibunya. Setelah tahu kehadiran Amirul Mu’minin si ibu penjual susu tersebut langsung terperanjat kaget apa gerangan maksut Amirul Mu’minin datang ke rumahnya. Umar pun langsung menceritakan pembicaran yang beliau dengar tadi malam sehingga si ibu pun tubuhnya menjadi gemetar ketakutan.
“Saya taubat wahai Amirul Mu’minin, saya taubat”. Ujar ibu penjual susu itu sambil ketakutan.
“Bertaubatlah kepada Allah dan jangan kamu ulangi lagi!”. Jawab Umar.
Kemudian ibu penjual susu tersebut menundukkan kepalanya ketakutan dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
Setelah itu Umar menikahkan putranya ‘Ashim dengan gadis penjual susu yang jujur yang bernama Ummu Imarah. Mereka pun hidup bahagia dan di karuniai seorang putri yang bernama Laila atau lebih dikenal dengan nama Ummu ‘Ashim. Di waktu berikutnya Laila menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan dari kalangan Bani Umayyah dan mereka berdua melahirkan seorang Umar bin Abdul Aziz yang sangat terkenal dengan keadilanya.
Demikianlah kisah mereka, dan nyatalah apa yang dilihat oleh Amirul Mukminin Umar bin Khaththab tentang diri gadis yang membawa berkah itu. Karena keberkahan itu tidak dipandang dari keluarga yang kaya maupun tinggi derajatnya akan tetapi dipandang dari kejujuran dan kesucian hatinya.
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
“Dan orang-orang yang beriman lalu anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, maka Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (Qs. Ath-Thur: 21)