Media merupakan salah satu sarana penyebaran informasi kepada khalayak luas baik secara lokal, nasional maupun internasional. Melalui media massa yang semakin banyak berkembang memungkinkan informasi menyebar dengan sangat mudah dan cepat di telinga masyarakat. Sehingga media mampu membuat kesan fashionable terhadap cara berbusana kita dengan tanpa disadari. Atau trend sekulerisasi dan pluralisasi yang membuat orang-orang tak membeda-bedakan agama dalam berinteraksi dengan dalih toleransi. Itu semua sebagian contoh bagaimana barat berupaya memengaruhi kita dengan gaya hidup dan cara pandang yang sama sekali tidak sesuai dengan budaya dan bahkan agama.
Bahkan pengaruh itu telah berani menyentuh ranah aqidah melalui distorsi informasi atau manipulasi fakta yang sangat berpengaruh terhadap asumsi masyarakat. Persepsi masyarakat seperti telah digiring pada kesalahpahaman tentang apa itu Ahlussunah Wal Jama’ah (ASWAJA).
Faktor utama dari semua itu adalah media massa merupakan senjata pemusnah dan alat paling efektif dalam mempropaganda atau menebar opini yang dapat mengendalikan persepsi orang-orang. Menjamurnya berita hoax yang tak terbendung merupakan akibat dari semakin bebasnya orang-orang dalam mendapatkan atau memberikan informasi tanpa adanya kontrol (filter). Sebab kekuasaan yang tak terkontrol cenderung menimbulkan korupsi. Termasuk otoritas dalam menyampaikan informasi.
Kita sebagai umat Islam saat ini, sedang dihadapkan pada tantangan berimbas meruntuhkan iman. Kita hidup di era yang antar satu Negara dengan Negara lain sudah tidak ada pembatas lagi. Media telah mengikis jarak itu. Transformasi budaya yang sangat pesat membuat kita latah mengikuti gaya hidup yang bahkan mendobrak nilai-nilai Islam.
Seiring zaman semakin maju, membuat kita menghadapi tantangan yang lebih berat dari pada zaman dahulu. Dan sudah semestinya kita tidak menyerah atau putus asa. Seberat apapun tantangan itu, pasti ada jalan keluar. Allah SWT berfirman dalam surat al-Ankabut ayat 2-3 dan surat al-Insyirah ayat 6:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ، وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ [العنكبوت: 2-3]
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا [الانشراح: 6]
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Di era globalisasi ini, para musuh-musuh Islam tidak lagi menyerang dengan senjata. Mereka menemukan cara yang dinilai lebih efektif meruntuhkan agama ini dari dalam. Ya, media-lah alat itu. Dengan munculnya Cyber Army yang baru-baru ini viral merupakan bukti kuat bahwa perang yang terjadi bukan lagi dengan senjata api, tapi dengan media.
Dengan media massa, mereka menebar informasi palsu tentang hakikat Islam. Itu sebagai bentuk upaya mereka dalam mendangkalkan aqidah terhadap umat Islam. Maka tidak sepatutnya kita tinggal diam menyaksikan realita ini. Apalagi mereka sudah sangat jauh menyerang kebagian paling sentral di tubuh Islam, yaitu aqidah Ahlussunah Wal Jama’ah (ASWAJA) seperti yang telah disebut di depan. Maka, demi menanggulangi hal itu, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan. Diantaranya adalah:
- Memberikan pemantapan dan meluruskan pemahaman tentang agama, terutama perihal ASWAJA kepada masyarakat terlebih tokoh-tokohnya. Karena sebagian kalangan ASWAJA ada yang merasa bahwa penyimpangan-penyimpangan terhadap ideologi ini masih dalam koridor ASWAJA itu sendiri, sehingga mereka tidak mempunyai ghirah (semangat) untuk berupaya meluruskannya. Bahkan sebagian kalangan telah ada yang terpengaruh oleh asumsi bahwa penyimpangan-penyimpangan tersebut lebih sesuai dengan ASWAJA.
- Melakukan pendekatan ilmiyah dengan menjelaskan dalil-dalil ASWAJA dan membongkar kesalahan-kesalahan faham di luar ASWAJA.
- Berdialog ilmiyah tentang ASWAJA.
- Pentingnya kaderisasi dengan pendidikan ASWAJA. Pendidikan yang tidak hanya diajarkan, tapi juga diimplementasikan, dibudayakan serta didisiplinkan.
Selain itu, kita juga mesti mempunyai sikap yang bijak dalam menanggapi bebasnya orang-orang mengkonsumsi dan menebar informasi di era kebenaran hanya ditentukan oleh mana yang lebih viral, kebohongan dan kebenaran menjadi begitu abu-abu. Serta ketika prinsip dasar jurnalistik telah diabaikan, Maka kita mesti lihai memilih informasi. Mana yang fakta dan mana yang fiktif (fitnah). Mana yang positif dan mana yang negatif. Sebagimana konsep yang dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 6:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ [الحجرات: 6]
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
Selain agar tidak menimbulkan konsekuensi efek berita yang negatif, pentingnya filterisasi informasi juga agar tidak membuat kita sebagian dari orang-orang yang disebut dalam surat an-Nur ayat 19:
إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ [النور: 19]
Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang Amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.
Lalu sebagai langkah perlawanan terhadap fitnah yang tumbuh subur dari media, kita juga harus pro-aktif dalam klarifikasi fitnah-fitnah atau berita hoax tersebut. Apalagi hal itu mengenai aqidah. Diam hanya akan membuat mereka merasa menang dalam perang media ini. Kita juga harus menebar kebenaran sebagai perlawanan terhadap kebohongan yang mereka tebarkan. Kita harus berusaha meluruskan opini dan persepsi masyarakat juga menyarankan kepada mereka untuk belajar atau mengorek informasi seputar agama, lebih-lebih perihal aqidah, dari sumber yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan validitasnya.
Nah, jauh dari itu semua tentang merajalelanya fitnah akhir-akhir ini, sebenarnya telah diperingatkan oleh Rosulullah SAW kepada umatnya berabad-abad lalu:
بَادِرُوْا بِالْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ، فَسَتَكُوْنُ فِتَنٌ كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِيْ كَافِرًا وَيُمْسِيْ مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيْعُ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا [رواه مسلم].
Dalam hadits itu, Rosulullah SAW menganalogikan fitnah tersebut seumpama malam mencekam. Kegelapan yang membuat seseorang bingung dalam membedakan mana yang haq dan mana yang bathil. Fitnah yang sangat berpotensi menghancurkan iman. Oleh karena itulah, (dalam hadits itu pula) Rosulullah SAW memerintahkan umatnya untuk bergegas melakukan amal shalih. Yaitu amal yang ditunaikan murni karena Allah SWT serta sesuai dengan apa yang diajarkan Rosulullah SAW. Dua hal itulah yang menjadi dasar amal shalih yang akan membentengi kita dari fitnah-fitnah tersebut. Sebab hanya dengan amal shalehlah aspek spiritual atau ukhrowi akan mendominasi hidup seseorang. Sangat berbeda sekali dengan orang-orang yang hidupnya berorientasi pada hubbu ad-Dunya (cinta dunia dengan berlebihan). Sehingga mereka rela menukar agama dengan dunia, meski hal itu dapat berkonsekuensi sangat negatif terhadap orang-orang awam. Itu disebabkan motivasi hidup mereka hanya berorientasi pada empat hal: kekayaan, kekuasaan, popularitas dan kecantikan. Sebab kesukaan yang over terhadap satu hal, cenderung membuat seseorang buta dan tuli terhadap hal lain, bahkan kebenaran sekalipun. Di bagian ini, sangat benar sekali sabda Nabi SAW bahwa hubbu ad-Dunya merupakan pangkal dari setiap keburukan:
حُبُّ الدُّنْيَا رَأْسُ كُلِّ خَطِيئَةٍ، وَحُبُّكَ الشَّيْءَ يُعْمِيْ أَوْ يُصِمُّ [رواه البيهقي].