Sangat disayangkan bagi kita kaum santri dan umat Islam yang memiliki iman yang kuat dengan adanya kontes miss universe (ratu kecantikan sedunia) yang diadakan di Indonesia tepatnya di Bali. Pementasan para wanita dengan mengumbar auratnya di depan umum sangat kontras dengan budaya keTimuran apalagi menurut agama kita. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang Barat bebas mengekspor adat budayanya ke Indonesia. Apakah kita hanya akan diam dengan kondisi seperti ini? Bagaimana langkah kita menghadapi inperialisme Barat terhadap budaya dan moral bangsa terlebih agama kita? Islam sangat ketat dalam memberi aturan kehidupan bagi kaum hawa dengan tanpa mendiskriminasikannya. Menutup aurat adalah aturan Allah dan tentunya semuanya ada hikmahnya bagi seluruh manusia.
Agama Islam sangat menjunjung etika dalam berpakaian dan pergaulan, semisal laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya dan bukan istrinya dilarang berkumpul bersandingan apalagi di tempat sepi. Jangan terkecoh dengan anggapan individu atau kelompok yang mengatakan laki-laki harus bergaul dengan perempuan karena dapat menjadikannya cepat dewasa. Andaikan hal ini diterapkan di pondok kita, bagaimana jadinya moral para santri? Apakah mereka tidak menengok peradaban barat seperti Amerika yang mengusung kebebasan dalam perzinahan bahkan tak sedikit penduduknya yang melakukan kawin sejenis (lesbian/gay) ternyata malah membuat pusing pemerintahnya dalam mengatur undang-undang. Belum lagi dampak penyakit menular seksual (PMS) yang kini menjadi ancaman serius di masyarakat Barat.
Ajari wanita muslimah untuk berjilbab dengan benar, yakni menutup aurat dengan tidak bermode yang macam-macam untuk menarik lawan jenis. Jangan menjadi wanita dalam sabda Nabi SAW, “Di masa akhir akan muncul wanita-wanita yang berpakaian namun mereka sebenarnya telanjang. Di atas kepala mereka seperti punuk unta yang panjang. Laknatilah mereka karena mereka orang-orang terlaknat,” (H.R. Thabrany). Maksud hadits tersebut adalah wanita yang berpakaian tapi menampakkan keindahan tubuhnya. A’adzana Allah min dzalik.
Memang benar bahwa pakaian tidak dapat menciptakan kepribadian seseorang. Tetapi dia dapat mendorong pemakainya berperilaku sesuai dengan cara model pakaiannya. Untuk itu Islam datang memberi ajaran pada pemeluknya. Jilbab pertama kali diwajibkan bagi kaum wanita merdeka karena untuk menjaga mereka agar tidak diganggu laki-laki. Kaum laki-laki hidung belang sering mengganggu budak wanita hingga wanita merdeka juga kena imbasnya karena keluar tidak memakai jilbab. Allah Ta’ala berfirman,
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dari sini dapat dibaca unsur kewajiban memakai jilbab adalah langkah preventif guna perlindungan perempuan, tidak seperti pengusung persamaan gender yang mengatakan jibab adalah diskriminasi bagi perempuan.
Lalu kenapa para budak tidak diikutkan serta dalam kewajiban berjilbab tatkala ayat jilbab pertama kali turun? Hal ini karena masyarakat Arab zaman dahulu cenderung menganggap rendah seorang budak. Budak di masa itu identik dengan predikat manusia kotor, kriminalis, dan bersifat negatif lainnya. Di sisi lain, kehormatan dan harga diri adalah nomor satu bagi orang Arab merdeka. Laki-laki iseng tadi berani menggoda para budak wanita karena menganggap mereka layak digoda, namun mereka sering salah sasaran sehingga menimpa wanita merdeka. Seandainya ini terus dibiarkan maka akan terjadi pengkaburan antara wanita merdeka dan para budak yang menyebabkan keresahan dan gangguan semakin marak, sehingga kewajiban memakai jilbab datang untuk menanggulanginya. Hal ini bukan merupakan diskriminasi terhadap para budak karena para laki-laki segan untuk mengganggu wanita merdeka ketika identitas kemerdekaan mereka bisa diketahui dengan berjilbab. Seperti itulah tujuan ayat ini diturunkan. Memang Islam tidak ingin membedakan antara budak dan wanita merdeka, tapi kemaslahatan menjaga kehormatan harus diprioritaskan.
Selanjutnya, agar lebih jelas kami tuturkan batasan-batasan aurat menurut madzhab Syafi’i;
a. Aurat didalam shalat
-
- Aurat seorang laki-laki didalam shalat adalah anggota badan di antara pusar dan lutut. Keduanya tidak aurat berbeda dengan pandangan sebagian ashabussyafi’i yang mengatakan sebaliknya. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah S.a.w. Yang diriwayatkan shahabat Abu Said Alkhudri,
” عَوْرَةُ الرَّجُلِ مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ “
Meski tidak aurat, menurut Syafi’ iyyah sebagian pusar (bagian bawah) dan lutut (bagian atas) guna memastikan bahwa anggota yang merupakan aurat telah benar-benar tertutup, bertendensi kaidah fiqh:
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
Sesuatu yang kewajiban tidak bisa sempurna tanpanya maka hal tersebut juga wajib hukumnya.
-
- Aurat perempuan merdeka adalah semua anggota badannya selain wajah dan telapak tangan. Berdasarkan ayat,
و
َلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا (النور:31)
Pengecualian anggota yang tampak dalam larangan membuka perhiasan dalam ayat diatas oleh Ibnu Abbas ditafsiri wajah dan kedua telapak tangan. Pendapat beliau ini implementasi dari larangan Rasulullah SAW. untuk memakai kaos tangan dan cadar kepada wanita yang sedang ihram.
-
- Aurat budak perempuan ada dua pendapat. Pertama, seluruh anggota badannya kecuali organ-organ yang berputar yaitu kepala dan lengan tangan, karena keduanya butuh dibuka berbeda anggota lainnya. Kedua, sama dengan aurat laki-laki (anggota badan diantara pusar dan lutut).
Untuk aurat orang laki-laki (baik merdeka, budak atau anak kecil) ada yang mengatakan auratnya adalah qubul dan dubur, seperti yang diceritakan Ar Rafi’i dari Al Isthakhri namun pendapat ini syadz dan munkar. Jangan dipakai lho!! `En jika masih punya malu.
Catatan: pakaian yang digunakan harus bisa menutup warna kulit.
b. Aurat diluar shalat
1. Aurat ketika sendirian
- Auratnya laki-laki adalah kedua kemaluan (qubul dan dubur).
- Auratnya perempuan adalah antara pusar dan lutut.
- Untuk hamba sahaya berbeda pendapat antara ulama’ syafi’iyah,
Ibn Hajar al-Haitami mengatakan sama dengan auratnya laki-laki.
Ar-Ramly mengatakan sama dengan wanita merdeka.
Fungsi menutup aurat dikala sendirian adalah sebagai bukti ta’adub (tata krama) kepada sang khalik, kata Khatib as-Syirbiny.
Catatan: aturan diatas tadi jika tidak mandi atau hajat lainnya untuk membukanya.
2. Aurat di hadapan sesama jenis
Untuk semuanya sama dengan batas dalam shalat.
3. Aurat wanita muslimah di depan wanita dzimmiyah
Menurut pendapat yang kuat seluruh badannya adalah aurat didepan wanita dzimmiyah. Pendapat lemah mengatakan anggota yang tampak ketika melakukan pekerjaan (rumah tangga).
4. Aurat sepasang suami istri
Semua anggota badan mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki halal dilihat. Tapi awas!! Makruh hukumnya melihat kemaluannya.
5. Aurat dihadapan mahram
Aurat seorang wanita dihadapan mahramya adalah antara pusar dan lutut. Tapi ingat !! jika melihatnya dengan syahwat tidak boleh.
6. Aurat perempuan di hadapan laki-laki bukan suami atau mahram dan sebaliknya.
Auratnya adalah adalah seluruh anggota tubuh tanpa kecuali. Artinya kita (kaum laki-laki) tidak boleh melihat perempuan ajnabiyah dan sebaliknya. Ar-Rafi’i berpendapat, aurat laki-laki didepan wanita ajnabiyah adalah anggota tubuh selain pusar dan lutut bila tidak khawatir timbul fitnah. Mengenai lutut dan pusar menurut ar-Ramly dan asy-Syirbiny bukan termasuk aurat, sedang menurut Ibn Hajar termasuk aurat.
Catatan: seorang laki-laki boleh melihat calan istrinya dalam prosesi khitbah (melamar), bagian tubuh yang boleh dilihat yaitu wajah dan telapak tangan.
7. Aurat dalam dunia medis
Ketika proses pengobatan dokter boleh melihat anggota tubuh pasiennya dengan syarat-syarat,
– Melihat anggota tubuh pasien hanya sebatas kebutuhannya.
– Dokter satu jenis dengan pasiennya. Bila tidak ditemukan, pasien wanita harus didampingi suami, mahram atau wanita yang dapat dipercaya
– Mendahulukan dokter yang beragama islam. Namun jika ada dokter laki-laki muslim dan dokter wanita kafir untuk mengobati pasien perempuan maka didahulukan dokter wanita tadi.
– Ditangani dokter yang dapat dipercaya.
– Tidak menimbulkan fitnah
– Ada kebutuhan ketika melihat telapak tangan. Untuk anggota selainnya dan selain dua kemaluan kebutuhan tersebut sudah mencapai batas perkara yang memperbolehkan tayammum.
– Untuk melihat dua kemaluan disyaratkan sudah demikian mendesak yakni dengan tidak merusak kehormatan si pasien jika membuka “area” tersebut.
8. Aurat dalam proses hukum
Prosesi ada’ (proses memberikan persaksian di pengadilan) dan tahammul (proses melihat kejadian perkara untuk memberikan kesaksian di depan hakim) seorang saksi diperbolehkan melihat bagian dari tubuh seseorang. Contoh tahammul, seorang saksi melihat kemaluan untuk hukum perzinaan dan kelahiran seorang anak, melihat puting susu untuk persaksian radla’. Contoh ada’, seorang saksi melihat wajah dalam persidangan untuk memastikan terdakwa atau pelapor.
9. Aurat dalam interaksi sosial (mu’amalah) dan ta’lim (proses belajar mengajar)
Dalam muamalah dan proses belajar mengajar lawan jenis boleh melihat wajah dikarenakan dharurat. Toleransi tadi dalam semua muamalah berlaku jika tidak berpotensi menimbulkan fitnah dan terlepas dari motivasi syahwat.
Untuk toleransi dalam dunia belajar mengajar jika sudah tidak ada mahram atau orang sejenis yang mampu mengajar, tidak mungkin dilaksanakan tanpa melihat wajah, dan terdapat hal-hal yang menafikan khalwat. Ibn Hajar berkata, toleransi tersebut berlaku untuk mengajarkan hal yang wajib seperti fatihah. Sedang ar-Ramly mengatakan lain, toleransi juga berlaku untuk mengajarkan yang tidak termasuk kewajiban.
Terakhir apakah ajaran Islam merupakan nativisasi budaya Arab seperti kewajiban berjilbab? Tentunya tidak, karena inti ajaran islam adalah mengajarkan akhlak yang terpuji. Maksudnya jika ada suatu adat sudah baik maka Rasulullah menetapkan adat tersebut atas wahyu-Nya, sesuai misi diutusnya Rasul yaitu;
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang terpuji.
Apakah pantas peraturan-peraturan yang dibuat Allah ditentang lalu berani menampakkan kemaksiatan dengan mengeksposnya di muka umum. Apakah mereka tidak merasa jijik dan kotor waktu mengumbar auratnya? Manakah yang lebih baik, syariat islam dengan berjilbab dan menutupi aurat ataukah peradaban Barat dengan mengumbarnya bagai hewan yang tak punya akal dan tak punya malu? Apakah hal ini pantas bagi manusia yang punya akal untuk berpikir dan takut dengan laknat Allah? Allahu Akbar.