Maksud dari sanjungan yang terkesan berlebihan -yang masih sesuai batas normal- adalah tindakan terpuji. Seandainya maksud hadits di atas tidak demikian, tentu saja melahirkan arti larangan dalam memuji dan menyanjung beliau SAW secara mutlak. Orang islam paling bodoh pun tidak akan pernah mengucapkan hal ini.
Memuliakan Orang Yang Dimuliakan Allah
Sudah menjadi kewajiban bagi kita memuliakan orang yang dimuliakan oleh Allah SWT. Suatu kewajiban bagi kita juga untuk tidak menyematkan sifat-sifat ketuhanan kepada orang-orang yang dimuliakan oleh Allah.
Semoga Allah senantiasa mengucurkan rahmat-Nya kepada Imam Al-Bushiri sang penggubah syair Burdah, pada salah satu penggalan syairnya yang berbunyi;
دَعْ مَا ادَّعَتْهُ النَّصَارَى فِيْ نَبِيِّهِمِ : : وَاحْكُمْ بِمَا شِئْتَ مَدْحًا فِيْهِ وَاحْتَكِمِ
“Jauhi klaim Nasrani akan Nabi mereka
Sanjunglah beliau SAW sesukamu dengan bahasa yang baik”
Maka pujian dan sanjungan kepada Rasulullah SAW yang tidak berlebihan hingga sampai ke taraf pengkultusan bukanlah sebuah tindakan kufur dan syirik. Justru tindakan seperti ini adalah ibadah dan bentuk ketaatan yang paling agung.
Demikian pula, kita wajib memulikan para nabi, rasul, malaikat, shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang sholih seperti halnya Allah memuliakan mereka tanpa menyertakan unsur pengkultusan. Allah SWT berfirman;
ذَٰلِكَۖ وَمَن يُعَظِّمْ حُرُمَٰتِ ٱللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ عِندَ رَبِّهِۦ
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya.” {Al-Hajj: 30}
ذَٰلِكَۖ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى ٱلْقُلُوبِ
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” {Al-Hajj: 32}