Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat Iman dan Islam. Segala sembah sujud syukur kita haturkan ke hadirat-Nya yang telah mempertemukan kita pada bulan yang di dalam Al-Quran Allah sebut sebagai bulan yang mulia. Yakni bulan Muharram.
Kini, umat Islam di seluruh dunia sudah menutup lembaran yang telah lewat dan membuka lembaran yang baru. Tahun baru Hijriah sudah datang. Bulan Muharram sudah kita jalani. Banyak anjuran dan amalan yang bisa dilakukan di bulan Muharram yang bernilai pahala. Salah satunya adalah melakukan amal ibadah puasa di awal bulan Muharram.
عَنِ ابْنِ عَبَّاس مَرْفُوعًا:مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ وَأَوَّلَ يَوْمٍ مِنَ الْمُحَرَّمِ فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَافْتَتَحَ السَّنَةَ الْمُسْتَقْبَلَةَ بِصَوْمٍ جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَارَةً خَمْسِينَ سَنَةً
Artinya, “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA dengan status hadis marfu’. “Orang yang puasa di hari terakhir bulan Dzulhijjah dan hari pertama bulan Muharram maka sungguh ia telah mengakhiri tahun yang telah lewat dan mengawali tahun yang datang dengan puasa, di mana puasa itu Allah jadikan untuknya sebagai pelebur (dosa) 50 tahun”.
Sejarah Puasa Tasu’a dan Asyura dalam Islam
Dalam tradisi kaum Yahudi, puasa Asyura yang dilakukan pada hari ke-10 Tishri atau 10 Muharram merupakan bentuk syukur atas kemenangan Nabi Musa dan Bani Israel dari musuhnya, Fir’aun dan kelompoknya.
Adapun puasa Asyura dalam perjalanan sejarah Islam berkaitan dengan kejadian tersebut. Yakni saat Nabi Muhammad pertama kali hijrah ke Madinah. Beliau mendapati kaum Yahudi yang merayakan hari ke-10 Tishri. Nabi Muhammad pun bertanya tentang puasa mereka,
“Ini adalah hari yang baik bagi kami. Ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan Bani Israel dari gempuran musuh-musuh mereka. Karena itu, sebagai ungkapan rasa syukur, Musa AS berpuasa pada hari ini.” Jawab kaum Yahudi.
Nabi Muhammad menjawab hal itu, “Kami lebih layak mengikuti jejak langkah Musa AS.”