Tawassul Dengan Jejak-Jejak Peninggalan Nabi SAW
Adalah sebuah kenyataan bahwa para sahabat memohon berkah dengan peninggalan-peninggalan beliau Nabi SAW. Memohon berkah ini tidak ada lain kecuali memberikan satu pengertian. Yakni bertawassul dengan jejak-jejak peninggalan beliau kepada Allah SWT, sebab tawassul pelaksanaanya bisa dengan beragam cara bukan cuma satu.
Apakah kamu kira para sahabat hanya bertawassul dengan jejak-jejak peninggalan beliau, tidak dengan sosok beliau sendiri ? lalu Apakah logis jika cabang bisa dijadikan obyek tawassul tapi yang pokok tidak ? dan Apakah logis, jika jejak peninggalan beliau yang kemuliaannya disebabkan pemiliknya, Nabi SAW bisa dijadikan obyek tawassul, kemudian ada seseorang berkata, “Sesungguhnya beliau SAW tidak bisa dijadikan obyek tawassul.” Subhaanaka Haadzaa Buhtaanun ‘Adhiim.
Nash-nash menyangkut tema ini sangatlah banyak jumlahnya. Namun kami hanya akan menyebut nash yang paling populer. Amirul Mu’minin Umar ibn al-Khaththab sangat berambisi untuk dimakamkan di samping makam Rasulullah. Saat ajalnya menjelang tiba, ia mengutus anaknya, Abdullah untuk meminta izin kepada Sayyidah ‘Aisyah agar bisa di kubur di samping makam beliau SAW. Kebetulan Sayyidah ‘Aisyah menyatakan keinginan yang sama. “Dulu saya ingin tempat itu menjadi kuburanku, dan saya akan memprioritaskan Umar untuk menempatinya,” kata Sayyidah ‘Aisyah. Abdullah pun pulang memberi kabar suka cita yang besar kepada ayahnya. “Alhamdulillah, tidak ada sesuatu yang lebih penting melebihi hal itu,” ucap Sayyidina Umar. Kisah ini secara detail bisa melihat di kitab Shahih al-Bukhari. Lalu apa arti keinginan besar dari Sayyidina ‘Umar dan Sayyidah ‘Aisyah?.


