Sudah selayaknya sebagai umat islam mengetahui tentang sejarah awal mula penggunaan atau penetapan tahun hijriyyah dan bulan dalam kalender hijriyyah yang menjadi acuan dalam hukum-hukum islam. Dan merupakan moment yang sangat pas sebagai salah satu wujud menyambut pergantian tahun baru hijriyyah. Karena pada saat ini kita berada pada penghujung bulan yaitu bulan dzulhijjah 1436 H. atau bulan ke-12 dalam kalender hijriyyah. Yang berarti tidak lama lagi akan menuju pergantian tahun.

""

Kalender hijriyah adalah kalender yang harus diketahui oleh ummat islam karena digunakan sebagai acuan dalam hukum-hukum Islam. Seperti haji, puasa, haul zakat, ‘iddah thalaq, usia baligh dan lain sebagainya. Dengan menjadikan hilal sebagai acuan awal bulan. Sebagaimana disinggung dalam firman Allah ta’ala :

يسأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ َ

“Orang-orang bertanya kepadamu tentang hilal. Wahai Muhammad katakanlah: “Hilal itu adalah tanda waktu untuk kepentingan manusia dan ibadah haji.”(QS. Al-Baqarah: 189).

Sebelum penanggalan hijriyah ditetapkan, masyarakat Arab dahulu menjadikan peristiwa-peristiwa besar sebagai acuan tahun. Tahun renovasi Ka’bah misalnya, karena pada tahun tersebut, Ka’bah direnovasi ulang akibat banjir. Tahun fijar, karena saat itu terjadi perang fijar. Tahun fiil (gajah), karena saat itu terjadi penyerbuan Ka’bah oleh pasukan bergajah. Oleh karena itu kita mengenal tahun kelahiran Rasulullah saw dengan istilah tahun fiil/tahun gajah. Terkadang mereka juga menggunakan tahun kematian seorang tokoh sebagai patokan, misal 7 tahun sepeninggal Ka’ab bin Lu’ai.” adapun untuk acuan bulan, mereka menggunakan sistem bulan qomariyah (penetapan awal bulan berdasarkan fase-fase bulan)

Sistem penanggalan seperti ini berlanjut sampai ke masa Rasulullah saw dan khalifah Abu Bakr Ash-Sidiq radhiyallahu ’anhu. Barulah di masa khalifah Umar bin Khatab radhiyallahu ’anhu, ditetapkan kalender hijriyah yang menjadi pedoman penanggalan bagi ummat islam.

Penetapan Patokan Tahun

Dalam musyawarah Khalifah Umar bin Khatab beserta para sahabat, muncul beberapa usulan mengenai patokan awal tahun. Ada yang mengusulkan penanggalan dimulai dari tahun diutusnya Nabi shallallahu ’alaihi wasallam. Sebagian lagi mengusulkan agar penanggalan dibuat sesuai dengan kalender Romawi, yang mana mereka memulai hitungan penanggalan dari masa raja Iskandar (Alexander). Yang lain mengusulkan, dimulai dari tahun hijrahnya Nabi shallallahu ’alaihi wasallam ke kota Madinah. Usulan ini disampaikan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib karromallahu wajhah. Namun Khalifah Umar bin Khatab radhiyallahu ’anhu ternyata condong kepada usulan ke dua ini dengan mengutarakan alasan :

الهجرة فرقت بين الحق والباطل فأرخوا بها

”Peristiwa Hijrah menjadi pemisah antara yang benar dan yang batil. Jadikanlah ia sebagai patokan penanggalan.” Kata Umar bin Khatab radhiyallahu ’anhu mengutarakan alasan.

Akhirnya para sahabatpun sepakat untuk menjadikan peristiwa hijrah sebagai acuan tahun. sebagaimana firman Allah ta’ala,

لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيه َ

“Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. (QS. At-Taubah:108).

Para sahabatpun memahami makna “sejak hari pertama” dalam ayat, adalah hari pertama kedatangan hijrahnya Nabi. Sehingga moment tersebut pantas dijadikan acuan awal tahun kalender hijriyah.

Al Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah dalam Fathul Bari menyatakan,

وأفاد السهيلي أن الصحابة أخذوا التاريخ بالهجرة من قوله تعالى لمسجد أسس على التقوى من أول يوم لأنه من المعلوم أنه ليس أول الأيام مطلقا فتعين أنه أضيف إلى شيء مضمر وهو أول الزمن الذي عز فيه الإسلام وعبد فيه النبي صلى الله عليه و سلم ربه آمنا وابتدأ بناء المسجد فوافق رأي الصحابة ابتداء التاريخ من ذلك اليوم وفهمنا من فعلهم أن قوله تعالى من أول يوم أنه أول أيام التاريخ الإسلامي كذا قال والمتبادر أن معنى قوله من أول يوم أي دخل فيه النبي صلى الله عليه و سلم وأصحابه المدينة والله أعلم. فتح الباري – ابن حجر (7/ 268)

” Pelajaran dari As-Suhaili: para sahabat sepakat menjadikan peristiwa hijrah sebagai patokan penanggalan, karena merujuk kepada firman Allah ta’ala,

لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيه

َ

“Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya.” (QS. At-Taubah: 108)

Sudah suatu hal yang maklum; maksud hari pertama (dalam ayat ini) bukan berarti tak menunjuk pada hari tertentu. Nampak jelas ia dinisbatkan pada sesuatu yang tidak tersebut dalam ayat. Yaitu hari pertama kemuliaan islam. Hari pertama Nabi shallallahu’alaihiwasallam bisa menyembah Rabnya dengan rasa aman. Hari pertama dibangunnya masjid (red. masjid pertama dalam peradaban Islam, yaitu masjid Quba). Karena alasan inilah, para sahabat sepakat untuk menjadikan hari tersebut sebagai patokan penanggalan.

BACA JUGA :  KIPRAH ULAMA DALAM KEMERDEKAAN BANGSA INDONESIA

Dari keputusan para sahabat tersebut, kita bisa memahami, maksud “sejak hari pertama” (dalam ayat) adalah, hari pertama dimulainya penanggalan umat Islam. Demikian kata beliau. Dan telah diketahui bahwa makna firman Allah ta’ala: min awwali yaumin (sejak hari pertama) adalah, hari pertama masuknya Nabi shallallahu’alaihiwasallam dan para sahabatnya ke Madinah. WAllahu a’lam. ” (Fathul Bari, 7/268)

Sebenarnya ada opsi-opsi lain mengenai acuan tahun, yaitu tahun kelahiran atau wafatnya Nabi shallallahu’alaihiwasallam. Namun mengapa dua opsi ini tidak dipilih? Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan alasannya,

ويمكن أن يؤرخ بها أربعة مولده ومبعثه وهجرته ووفاته فرجح عندهم جعلها من الهجرة لأن المولد والمبعث لا يخلو واحد منهما من النزاع في تعيين السنة وأما وقت الوفاة فأعرضوا عنه لما توقع بذكره من الأسف عليه فانحصر في الهجرةفانحصر في الهجرة. فتح الباري – ابن حجر (7/ 268)

“ِAda empat opsi untuk membuat acuan tahun yaitu : kelahiran nabi, diutusnya nabi, hijrah nabi, dan wafatnya nabi namun para ulama’ lebih memilih hijrahnya nabi sebagai acuan karena tahun kelahiran dan tahun diutusnya beliau menjadi Nabi, belum diketahui secara pasti. Adapun tahun wafat beliau, para sahabat tidak memilihnya karena akan menyebabkan kesedihan manakala teringat tahun itu. Oleh karena itu ditetapkan peristiwa hijrah sebagai acuan tahun.” (Fathul Bari, 7/268)

Alasan lain mengapa tidak menjadikan tahun kelahiran Nabi saw sebagai acuan; karena dalam hal tersebut terdapat unsur menyerupai kalender Nashrani. Yang mana mereka menjadikan tahun kelahiran Nabi Isa sebagai acuan.

Dan tidak menjadikan tahun wafatnya Nabi saw sebagai acuan, karena dalam hal tersebut terdapat unsur tasyabuh dengan orang Persia (majusi). Mereka menjadikan tahun kematian raja mereka sebagai acuan penanggalan.

Penentuan Bulan

Perbincangan berlanjut seputar penentuan awal bulan kalender hijriyah. Sebagian sahabat mengusulkan bulan Ramadhan. Sahabat Umar bin Khatab dan Ustman bin Affan mengusulkan bulan Muharram.

بل بالمحرم فإنه منصرف الناس من حجهم

“Sebaiknya dimulai bulan Muharam. Karena pada bulan itu orang-orang usai melakukan ibadah haji.” Kata Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu. Akhirnya para sahabat pun sepakat.

Alasan lain dipilihnya bulan muharam sebagai awal bulan diutarakan oleh Ibnu Hajar rahimahullah,

لأن ابتداء العزم على الهجرة كان في المحرم إذ البيعة وقعت في أثناء ذي الحجة وهي مقدمة الهجرة فكان أول هلال استهل بعد البيعة والعزم على الهجرة هلال المحرم فناسب أن يجعل مبتدأ وهذا أقوى ما وقفت عليه من مناسبة الابتداء بالمحرم. فتح الباري – ابن حجر (7/ 268)

“Karena tekad untuk melakukan hijrah terjadi pada bulan muharam. Dimana baiat terjadi di pertengahan bulan Dzulhijah (bulan sebelum muharom), Dari peristiwa baiat itulah awal mula hijrah. Bisa dikatakan hilal pertama setelah peristiwa bai’at adalah hilal bulan muharam, serta tekad untuk berhijrah juga terjadi pada hilal bulan muharam (red. awal bulan muharam). Karena inilah muharam layak dijadikan awal bulan. Ini alasan paling kuat mengapa dipilih bulan muharam.” (Fathul Bari, 7/268)

""

Dari musyawarah tersebut, ditentukanlah sistem penanggalan untuk kaum muslimin, yang berlaku hingga hari ini. Dengan menjadikan peristiwa hijrah sebagai acuan tahun dan bulan muharam sebagai awal bulan. Oleh karena itu kalender ini populer dengan istilah kalender hijriyah.

Ada beberapa pelajaran yang bisa kita petik dari kisah penanggalan hijriyah di atas:

1. Kalender hijriyah ditetapkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para sahabat. Dan kita tahu bahwa ijma’ merupakan dalil qot’i yang diakui dalam Islam.

2. Para sahabat menjadikan kalender hijriyah sebagai acuan penanggalan dalam segala urusan kehidupan mereka; baik urusan ibadah maupun dunia. Sehingga memisahkan penggunaan kalender hijriyah, antara urusan ibadah dan urusan dunia, adalah tindakan yang menyelisihi konsesus para sahabat. Dan sudah seyogyanya bagi ummat islam, menjadikan kalender hijriyah tidak hanya sebagai acuan dalam beribadah namun juga penanggalan dalam kesehariannya.

3. Kalender hijriyah merupakan syi’ar Islam, yang menbedakannya dengan agama-agama lainnya.

Sumber :

– Kitab Fathul Bari Ibnu Hajar

– https://muslim.or.id/22962-sejarah-penetapan-penanggalan-tahun- hijriyah.html

Artikulli paraprakHUKUM JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) YANG DISELENGGARAKAN OLEH BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)
Artikulli tjetërMemperoleh Ilmu Isyarah Melalui Penghayatan Ayat Al-Qur’an

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini