Merebahkan tubuh di atas kasur memang nikmat, apalagi kasur yang kita tempati itu sangat empuk, dengan ditemani bantal-bantal empuk lainnya. Hmm, rasanya kenikmatan itu tidak bisa dirasakan sepenuhnya ketika otak ini tidak mau diajak rebahan juga. Sekujur tubuh ini pun belum bisa tenang manakala masih ada yang mengganjal dalam pikiran. Seakan berkata, apa lagi yang harus kulakukan dengan menulis.

""

Rasanya masih saja ada yang kurang sempurna dalam hidup, ketika belum menumpahkan segala uneg-uneg yang tersimpan. Yaa..setidaknya kepuasan bisa di dapat walau hanya sekedar menulis. Apapun tulisannya.

Memang tidak mudah bagi sebagian bahkan kebanyakan orang untuk hanya sekedar menulis apa yang ada di dalam pikirannya, mereka masih menganggap bahwa tulisan itu tidak lebih dari sekedar hitam di atas putih. Yang ketika ditulis, dibaca, lalu disimpan begitu saja tanpa mengingatnya kembali.

That’s right, sah-sah saja ketika ada anggapan seperti itu. Namun bagi pribadi saya sendiri, menulis bukanlah sekedar membubuhkan goresan-goresan tinta diatas secarik kertas maupun huruf-huruf mati yang terangkai rapi dengan susunannya di layar monitor laptop, tapi tulisan itu sendiri merupakan sebuah senyawa hidup yang dapat “menghidupkan” mata, pikiran dan juga hati si pembaca.

Mungkin sekilas seseorang yang sedang melihat orang lain membaca buku, tak ayal ia merupakan sebuah patung yang hanya memandangi tulisan-tulisan yang begitu banyak, dan sulit untuk dimengerti bahkan. Tapi percayalah, bahwa mereka sebenarnya dia tidak mau diam begitu saja dengan membaca, namun dampak tulisan itu membawa si pembaca untuk lebih tidak diam saja. Pikirannya berselancar menyelami isi buku, hatinya pun tidak melulu berkutat dengan satu informasi saja yang dibawa oleh si otak, tapi terus mengikuti alur pikiran yang menampung berbagai informasi atau kandungan dari buku.

BACA JUGA :  Meneladani Sepuluh Muharam

Praktis, tulisan juga merupakan salah satu “penyihir” ulung, dimana seseorang yang telah terperangkap di dalamnya, seolah tidak menggubris apapun yang ada di sekitarnya.

""

Coba saja kita lihat para penulis-penulis buku ternama, meliputi tulisan fiksi maupun non fiksinya, berapa ribu bahkan jutaan orang saja yang ingin membeli buku mereka karena ingin membaca buku-buku karangan mereka. Nah, belum mebaca saja sudah tersihir, apalagi jika sudah terpaku membaca tulisan demi tulisan yang ada di dalamnya.

Pengaruh dari tulisan, tidak terlepas dari dari kekayaan bahasa sang penulis, materi bahasan dalam tulisan,pengaruh lingkungan maupun kondisi hati pada saat si penulis tadi sedang menulis. So, memang tidak mudah membuat suatu tulisan yang berkualitas. Banyak sekali ulama-ulama islam kaliber dunia yang tidak kalah hebat dalam menulis. Kemampuan mereka dalam menulis berjilid-jilid kitab atau bukutidak terlepas dengan adanyapengaruh-pengaruh yang tadi telah disebutkan.

Tapi ga usah minder dulu sob. Itu merupakan tuntutan yang kesekian. Tanpa menafikan hal tersebut, yang terpenting kita punya keberanian untuk menulis. Apapun tulisanmu. Seringnya kita menulis, menjadi pembiasaan yang bisa dikatakan hal yang baik. Karena bagaimanapun, tulisan bisa menjadi sebuah bahasa kedua kita dalam berinteraksi setelah berbicara dengan lisan. Jika sudah seperti itu, kebaikan kita dalam berkomunikasi berucap maupun menulis bisa juga membantu orang lain dalam memperoleh suatu informasi yang belum di ketahuinya.

So, budaya menulis itu baik kok…

Artikulli paraprakHujjah PBNU yang Memperbolehkan Lokalisasi Dimentahkan Tim Bahstul Masail Al-Anwar
Artikulli tjetërJika Dirimu Sedang Senang dan Susah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini