Ta’dzim Habaib Bani Alawi
Berdasar pada penelitian mendalam oleh Lajnah Tarbiah wa at-Tastqif PP al-Anwar, dihimbau dengan sangat bagi seluruh santri, alumni, maupun muhibbin untuk tidak turut serta dalam upaya menyebarkan keraguan-keraguan akan kesahihan nasab Bani Alawi sebagai keturunan baginda Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut setidaknya pada 6 alasan utama:
-
Tidak ada bukti satupun Ulama’ yang menyaratkan bukti sezaman untuk ketetapan nasab seseorang.
Penyaratan bukti sezaman hanya berdasar keangkuhan pribadi tanpa dasar metodologis yang riil. Adapun penelitian ilmiah terhadap bukti-bukti sezaman sangat perlu untuk didukung dan diapresiasi sebagai penguat ketetapan nasab Bani Alawi.
-
Melanjutkan manhaj taslim dan percaya pada Para Ulama’.
Cukuplah Imam Ibnu Hajar al-Haitami, Imam al-Janadi, Imam al-Khirid, Sayyid as-Samarqandi, Imam as-Sakhawi, Sayyid Bakri Syatha, serta Sayyid Murtadla Az-Zabidi yang secara sharih mengakui kesahihan nasab Bani Alawi sebagai keturunan Baginda Nabi Muhammad SAW. Tidak sepantasnya kita mendahulukan keangkuhan dengan memilih untuk tidak mempercayai catatan para Ulama’ tersebut hanya berdasar syarat yang dibuat-buat sebagaimana poin pertama. Ditambah lagi penghormatan kepada habaib Bani Alawi telah dicontohkan oleh Ulama’-Ulama’ ASWAJA kita terdahulu seperti Syaikh Yusuf an-Nabhani, Syaikh Nawawi Banten, Kiyai Kholil Bangkalan, Hadlratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, Kiyai Hamid Pasuruan, Kiyai Hasan Genggong dan lain sebagainya.
-
Meyakini bahwa tidak disebut bukan berarti menafikan.
Beberapa tulisan kuno yang tidak menyebutkan nama-nama leluhur Bani Alawi sebagai keturunan baginda Nabi SAW tidak bisa diartikan menafikan kesahihan nasab mereka.
عدم ذكر الشيء لا يدل على عدم وقوعه
Tidak menyebut sesuatu bukan berarti tidak ada (dinafikan)
ذكر العدد لا ينفي الزائد
(tidak disebutkannya Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir tidak berrarti menafikannnya sebagai putra Ahmad al-Muhajir).
Tidak pernah ada satupun bukti kalangan keluarga Bani Alawi yang menafikan nasab mereka. Tidak ada satupun dari kalangan Bani Bishri dan Bani Jadid yang menafikan kesahihan Sayyid Alawi sebagai putra Ubaidillah. Begitu pula tidak ada satupun kalangan Bani Ahdal maupun Bani Qudaim/Ruqaim sebagai kerabat Jauh Ahmad al-Muhajir yang menafikan kesahihan nasab Ubaidillah bin Ahmad al-Abah.
-
Meneladani sikap Masyayikh dan Ulama’ terdahulu.
Sudah merupakan hal yang maklum secara pasti bahwa Syaikhina Maimun Zubair dan seluruh Masyaikh sarang terdahulu seperti Mbah Ahmad, Mbah Imam dan Mbah Zubair menjunjung tinggi rasa hormat dan ta’dzim kepada kalangan sadah Bani Alawi. Sudah sepantasnya sebagai santri, harus mengikuti jejak dan teladan para guru demi keberkahan ilmu. Sikap-sikap yang menyebarkan keraguan akan kesahihan nasab Bani Alawi jelas sangat mengecewakan dan jauh berbeda dari manhaj Masyaikh Sarang terutama Syaikhina Maimoen Zubair.
-
Meragukan nasab Bani Alawi adalah sikap yang suul adab.
Sebagai pribadi didikan pesantren, sudah sepantasnya kita mandahulukan adab dan akhlak yang baik. Menyebar keraguan tentang nasab Bani Alawi adalah tindakan yang mencermikan su’ul adab kepada banyak tokoh-tokoh besar dan alim di kalangan Bani Alawi. Seperti Sayyid Abdullah al-Haddad, Sayyid Abdurrohman bin Ubaidillah Assegaf (penulis kitab al-istizadah min akhbari as-sadah), Sayyid Abdurrahman al-Masyhur (penulis Bughyah al-Mustarsyidin), Sayyid Ubaidillah Balfaqih, Sayyid Ali bin Abi Bakr al-Sakran, Sayyid Abi Bakr al-Idrus Habib Ali bin Husain al-Attas Bungur, Habib Husain bin Abu Bakar al-Idrus Luar Batang, Habib Ali al-Habsyi Kwitang, Habib Alwi bin Muhammad al-Haddad Bogor, Habib Abdullah bin Muhsin al-Attas Empang Bogor, Habib Sholeh Tanggul dan masih banyak lagi.
-
Tidak terjebak dalam upaya-upaya politis di balik isu ini.
Patut adanya kewaspadaan bahwa gerakan menyebar keraguan terhadap para Habaib dapat ditunggangi kekuatan-kekuatan politik tertentu. Seluruh santri al-Anwar 1 wajib untuk menghindar dari keterlibatan upaya-upaya tersebut agar tidak terjebak dalam kepentingan politik praktis yang menunggangi upaya-upaya ini.
Di luar dari pada itu, sangat dianjurkan bagi seluruh elemen untuk membaca ratib al-Haddad diniatkan untuk menjaga diri, menjaga pesantren-pesantren, ataupun menjaga negeri kita, lebih-lebih menjaga saudara kita di Palestina. Ratib al-Haddad merupakan kumpulan awrad karya Sayyid Abdullah al-Haddad dimana di dalamnya terdapat banyak sekali wirid yang bersumber dari baginda Nabi Muhammad SAW, dan sesuai dengan akidah ahlussunnah wal Jama’ah. Salah satunya adalah kalimat:
الخَيْرُ وَالشَّرُّ بِمَشِيْئَةِ اللهِ
Demikian pernyataan ini kami buat untuk menjadi perhatian para Santri, Alumi dan Muhibbin PP al-Anwar 1. Diharapkan bagi semua pihak untuk mengamalkannya dengan sepenuh hati sebagai bukti bakti terhadap manhaj dan uswah dari para Masyayikh.
Klik link di bawah untuk mendownload PDF Ta’dzim Habaib Bani Alawi: