Tawassul kita kepada Nabi Muhammad Saw juga merupakan bentuk ungkapan cinta kepada beliau. Lalu, Apakah Tawassul itu? Tawassul adalah cara kita berdoa kepada Allah agar Allah Swt mengkabulkan doa kita. Tawassul kita kepada Nabi Muhammad S.A.W yaitu dengan cara kita menyebut nama beliau ketika berdoa.
Kalau diibaratkan tawassul itu seperti bagian dari salah satu pintu dari pintu-pintu untuk menghadap Allah Swt supaya doa kita maqbul dan diijabahi.
Allah S.W.T berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan”. QS. Al Maidah : 35
Sudah sepantasnya jika kita sebagai umat Nabi Muhammad berwasilah kepada beliau karena beliaulah yang telah menerangi kehidupan kita di bawah sinar terang agama islam. Selain itu beliau juga diutus oleh Allah Swt kepada kita sebagai rahmatan lil‘alamin
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Artinya : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” QS. Al Anbiya’ : 107
Perlu digarisbawahi bahwa tawassul kepada beliau tidak bermaksud bahwa beliau memiliki qudrah atau kekuasaan dan kehendak tersendiri yang lain dari Allah Swt, tetapi tawassul dengan perantara beliau pada dasarnya adalah bertawassul dengan kecintaan, akhlaq mulia dan keutamaanya di sisi Allah Swt. Allah Swt berfirman,
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
Artinya : “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. QS. Al Qalam : 4
Kemudian perlu dicatat pula bahwa pada hakikatnya Nabi sendiri yang dijadikan sebagai objek perantara itu tidak bisa memberi manfaat atau madharat apapun. Allah Swt berfirman,
قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي ضَرًّا وَلا نَفْعًا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ
Artinya : Katakanlah, “Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku”. (QS. Yunus : 49)
Namun, karena yang dijadikan washilah merupakan sosok yang dicintai oleh Allah Swt maka insyaallah semuanya akan dipermudahkan.
Salah satu kisah tentang tawassul kepada beliau adalah riwayat dari Utsman bin Hunaif, marilah kita simak penuturan beliau,
“ Saya mendengar Rasulullah didatangi seorang lelaki tuna netra yang hendak mengadukan kondisi penglihatanya. ‘ Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki penuntun dan saya merasa kerepotan’, kata lelaki tuna netra tersebut. Kemudian Rasulullah bersabda,
“ Datanglah ke tempat wudhu’, lalu berwudhulah kemudian shalatlah dua rakaat. Sesudah itu bacalah doa, “ Ya Allah, sungguh saya memohon kepada-Mu dan tawassul kepada-Mu dengan keagungan Nabi-Mu Muhammad, Nabi pembawa rahmat. Wahai Muhammad saya bertawassul denganmu kepada Tuhanmu agar Dia menyembuhkan penglihatanku.Ya Allah, terimalah syafa’atnya untuk menolongku dan terimalah syafa’atku untuk diriku”.Utsman berkata lagi, “ Maka demi Allah sebelum kami berpisah dan belum banyak obrolan yang kami lakukan tiba-tiba lelaki buta itu masuk seolah ia belum pernah mengalami kebutaan”.
Kemudian ada juga kisah Bilal bin Harits al Muzani yang berdoa dan bertawassul dengan perantara makam Rasulullah untuk meminta hujan,
Pada masa khalifah Umar bin Khattab penduduk mengalami paceklik, lalu seorang laki-laki ( Bilal bin Harits al Muzani ) datang ke kuburan Rasulullah Saw. Dan berkata“ Wahai Rasulullah, mohonkanlah hujan kepada Allah karena umatmu banyak yang meninggal dunia “. Rasulullah pun datang kepadanya dalam mimpi dan berkata,
“ Datangilah Umar, sampaikanlah salam untuknya dariku dan kabarkan penduduk bahwa mereka akan diberi hujan, dan katakan pada Umar, ‘Kamu harus tetap dengan orang yang pintar, orang yang pintar”
Dari riwayat-riwayat di atas sangat jelas sekali bahwa Rasulullah sendiri juga mengajarkan kepada para sahabatnya untuk bertawassul. Maka dari itu jangan sampai pemahaman yang dangkal itu tetap melilit pemikiran-pemikiran kaum yang jahil seperti pemahaman yang salah kaum kristiani tentang ayat,
“Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14:6).
dari ayat tersebut kaum Kristen menarik kesimpulan bahwa Isa adalah Tuhan yang mampu menunjukkan jalan kebenaran. Padahal pemahaman yang semestinya adalah untuk menempuh jalan kebenaran mereka harus berwasilah dan mengambil perantara kepada beliau dan tidak sampai mengkultuskan beliau menjadi Tuhan.
Jadi, mustahil jika tawassul kepada Rasulullah itu seolah-olah merupakan ungkapan untuk mensejajarkan beliau dengan Allah Swt. Cinta kepada Allah adalah yang paling utama, dan cinta kepada Rasulullah juga merupakan bentuk ekspresi cinta kita kepada-Nya. Tawassul kepada Rasulullah berarti cinta kepada Rasulullah dan cinta kepada Rasulullah berarti juga cinta kepada Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda,
أحبّواني بحبّ الله
Artinya : “Cintailah aku karena Allah”.
Tidak ada satu alasan pun untuk melarang tawassul. Jika tawassul itu dilarang berarti sama juga dengan melarang dan mengharamkan perkara yang halal bahkan perkara yang dianjurkan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya.
Sumber : Mafahim Yajibu An Tushohhah, Ceramah Habib Ali al Jufri, Ceramah Ust. Anwar Hussain