لا يشككنّك في الوعد عدم وقوع الموعود وإن تعين زمنه،
لئلا يكون ذلك قدحا في بصيرتك وإخمادا لنور سريرتك
"Janganlah engkau ragu terhadap janji Allah disebabkan tidak adanya apa yang dijanjikan, walaupun sudah saatnya dipenuhi. Supaya hal tersebut tidak merusak bashirohmu dan memadamkan cahaya hatimu."
Dalam Al-Qur’an, Allah seringkali menebar janjiNya kepada kaum muslimin tanpa membatasinya dengan keharusan berdoa dan meminta kepadaNya. Tapi Allah mengharuskan’ dzatNya sendiri untuk memenuhi janji tersebut jika memang kaum muslimin melaksanakan perintah-perintahNya dan tuntutan yang dibebankan ada mereka. Di antara janji Allah itu seperti firman Allah:
إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ (51) [غافر : 51]
Artinya: "Sesungguhnya kami menolong rasul-rasul kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)."
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً [النحل : 97]
Artinya: "Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan."
إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ [محمد : 7]
Artinya: "Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." Dan realitanya, pada zaman sekarang banyak kaum muslimin yang membaca ayat-ayat di atas dan janji Allah lainnya. Dia melihat bahwa janji-janji itu, atau mayoritas tidak terpenuhi pada hari ini. Orang-orang Islam tidak ditolong seperti yang dijanjikan Allah, sedangkan orang zalim bebas berkeliaran merampas hak orang lain. Mereka tidak dibinasakan oleh Allah sebagaimana yang telah dijanjikan. Apakah Allah telah mengingkari janjiNya? Tentu saja tidak karena hal itu mustahil bagiNya.
Maka dari itu, Imam Ibnu ‘Athoillah mengingatkan mereka yang ragu-ragu terhadap janji Allah dengan mutiara hikmahnya di atas. Di antara kita mungkin ada yang berkilah: "Terang saja saya ragu-ragu terhadap janji Allah karena saya melihat sendiri keadaan yang berbeda dengan apa yang dijanjikan." Untuk menanggapinya kita berkata, orang yang terjangkit penyakit ragu-ragu terhadap kebenaran janji Allah adalah orang yang selalu menuntut haknya dari Allah, tapi dia sendiri tidak pernah berintropeksi terhadap dirinya. Sudahkah dia memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan Allah kepada dirinya? Jika dia berkata lagi, "Kami adalah orang muslim, beriman, masjid-masjid kami dipenuhi orang-orang yang solat, kami berpuasa di bulan Ramadan, dan pergi haji pada bulan haji. Jadi kami sebenarnya sudah menjalankan kewajiban kami. Lantas dimana pertolonganNya kepada kami? Kami malah dikuasai musuh dimana-mana, mereka merampas hak kami dan menjajah negara kami."
Di sela-sela gugatannya, terlihat bahwa orang ini selalu mengedepankan hak-haknya serta mengabaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Dia malah mengungkit-ungkitkpd Allah atas amal ibadahnya berupa menghidupkan syi’ar Islam, meramaikan masjid, menghidupkan Romadlon dengan berpuasa, dan berhaji di ka’bah. Tapi dia melakukan itu semua tidak untuk memperbaiki akhlaknya, dia tidak peduli untuk menolong sesamanya dan melihat ajaran Islam yang semakin terpinggirkan. Dia tidak melakukannya demi melawan ajaran yang menghina Islam dan menganggap hukum Islam sebagai barang kuno yang membosankan. Tidak juga demi membuka kedok pemikiran Barat yang mengajak kepada modernitas, sekularisme, dan liberalisme yang mempunyai misi membebaskan dunia dari semua agama. Orang-orang seperti itu, yang menggugat janji Allah, adalah orang yang tidak mendapatkan hidayahNya, melecehkan hukum-hukumNya, dan sangat dangkal akan prinsip-prinsip agamanya sendiri. Orang itu akan merasa cukup dan puas jika sudah melakukan solat lima waktu, pergi haji, dan berpuasa di bulan Romadlon bersama yang lainnya.sehingga dia merasa berhak untuk menagih janji Allah kepadanya.
Padahal ketika seseorang sudah ma’rifat kepada Allah dan tidak tenggelam dlm kesibukan duniawiah, dia akan merasa bahwa hak Allah yang harus dipenuhi sangatlah banyak dan berat. Sehingga haknya sendiri terlupakan walaupun sebenarnya dia sudah layak untuk mendapatkannya.
Rasulullah saja, manusia yang paling ma’rifat kepada Allah, paling cinta dan paling takut kepadaNya, tapi beliau masih merasa bahwa ibadahnya belumlah maksimal dan sempurna, belum bisa syukur kepada Allah dan menunaikan hak-hakNya. Beliau selalu beristighfar, layaknya seorang pendosa yang sangat mengharapkan ampunan dariNya. Beliau pernah berkata:
إنه ليغان على قلبي، فأستغفر الله في اليوم والليلة مئة مرة
Artinya: "Sesungguhnya hati saya pernah tertutupi, lalu aku beristighfar kepada Allah seratus kali setiap hari."
Para ulama sholihin juga mengatakan hal yang semakna:
حسنات الأبرار سيئات المقربين
Kebagusan orang-orang soleh itu sama dengan kejelekannya muqorrobin (orang-orang yang didekatkan kepada Allah).
Imam Asy Syathibi berkata dalam kitab Muwafaqot: "Golongan pertama adalah orang yang beramal dengan ajaran-ajaran Islam tanpa adanya tambahan. Golongan kedua beramal disertai dengan rasa ta’dhim, takut, harapan, dan cinta. Rasa takut (khouf) merupakan cambuk yang mendorongnya untuk beribadah. Harapan (roja’) menjadi pengendali yang menuntunnya, dan rasa cinta menjadi penyemangatnya. Orang yang takut (kho’if) akan beribadah dengan disertai kepayahan. Hanya saja rasa takut itu akan menjadikannya merasa enteng menghadapi hal yang lebih ringan, walaupun hal itu sebenarnya berat. Adapun orang yang mempunyai rasa cinta, dia beramal dengan mengrahkan segenap kemampuannya tanpa beban karena rindu terhadap kekasihnya sehingga semuanya terasa ringan dan dekat. Dia pun tidak akan melihat dirinya sebagai orang yang telah menunjukkan rasa cintanya dan mensyukuri nikmat."
Pada dasarnya Allah tidak akan mengingkari janjiNya kepada orang yang telah melaksanakan syarat-syarat dengan benar dan ikhlas. Hanya saja orang yang mengetahui syarat itu dan mampu melaksanakannya hanyalah orang yang ma’rifat kepada Allah dan hatinya dipenuhi oleh rasa cinta dan ta’dhim kepadaNya. Mereka bukan orang yang bermu’amalah dengan Allah hanya sebatas melaksanakan rukun-rukun Islam saja dan selalu menghitung-hitung amal yang sudah dikerjakannya, seperti yang dikatakan Imam Asy Syathibi. Mereka adalah orang yang benar-benar paham akan firman Allah:
ذَلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِي وَخَافَ وَعِيدِ [إبراهيم : 14]
Artinya : "Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku."
Dan firmanNya yang lain:
وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ [البقرة : 40]
Artinya : "Dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan Hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk)."
Syekh Sa’id Romadlon Al Buthi menceritakan kisah menarik seputar tema di atas. Beliau diberi kabar oleh salah seorang tentara Syria yang kalah perang pada tahun 1967. Tentara itu pulang ke Damaskus bersama rombongan pasukannya. Di tengah perjalanan, waktu solat sudah masuk dan mereka pun mencari tempat yang layak guna melaksanakan solat. Pada saat mereka sedang khusyuk- khusyuknya, lewatlah di depad mereka sekelompok pasukan asing. Mereka tertarik melihat pemandangan di depan mereka. Setelah selesai solat, mereka bertanya: "Allah tidak menolong kalian dalam peperangan ini. Kenapa kalian tetap solat?"
Syekh Al Buthi berkata pada tentara itu: "Seharusnya kalian menjawab seperti ini: Kami solat sebagai bentuk syukur kami kepada Allah karena Dia tidak menyiksa kami dng kehinaan, kebinasaan, dan goncangan gempa. Tidak pula dengan hujan batu dari langit. Karena sebenarnya kami pantas mendapatkan hukuman yang lebih berat dari kekalahan ini."
Salah seorang wali yang soleh pernah ditanya seseorang: "Ya Syekh, sudilah anda untuk memperlihatkan salah satu karomahmu pada kami. Agar kami bertambah iman kepada Allah." Syekh itu berkata: "Bukankah kamu sudah melihat karomahku setiap waktu?" Orang itu berkata: "Kami tidak melihat karomah apapun, ya Syekh."
Syekh itu berkata lagi: "Bukankah kamu telah melihat diriku ini bebas berjalan di bumi ini tanpa ditenggelamkan ke dasar bumi oleh Allah? Tanpa dihujani dengan meteor dan api? Bukankah itu merupakan sebuah karomah (kemulyaan) dari Allah? Sebenarnya aku berhak untuk disiksa semacam itu sebab kelalaianku dan kelancanganku terhadap perintah-perintahNya. Akan tetapi Allah malah melindungiku dengan kasih sayangNya sehingga aku tidak dibinasakan seperti umat-umat terdahulu."
Apa yang dikatakan oleh wali ini keluar dari lubuk hatinya, bukan hasil rekayasa atau pura-pura. Perkataan semacam itu keluar dari orang yang hatinya penuh rasa ta’dhim dan takut kepada Allah. Apalagi jika orang itu merenungi ayat ini:
أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ (17) [الملك : 17]
Artinya : "Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang? Atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku?"
Sudah merupakan sunnatullah, bahwa Allah akan membiarkan orang-orang yang durhaka, memberikan seluruh kenikmatan dunia kepada mereka, dan menundukkan dunia sesuai dengan keinginan nafsu mereka, agar mereka tambah terlena dan lalai. Kemudian setelah mati, mereka akan disiksa dengan sangat pedih dan menyakitkan. Allah akan menyiksa mereka dengan siksaannya dzat yang maha kuasa dan maha perkasa. Renungilah ayat-ayat yang menerangkan sunnatullah ini:
ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ (3) [الحجر : 3]
Artinya : "Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), Maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)."
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ (42) [إبراهيم : 42]
Artinya : "Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak."
وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ (182) وَأُمْلِي لَهُمْ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ (183) [الأعراف : 182 ، 183]
Artinya : "Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami, nanti kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh."
Dan sunnatullah ini, beserta ayat-ayat di atas merupakan jawaban atas kenyataan yang kalian kita, yang membuat heran orang-orang bodoh. Kenyataan bahwa umat yang sesat dan berbuat lacut bebas berkeliaran dan mendapatkan kenikmatan dan kesenangan yang tak terhitung. Kenikmatan itu pada hakikatnya sangat sedikit dan tidak kekal, seperti yang dikatakan Allah. Jika waktunya tiba, dan tak ada yang tahu kecuali Allah, kenikmatan itu berubah menjadi kesengsaraan dan kebinasaan.
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ (44) [الأنعام : 44]
Artinya : "Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang Telah diberikan kepada mereka, kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang Telah diberikan kepada mereka, kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka binasa."
Jika sekarang ada orang yang berkata: Kenapa Allah menghalangi kami, orang Islam, dari janjiNya. Sedangkan mereka, orang zalim dan pembangkang, dimulyakan dengan diberi kenikmatan yang tidak pernah dijanjikan kepada mereka? Maka ketahuilah, ucapannya itu hanya akan menyebabkan terhapusnya bashiroh dan berpaling dari firman Allah, yang jika dia merenunginya, dia akan menemukan sunnatullah yang berlaku terhadap makhlukNya.