لَا تَرْحَلْ مِنْ كَوْنٍ إِلَى كَوْنٍ فَتَكُونَ كَحِمَارِ الرَّحَى يَسِيرُ. وَالَّذِي ارْتَحَلَ إِلَيْهِ هُوَ الَّذِي ارْتَحَلَ مِنْهُ. وَلَكِنِ ارْحَلْ مِنَ الْأَكْوَانِ إِلَى الْمُكَوِّنِ. وَأَنَّ إِلَى رَبِّكَ الْمُنْتَهَى (النجم: 42)
“Janganlah berjalan dari mahkluk menuju mahkluk lainnya, sehingga seperti jalannya himar hewan pemutar alat penggiling biji-bijian (berputar-putar di tempatnya saja). Tempat yang ditujunya adalah tempat asal perjalanannya. Namun berjalanlah dari mahkluk menuju keridhaan Tuhan. [Allah berfirman, al-an-Najm 42]: ‘Dan sungguh hanya kepada Tuhanmu tempat kembali’.”
Semua selain Allah disebut mahkluk (kaun), Allah sebagai pencipta disebut mukawwin Perjalanan dari kaun menuju kaun adalah perjalanan dari selain Allah mencari selain Allah, sedangkan perjalanan dari kaun menuju mukawin disebut perjalanan dari selain Allah untuk mencari keridhaan Allah karena mahkluk adalah perantara menuju Allah yang sebagai tujuan utama.
Seseorang yang berjalanan dari selain Allah mencari selain Allah itu mirip dengan orang yang berjalanan dari selain Allah untuk mencari keridhaan Allah dari segi usahanya di dalam dunia, tapi beda tujuan akhirnya karena seseorang yang berjalan dari selain Allah untuk mencari selain Allah tak ubahnya berjalan memutar, karena tujuan akhirnya adalah tujuan awal dimana dia memulai sedangkan yang tujuan akhirnya mencari Allah maka orang itu akan mendapatkan sesuatu yang tak disangka-sangka dan dia akan menjadi orang yang beruntung seperti sabda nabi:
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : مَنِ انْقَطَعَ إِلَى اللهِ كَفَاهُ اللهُ كُلَّ مُؤْنَةٍ وَرَزَّقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنِ انْقَطَعَ إِلَى الدُّنْيَا وَكَّلَهُ اللهُ إِلَيْهَا (رواه عمران بن الحصين)
“Barangsiapa yang beribadah sepenuhnya kepada Allah, maka Allah SWT akan memberikan pertolongan (ma’unah) dan rejeki dari jalan yang tidak pernah disangka-sangka. Namun, siapa saja yang berusaha sepenuhnya untuk kehidupan dunia, maka Allah SWT akan menyerahkan urusannya kepada dunia.”
مَنْ كَانَتْ الْآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهُ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا مَا قُدِّرَ لَهُ (رواه الترمذي)
“Barangsiapa yang menjadikan akhirat sebagai tujuannya, maka Allah akan membuat hatinya kaya, dan mengatur urusannya, dan dunia datang kepadanya dalam keadaan mau atau tidak mau. Dan barangsiapa yang membuat dunia sebagai tujuannya, maka Allah akan menempatkan kemiskinan tepat di depan matanya, dan mengacaukan urusannya, dan dunia tidak datang kepadanya, kecuali apa yang telah ditetapkan untuknya. "
Melakukan pekerjaan untuk mendapatkan balasan dan derajat atau mendapatkan kekuasaan yang tinggi itu merupakan salah satu perkara yang tercela dan merusak keikhlasan amal, inilah yang disebut perjalanan dari mahkluk menuju mahkluk yang lain atau perjalanan keledai giling sebenarnya. penyamaan perjalan dari selain Allah menuju selain Allah dengan perjalanan keledai giling itu merupakan melebih-lebihkan atas tercelanya orang-orang yang beramal atas sesuatu yang sejatinya tidak ada atau menjadi bukti atas kebodohanya dan sedikit pahamnya karena jika mereka paham maka mereka akan berjalan dari mahkluk untuk mencari keridhaan Allah. Dan penyebab itu semua adalah pertimbangan hati untuk mendapatkan kekuasaan atau hadiah dan itu semua sejatinya tidak ada walaupun sebagian dari itu bercahaya.
Abu Sulaiman ad-Darani (w. 215 H/830 M) tokoh sufi ternama asal negeri Syam menyampaikan urgensi ikhlas karena Allah Ta’ala dalam ungkapannya:
لَوْ خُيِّرْتُ رَكْعَتَيْنِ وَدُخُولِ الْفِرْدَوْسِ لَاخْتَرْتُ رَكْعَتَيْنِ. لِأَنَّ فِي الْفِرْدَوْسِ بِحَظِّي وَفِي الرَّكْعَتَيْنِ بِرَبِّي.
“Andikan aku diminta memilih shalat dua rakaat dan masuk surga Firdaus, niscaya aku memilih shalat dua rakaat. Sebab dalam memilih surga Firdaus terdapat keuntungan bagiku, dan dalam memilih shalat dua rakaat terdapat kepatuhan terhadap Tuhanku.”
Maka sebaiknya kita mulai berdoa kepada Allah supaya Allah membiasakan kita untuk selalu bisa berjalan mencari keridhaan-Nya dan menjadi tujuan terakhir seperti yang terdapat firman-Nya:
وَأَنَّ إِلَى رَبِّكَ الْمُنْتَهَى (النجم: 42)
“Dan sungguh hanya kepada Tuhanmu tempat kembali”
وَانْظُرْ إِلَى قَوْلِهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهَ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ (متفق عليه). فَافْهَمْ قَوْلَهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامَ وَتَأَمَّلْ هَذَا الْأَمْرَ إِنْ كُنْتَ ذَا فَهْمٍ. وَالسَّلَامُ.
“Lihatlah sabda Nabi—shallalahu ‘alaihi wa sallam—: Maka orang yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya; dan orang yang hijrahnya pada (karena) dunia yang hendak ia peroleh atau perempuan yang hendak ia nikahi, maka hijrahnya pada apa yang ditujunya. [Muttafaq ‘Alaih]. Maka pahamilah sabda Nabi—shallalahu ‘alaihi wa sallam—dan renungkanlah hal ini jika Anda punya pemahaman. Wassalam.”
Hijrah adalah pindah dari satu tempat menuju tempat yang lain dari segi seseorang keluar dari satu tempat dan menetap pada tempat lainnya
Hijrah yang benar disini ada tiga yang pertama adalah pindah dari tempat yang penuh dengan maksiat menuju tempat yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, yang kedua adalah pindah dari tempat yang membuat lupa kepada Allah menuju dari tempat yang membuat ingat kepada Allah, dan yang ketiga adalah pindah dari sesuatu yang tidak nyata menuju sesuatu yang nyata.
Seseorang yang hijrah pada Allah dan rasulnya maka dia berjalan dari kaun menuju mukawwin dan seseorang yang hijrah kepada dunia dan wanita berarti dia berjalan dari kaun menuju kaun dan dia tidak ubahnya seokor keledai giling terrus berputar.
Niat juga merupakan sesuatu yang penting untuk menentukan hasil akhir yang didapat , seseorang yang tidak membersihkan hatinya dari hal-hal yang bersifat dunia seperti beramal karena ingin dilihat orang atau pamer maka dirinya tak ubahnya seekor keledai giling yang berputar putar ,tempat ia tuju adalah tempat ia memulai, Selain itu salah niat juga akan berakibat fatal terhadap hasil yang akan dia dapatkan seperti seorang siswa yang mengejar nilai ujiannya saja dengan belajar ketika ada ujian dan lupa untuk apa dia mengenyam pendidikan, Jika dia menganggap ujian sebagai seremoni mencapai nilai kognisi belaka, maka target utama pendidikan tidak mungkin tercapai. Padahal ulama telah mewanti-wanti agar kita selalu memurnikan niat dalam rangka belajar mengajar. Sehingga tercapai nilai murni pendidikan. Maka dari itu kita harus benar-benar memurnikan niat karena amal itu tergantung niatnya.
Seperti sabda nabi shollAllahu alaihi wasallam:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ (متفق عليه).
“Sungguh berbagai amal hanya tergantung niatnya dan orang akan mendapatkan balasan sesuai niatnya. Karena itu orang yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya; dan orang yang hijrahnya karena dunia yang hendak diperolehnya atau perempuan yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya pada apa yang ditujunya.” (Muttafaq ‘Alaih).
Kesimpulanya adalah niat seseorang akan menjadi penentu hasil akhir dari usaha yang dilakukanya, jika dia mengarahkan niat kepada selain Allah maka dia menjadi tercela menurut ahli makrifat dan jika dia mengarahkan niat kepada Allah maka dia termasuk orang-orang yang beruntung. Wallahualam.