Dengan adanya judul yang sudah tertata rapi, mungkin khususnya para alumni akan tersentuh hatinya, karena yang namaya watak manusia ketika sudah sering bertemu dan berkumpul, saat berpisah /lama tidak berjumpa akan ada rasa ingin bertemu dan bersama lagi. Ibarat seorang yang sudah saling cinta ketika berpisah meskipun perpisahan itu sebentar rasanya sangat lah lama sekali.
Apalagi ketika berpisah dengan guru besar. Yang mana beliau sudah mengorbankan semua waktunya untuk selalu mendidik dan mendoakan siang malam kepada kita tanpa mengenal lelah. Yaitu, keluarga besar Saikhuna Maimoen Zubair. Secara tidak langsung kita sudah banyak berhutang budi kepadanya. Maka dari itu, kita akan selslu rindu kepadanya.
Apalagi, beliau sudah dikenal oleh kalangan para habaib dan pejabat pemerintah, tidak cuma dikenal tapi beliau sudah diakui kealimannya dan sebagai tokoh ulama’ yang selalu mempertahankan kesalafannya. Apalagi kami ingat dan mendengarkan sendiri. Mungkin teman-teman juga sama mendengarkan pas ada kunjungan Syaikh Rajab. Beliau memegang asto/tangan Shaikhuna Maimoen dan mengatakan kalau diterjemah bahasa Indonesia, ”Ini adalah tangan dari Rasulullah SAW. Kalau kamu sekalian bersalaman dengannya, berarti sama halnya besalaman dengan Rasulullah SAW”.
Beliau Syaikh Rajab dari Suria mengatakan seperti ini karena beliau Sikhuna sudah bersalaman kepada para para habaib dan guru-guru besar yang ada di Mekah. Salaman ini, beliau menganggap salaman yang sampai kepada Rosulullah SAW. Dan kami pun melihat teman-teman yang mendengarkan itu banyak yang tersentuh hatinya sehingga banyak yang mengeluarkan tetesan air mata.
Termasuk pernah ada kunjungan dari Syaikh Ash Shobuni. Beliau juga dari Suria termasuk Ulama’ besar yang terkenal ahli tafsir. Di antara karyanya ialah Rowaikhul bayan ,Ulumul Quran. Beliau padahal sudah dikenal sebagai Ulama’ besar tetapi beliau juga mengakui kealimannya Syaikhuna Maimoen Zubair.
Masih banyak keistimewaan yang dimiliki oleh beliau. Oleh karena itu, mungkin banyak sekali yang ridu ingin selalu berjumpa kembali kepada beliau di PP Anwar yang tercinta ini dan selalu bersamanya. Kami saja yang masih di pondok, terkadang satu hari saja kalau tidak melihat beliau rasanya hati belum tenang dan kayaknya masih ada yang kurang. Apalagi bagi para alumni/yang telah mondok di sini yang sudah lama tidak bertemu beliau. Di rumah kayak apa ya rasanya?
Dan para alumnipun ketika mendatangi pondok yang tercinta ini akan terbuka memori-memori yang sudah tersimpan yang lama sekali. Biasanya akan diceritakan kepada santri terutama yang masih baru-baru dan para santri yang di ceritakan pun mendengarkan dengan merasa senang.
Untuk Al-Anwar sekarang ini cepat sekali kemajuannya. Entah itu dari belajar mengajarnya dan bangunan pun sekarang banyak dan santriya pun bertambah banyak. Tapi meskipun itu yang terjadi, jiwa kesalafan masih tetap pada para santri dan konsis untuk dipertahankan. Karena ini termasuk suatu amanah yang besar dari para pengasuh pondok yang tercinta ini. Yaitu, PP Al-Anwar.