?§?„??‚?‘ ?„???³ ?¨?…??¬?ˆ?¨, ?ˆ?¥?†?‘?…?§ ?§?„?…??¬?ˆ?¨ ?£?†?? ?¹?† ?§?„?†?¸?± ?¥?„???‡ ?¥?° ?„?ˆ ??¬?¨?‡ ?´???? ?„?³???±?‡ ?…?§ ??¬?¨?‡. ?ˆ?„?ˆ ?ƒ?§?† ?„?‡ ?³?§???± ?„?ƒ?§?† ?„?ˆ?¬?ˆ?¯?‡ ??§?µ?±?§?‹. ?ˆ?ƒ?„?‘ ??§?µ?± ?„?´???? ???‡?ˆ ?„?‡ ?‚?§?‡?±, ?ˆ?‡?ˆ ?§?„?‚?§?‡?± ???ˆ?‚ ?¹?¨?§?¯?‡.
"Kekuasaan Allah tidak bisa dihalangi oleh sesuatu apapun, hanya saja kamulah yang terhalangi (tidak bisa) melihatNya di dunia. Kalau ada yang menghalangi kekuasaan Allah, maka adanya kekuasaan Allah tertutupi. Karena kalau ada sesuatu yang memblokir maka sesuatu tersebut bisa menguasai yang diblokir. Dan setiap kekuasaan yang dibalas dikarenakan adanya yang membalas maka dia kalah, tunduk pada yang membalas dan dia menjadi penguasa atas hambaNya (makhluk-makhlukNya)".
Ada perbedaan yang menonjol antara ucapanmu : sinar matahari terhalangi dariku dan ucapanmu: saya terhalangi dari matahari. Maka ucapan pertama dibenarkan kalau ada awan yang tebal yang menghalangimu untuk melihat matahari , dan ucapanmu yang kedua bisa dibenarkan kalau sudah ada selambu di kedua matamu yang menjadi penghalangmu untuk melihat matahari.
Dalam kondisi yang pertama, sinar matahari terhalangi darimu. Karena kamu sama sekali tidak punya andil tentang hijaab (penghalang) yang memblokir sinar matahari kepadamu. Sedangkan pada kondisi kedua kamu terhalangi dari matahari, karena hijab itu ada pada diri kamu dan mungkin saja hijab itu bagian dari kamu.
Apakah dapat dibenarkan adanya zaman, tempat, dan kondisi yang bisa dikatakan bahwa Allah -pada saat itu- terhalangi dari manusia ataupun makhluk yang lainnya?
Ketika kamu sudah membayangkan perbedaan tadi maka kamu akan mengerti bahwa tidak mungkin -di zaman, tempat, atau kondisi apapun- adanya Allah dihalangi sesuatu dari kamu atau selain kamu.
Hal demikian karena kalau Allah dihalangi oleh sesuatu , maka penghalang tersebut adalah penguasa, dengan cara menghalangi, karena ia(sesuatu)lah fa’il (??§?¬?¨) yang dibuang dari fi’ilnya yang mabni majhul. Sedangkan maf’ul (?…??¬?ˆ?¨) nya – yang tidak disebutkan dalam peng’irobannya dan menjadi pengganti dari fa’il yang dibuang tadi- adalah Allah. Maha suci Allah yang agung dari semua itu.
Dan ini adalah senada dengan redaksi Ibnu â€?Atho’illah yang berbunyi: ?¥?° ?„?ˆ ??¬?¨?‡ ?´???? ?„?³???±?‡ ?…?§ ??¬?¨?‡. ?ˆ?„?ˆ ?ƒ?§?† ?„?‡ ?³?§???± ?„?ƒ?§?† ?„?ˆ?¬?ˆ?¯?‡ ??§?µ?±?§?‹ "Kalau ada yang menghalangi kekuasaan Allah, maka adanya kekuasaan Allah tertutupi. Karena kalau ada sesuatu yang memblokirnya maka sesuatu tersebut bisa menguasai apa yang diblokir".
Artinya penghalang sesuatu menggambarkan batas-batas sesuatu tersebut dan mencakupnya dalam daerah kekuasaannya. Kalau tidak demikian maka pastilah sesuatu tersebut tidaklah hilang dari pandangan orang-orang yang berada diluar batas tadi. Dan tidak diragukan lagi bahwa penghalang tersebut tidak mempunyai batas kekuasaan yang demikian kecuali ia berkuasa atas sesuatu yang ia halangi.
Kemudian kondisi sesuatu yang terperangkap atau terkepung, maka dia hanya tampak pada satu arah saja. Jika demikian maka penghalang yang menghalangi kekuasaan adalah sebagai pemisah antara arah yang tampak sesuatu tersebut disana dan arah-arah yang lain. Semua itu mustahil bagi Allah subhanahu Wata’ala.
Ketika ini sudah jelas maka sebetulnya Imam Ibnu Athoillah menyimpulkan dua hakikat yang terkandung dari hikmah ini. Yang pertama adalah penguatan aqidah dan yang kedua memuat tarbiyyah dan suluk.
Adapun hakikat pertama untuk menguatkan aqidah, kamu seyogyanya mengetahuinya yaitu kamu tidak boleh berkata : "Allah Subahanahu Wata’ala dihalangi dariku dan hamba-hambaNya", karena dengan perkataan ini kamu menjadikan dzat ilahiyyah menjadi maf’ul (objek), dan yang pastinya ada yang menjadi fa’il (pelaku) yang berkuasa atasNya dan mengawasiNya.
Allah maha suci dari kesemuanya itu. Dan ta’bir (perkataan) yang telah kamu katakan itu berkonskwensi atas penetapan bahwa eksistensi Allah terbatas hanya pada satu bagian saja, dan tidak mempunyai eksistensi pada bagian yang lain. Dan kesemuanya itu mustahil bagi Allah secara jelas, karena sudah ada hadist yang menyatakan bahwa Allah tidak ada sekutu bagiNya seperti hadist Nabi Shalallah hu â€?alaihi wasallam yang disebutkan diatas yang mengandung hikmah sebelumnya, semua arah (alam) dulunya tidak ada kemudian Allah menciptakannya. Maka alam (arah) butuh apada Allah dan Allah tidak butuh padanya. Bagaimana mungkin Dzat yang menciptakan membutuhkan pada makhlukNya dan terbelenggu dalam daerah makhluknya?
Adapun hakikat yang kedua yaitu mengandung tarbiyyah dan suluk adalah seyogyanya kamu mengetahui bahwa fitrah manusia yang Allah ciptakan itu bertemu dengan Tuhannya dengan bercampur rasa cinta dan kasih sayang yang tidak ada penghalang antara tabi’at ruh dan Tuhannya. Kemudian ketika ruh sudah terjun ke dunia dengan terpengaruh oleh hawa nafsu dunia, terbentuklah hijab didalam hati yang menghalangi dan terjerumus kelubang kelalaian setelah dia ingat ingat, kebodohan setelah mengerti, jauh dari Allah setelah dekat. Maka dia menjadi terhalang jauh dari Allah yang dulu tabi’at itu suci dan bersih.
Dan saya tahu ada diantara manusia yang mengatakan "dimana fitrah ini"? Sesungguhnya saya tidak melihatnya dan juga tidak merasakannya disetiap episode kehidupanku". Maka kalau kamu mengajaknya merenungi kalam Allah Subhanahu Wata’ala yang mengingatkan hamba-hambaNya untuk mengingatkan masa lalu: ?ˆ???¥???°?’ ?£???®???°?? ?±???¨?‘???ƒ?? ?…???†?’ ?¨???†???? ?¢???¯???…?? ?…???†?’ ?¸???‡???ˆ?±???‡???…?’ ?°???±?‘?????‘???????‡???…?’ ?ˆ???£???´?’?‡???¯???‡???…?’ ?¹???„???‰ ?£???†?’?????³???‡???…?’ ?£???„???³?’???? ?¨???±???¨?‘???ƒ???…?’ ?‚???§?„???ˆ?§ ?¨???„???‰ ?´???‡???¯?’?†???§ ?£???†?’ ?????‚???ˆ?„???ˆ?§ ?????ˆ?’?…?? ?§?„?’?‚???????§?…???©?? ?¥???†?‘???§ ?ƒ???†?‘???§ ?¹???†?’ ?‡???°???§ ?????§?????„?????†?? Artinya: dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian dari ruh mereka (seraya berfirman) bukankah aku Tuhanmu ? mereka menjawab "betul" (Engkau Tuhan kami) kami bersaksi, (Kami lakukan hal yang demikian) agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan "sesungguhnya kekita itu kami lengah terhadap ini" (Al A’raf: 172). Dia berkata padamu: "ingatkah saya ini saya bertanya pada tabi’atku , perasaan-perasaanku semuanya tentang hari dan tempat persaksian itu. Karena telingaku tidak ingat kalau ia pernah mendengar perjanjian itu, dan kedua mataku tidak ingat kalau ia pernah melihatnya, dan begitu juga suara hatiku juga tidak bisa mengingat apapun tentang percakapan ini."
Dan jawaban yang seharusnya diucapkan bagi orang yang lupa dan bingung pada masa perjanjian itu adalah : kita ini terbelenggu oleh hijab ini yang menutupi hati dan yang bisa membuatmu melupakan Allah dan menjurumuskanmu kejurang kebodohan dan jauh dari Allah, itulah hijab yang membuat kamu lupa pada Allah, pada hak-hak dirimu sendiri yang dulunya kamu dekat dan berpegang teguh pada Allah dengan mengagungkanNya dan rindu.
Sesungguhnya pengingkaranmu -sekarang- dan tidak tahunya kamu pada masa itu tidak timbul dari hakikat kemanusiaanmu dan akalmu. Akan tetapi timbul dari tumpukan gambaran-gambaran masa lalu yang bergejolak dalam pikiran dan menyatu yang menjadikanmu lupa pada masa itu dan juga adanya penyakit hati, fanatik, hawa nafsu yang bersemayam didalam jiwamu. Dan kalau datang musibah yang menyelimutimu maka tabi’atmu ingin terlepas dari musibah yang terjadi dan hilangnya musibah yang menumpuk ini kemudian fitrah keimananmu muncul setelah lama terpendam dan hilang dan kamu akan mendengarkan panggilan hatimu -walaupun lidahmu diam seribu bahasa- kembali kepada Allah seraya memohon kepadanya kasih sayangNya, curhat, taubat, dan meminta ampunan.
Lihatlah kenyataan disekilingmu di dunia ini, maka kamu akan menemukan banyak bukti yang menunjukkan atas apa yang telah aku katakan.
Adapun pengingkaranmu pada perjanjian masa lalu, zaman ketika Allah berfirman "Apakah Aku bukan Tuhanmu?" dengan argumen bahwa kamu bertanya pada kedua telingamu tentang firman Allah tersebut, lalu kedua telingamu tidak ingat padahal kedua telingamu mendengar, dan kamu bertanya pada kedua matamu tentang firman Allah tersebut, kedua matamu juga tidak ingat walaupun keduanya melihat. Maka hujjah (argument) yang dibawakan oleh orang yang ingkar tadi tidak sesuai dengan tempatnya.
Apakah kamu punya telinga atau gendang telinga pada masa tersebut -yang mana organ tubuh masih belum tercipta- sehingga kamu menanyai organ tersebut tentang hal yang sama sekali belum ia saksikan? Ataukah kamu -saat itu- sudah mempunyai pupil mata, sehingga kamu bisa memintanya persaksian tentang sesuatu yang sama sekali belum ia lihat?
Sesungguhnya firman Allah -saat itu- diarahkan pada ruh sebelum diciptakannya jasad. Dan Allah memasukan ruh pada jasad setelah menciptakan jasad. Ruh -pada waktu itu- mendengar firman Allah secara langsung tanpa ada perantaraan telinga yang mendengar, mata yang melihat, dan pikiran yang memahami.
Dan jika kamu suatu hari berkeinginan untuk mengingat pada masa itu maka ingatkanlah ruhmu yang mengalir disetiap jengkal dari tubuhmu. Dan janganlah kamu bertanya pada jasad yang dimana ruh menetap sementara dan nanti akan meninggalkannya.
Tidak ada manusia yang bisa merobek pertahanan hijabnya yang berkibar bersamaan dengan hari dalam jiwanya untuk menanyai ruhnya kecuali ruh inilah yang menimbulkan rasa duka lalainya manusia pada ruh, dan suka citanya ruh pada firman Allah dan lalai menisbatkan ruh yang tunduk dimiliki oleh Tuhannya yang maha pencipta dan melalaikan keinginannya ruh yang ingin kembali pada Tuhannya dan menghadapNya.
Terkadang ada salah satu dari kita bisa merasakan perasaan ini (ingin kembali pada Allah) tanpa mempelajari ruh menemukan sumbernya dan hakikatnya karena pada dasarnya kebodohan dalam nafsu, syahwat yang menyebabkan tertutupnya jalan untuk ingat pada Allah ingat pada pengakuan ruh walaupun manusia tersebut punya ruh sehingga timbullah hijab yang mana tipisnya hijab tergantung pada manusia, syahwat hawa nafsu yang dia miliki.
Sesungguhnya Allah menjadikan ruh itu senang pada keindahan sama juga bentuknya ruh yang indah yang dilihat dan juga indahnya ruh yang didengar yang mana keindahan bentuk ruh dan suara ruh adalah limpahan dari sifat indahnya Allah. Dan ruh tersebut menemukan pada waktu dia bertasbih (menyucikan) Allah pada alamnya yang dulu dan pada waktu dia mendengarkan firman Allah " Bukankah Aku Tuhanmu?" dengan suka cita.
Tetapi ketika ruh berbisik pada kamu dan disebabkan oleh keindahan-keindahan yang luhur yang dianugerahkan oleh Allah, dan suka citanya ruh pada firman Allah, maka akan ada perasaan suka cita, senang indah didalam dirimu yang tidak diketahui dari mana sumbernya. Maka tidak mungkin kamu melihat satu gambar (rupa) dan bentuk keindahan yang bersifat duniawi dan manusiawi sehingga kamu menghilangkan hayalan, bahwa sesungguhnya keindahan, bentuk-bentuk (gambar) yang indah ini adalah ruh kamu dan kamu bisa mendengar perkataan yang mengherankan dari suaranya orang yang sedang duka cita, sehingga kamu berkeyakinan bahwa suara ini adalah suara yang dimana ruhmu menetap.
Kalau kamu berfikir sejenak hari dikuasainya kamu oleh kesenangan, hawa nafsu, dunia maka kamu akan mengerti bahwa bentuk (gambar) yang memantul dari kaca yang kamu kagumi adalah atsar (dampak) dari keindahan Allah Yang maha indah yang disebabkan ruh cinta pada tuhannya dan kamu juga akan mengerti bahwa suara, suka citamu adalah suara-suara suka cita roh ketika dia mendengar Tuhannya berfirman dimana hari itu diberikan anugerah oleh Allah. Dan ia bisa mendengarkan firman-firman Allah, dan dimana roh sukacita mendengarkan firman-firman Allah dan indahnya firman-firman Allah sumber kegembiraan (sukacita) roh itu hanyalah dia mendengarkan firman Allah pada zaman dulu, bukan suara ini yang mengandung kebisuan.
Sekarang setelah kamu mengerti hakikat ini seyogyanya kamu mengetahui sesuatu yang paling penting yang harus dilakukan manusia dikehidupan dunia ini yaitu amal yang continyu sehingga bisa menghancurkan hijab antara manusia dan rohnya, hijab yang menumpuk dan memenuhi ruang jiwanya yang membuat fitrah kerohaniannya tertutup dan hijab yang melupakan pengakuan ruh, rindunya ruh pada alam yang luhur yang dialamnya yang dulu dia tunduk, ta’at pada Tuhannya sampai dia menetap terbelenggu didalam jasad ini sampai sekarang, dan hijab yang membuat manusia buta untuk bisa melihat nur ilahiyyah yang memenuhi cakrawala, nur yang nyata adanya, nur yang menempati setiap tempat sebagaimana sudah dijelaskan oleh Ibnu â€?Atho’illah -rohimahullahu – yang mengatakan: "Semua alam dunia gelap hanya saja adanya nur Al-haq (Allah) yang meneranginya".
Tidak ada jalan bagi manusia untuk menghilangkan hijab ini, seperti yang dilakukan ahli tasawuf India dan sebagian ahli filsafat yang memerangi hawa nafsu dan memutuskan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya.
Hanya saja jalan yang bisa menghilangkan hijab ini yaitu dengan kesepakatan damai antara ruh dan kebutuhannya dan antara jasad dan kebutuhan-kebutuhanya yang bersifat jasmani yaitu adanya jasad dan semua kebutuhan-kebutuhannya itu digunakan untuk kepentingan ruh bukan sebaliknya. Itu semua dikarenakan ruh pada hakikatnya merupakan sesuatu yang tetap (kekal) sedangkan jasad itu akan hilang (musnah).
Dan pada hari pembangkitan, Allah akan menciptakan untuk ruh tempat dari jasad yang baru, yang sesuai dengan keadaan, kemampuan dan kebutuhannya roh tersebut, besertaan diciptakannya alam yang baru.
Metode kesepakatan damai ini sudah ditetapkan dan ditulis didalam kitabbullah. Cara untuk melaksanakan metode ini banyak, diantaranya dengan memperbanyak berdzikir kepada Allah, membaca Al-Qur’an dan menghayati artinya, dan melakukan aktivitas-aktivitas yang membuat hati bertambah cinta pada Allah, mengagungkan Allah dan bertambah rasa takut pada Allah. Konsumsi yang pertama yang harus dilakukan hati untuk dapat bertambah cintanya pada Allah adalah selalu mengkaitkan ni’mat pada sang pemberi ni’mat (Allah) dan ingat pada Allah atas anugerah yang diberikanNya.
Dan sudah diketahui bahwa mengagungkan Dzat Yang Mulia adalah cara paling singkat untuk meremehkan sesuatu yang sedikit (dunia). Ketika dihatimu tertanam keagungan Allah maka dunia akan terasa rendah dan hina dihatimu dan kalau hal tersebut telah terjadi maka hijab akan hilang dan selambupun akan sirna, dan kamu akan melihat Allah dengan mata hatimu tanpa adanya hijab yang menghalanginya dikarenakan adanya hijab itu adalah bagaikan awan yang menyelimuti didalam jiwamu, ketika hilangnya awan yang disebabkan hilangnya belenggu dunia maka cinta kepada Allah, mengagungkanNya , rasa berpegang teguh hanya pada Allah semata tertanam dalam hatimu.
Kalau sulit melakukan metode ini dan kamu oleh hawa nafsumu dan setan selalu menghalangimu untuk menghancurkan hawa nafsu, maka cara yang mudah dan ringkas adalah banyak berlindung pada Allah, kembali padaNya, tunduk dan berdoa padaNya.
Semoga Allah menghilangkan hijab yang menutupi mata hatimu, kalau kamu istiqomah dalam hati InsyaAllah Tuhan semesta alam akan memuliakanmu dengan mengabulkan doa-doamu dan Allah akan menundukkan hawa nafsumu ketika dia melampaui batas . Dan Allah akan mencerai beraikan hijab, hawa nafsumu ketika dia tebal dan menumpuk.
Semoga dua metode yang telah kita rumuskan ini �dapat memberikan bagiku dan dirimu kemudian menjadi jalan untuk memerangi nafsu dan mengetuk pintu rahmat Allah disuatu hari nanti dan semoga Allah menerima semua kebaikan kita dan semoga Dia menghilangkan hijab kelalaian dihati kita sehingga kita selalu ingat kepada Allah dengan cinta dan keagunganNjya, dan semoga Allah menyelimuti dengan rohmat dan kelembutanNya dengan tidak memperlihatkan kekurangan kita pada makhlukNya.
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?