Muharram merupakan salah satu dari empat bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT. Muharram termasuk al-asyhur al-hurum (bulan-bulan yang dimuliakan). Tiga di antaranya berurutan; Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Dan yang satu terpisah, yaitu Rajab. Untuk meraih keistimewaan bulan Muharram kita disunnahkan memperbanyak amal ibadah, terutama melakukan amal ibadah puasa.
Selain puasa, salah satu amalan yang seyogianya tidak dilewatkan adalah membaca doa akhir tahun dan doa awal tahun. Tujuan utama dari pembacaan doa ini adalah sebagai bentuk permohonan maaf atas apa-apa yang sudah dilakukan selama satu tahun sekaligus harapan agar satu tahun ke depan bisa menambah rasa taat kepada Allah SWT.
Do’a akhir tahun:
اَللَّهُمَّ مَا عَمِلْتُ مِنْ عَمَلٍ فِي هَذِهِ السَّنَةِ مَا نَهَيْتَنِي عَنْهُ وَلَمْ أَتُبْ مِنْهُ وَحَلُمْتَ فِيْها عَلَيَّ بِفَضْلِكَ بَعْدَ قُدْرَتِكَ عَلَى عُقُوبَتِي وَدَعَوْتَنِي إِلَى التَّوْبَةِ مِنْ بَعْدِ جَرَاءَتِي عَلَى مَعْصِيَتِكَ فَإِنِّي اسْتَغْفَرْتُكَ فَاغْفِرْ لِي وَمَا عَمِلْتُ فِيْهَا مِمَّا تَرْضَى وَوَعَدْتَّنِي عَلَيْهِ الثَّوَابَ فَأَسْئَلُكَ أَنْ تَتَقَبَّلَ مِنِّي وَلَا تَقْطَعْ رَجَائِيْ مِنْكَ يَا كَرِيْمُ
Do’a awal tahun:
اَللَّهُمَّ أَنْتَ الأَبَدِيُّ القَدِيمُ الأَوَّلُ وَعَلَى فَضْلِكَ العَظِيْمِ وَكَرِيْمِ جُوْدِكَ المـُعَوَّلُ، وَهَذَا عَامٌ جَدِيْدٌ قَدْ أَقْبَلَ، أَسْأَلُكَ العِصْمَةَ فِيْهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَأَوْلِيَائِه، وَالعَوْنَ عَلَى هَذِهِ النَّفْسِ الأَمَّارَةِ بِالسُّوْءِ، وَالاِشْتِغَالَ بِمَا يُقَرِّبُنِيْ إِلَيْكَ زُلْفَى يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ
Membagi-Bagikan Susu Putih
Selain membaca doa akhir dan awal tahun, salah satu tradisi khusus dalam menyambut dan merayakan tahun baru Islam atau satu Muharram, yaitu membagi-bagikan susu putih.
Tradisi ini merupakan salah satu amalan yang biasa dilakukan oleh Abuya Sayyid Muhammad Al Maliki Al Hasani. Mengingat sebagian besar Masyayikh PP. Al-Anwar merupakan santri dari Abuya Sayyid Muhammad maka tradisi tersebut juga diamalkan di PP. Al-Anwar. Tradisi membagikan-bagikan susu putih ini, dilakukan sebagai bentuk tafa’ulan mengharapkan kebaikan di tahun-tahun selanjutnya.
Abuya Sayyid Muhammad juga menganjurkan saat meminum susu membaca doa;
أَللّٰهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْهِ وَزِدْنَا مِنْهُ
Artinya, “Ya Allah, berkahilah kami di dalam air susu ini dan tambahkanlah keberkahan kami darinya.”
Puasa Tasu’a & ‘Asyura
Kemudian pada bulan Muharram ini kita disunnahkan memperbanyak amal ibadah, terutama melakukan puasa.
Nabi Muhammad SAW bersabda,
السنن الكبرى للبيهقي وفي ذيله الجوهر النقي (4/ 290)
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- : أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Puasa paling utama setelah bulan Ramadhan adalah bulan Allah, yakni Muharram.”
Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin menjelaskan bahwa disunnahkan dengan sangat melakukan puasa pada bulan Muharram dikarenakan bulan ini merupakan bulan yang pertama, maka dengan melakukan kebaikan di permulaan akan lebih diharapkan agar terus mendapatkan keberkahan hingga akhir.
Dan dalam beberapa hari ke depan kita akan berjumpa dengan hari yang sangat istimewa: tanggal 9 Muharram (Tasu’a) dan tanggal 10 Muharram (‘Asyura). Hari yang disunnahkan bagi kita kaum muslimin untuk berpuasa sebagaimana tuntunan Baginda kita, Nabi Muhammad SAW.
Adapun perintah puasa tersebut tidak sampai wajib hanya sekedar sunnah sebagaimana dalam hadits shahih yang diterangkan dalam kitab ‘Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari juz 17 hal 142:
عمدة القاري شرح صحيح البخاري (17/142)
عن عا ئشة رضي الله عنها قالت كان يوم عاشوراء تصومه قريش في الجاهلية وكان النبي صلى الله عليه وسلّم يصومه فلما قدم المدينة صامه و أمر بصيامه فلما فرض رمضان ترك يوم عاشوراء فمن شاء صامه ومن شاء تركه.
Dari ‘Aisyah RA. Berkata, “Orang-orang Quraisy biasa berpuasa pada hari ‘asyura di masa jahiliyyah. Rasulullah SAW pun melakukannya pada masa jahiliyyah. Tatkala beliau sampai di Madinah, beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa. Kemudian tatkala mulai diwajibkan puasa Ramadlan, Rasulullah meninggalkan puasa hari ‘asyuro. Barang siapa yang ingin berpuasa, maka berpuasalah. Dan barangsiapa yang ingin tidak berpuasa, maka boleh tidak melakukannya.”
Hanya saja, umat Islam diperintahkan untuk berbeda dengan umat kafir, karena itu agar tidak sama dengan Yahudi yang berpuasa setiap tanggal 10 Muharram. Untuk menghilangkan keserupaan atau tasyabbuh melaksanakan puasa ‘Asyura dengan orang-orang Yahudi akhirnya Rasulullah pun menganjurkan untuk menambah satu hari sebelumnya (Tasu’a) atau setelahnya yaitu tanggal 9 atau 11 Muharram. Rasulullah SAW semula berkeinginan untuk puasa tasu’a sebagaimana tersebut dalam hadits ini:
صحيح مسلم (5/ 480)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ.
Dari Abdullah bin Abbas Radliallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda, “Seandainya tahun depan aku masih hidup, niscaya saya benar-benar akan berpuasa pada hari ke sembilan (Muharram).”
Sayangnya beliau tidak bisa melakukannya, karena wafat terlebih dahulu.
Maka dari itu, kita sebagai umat muslim sudah sepantasnya bersyukur karena masih diberikan kesempatan berjumpa bulan yang mulia ini. Membaca doa awal dan akhir tahun, berpuasa dan memperbanyak sedekah merupakan amalan-amalan yang bisa dilakukan untuk meraih keistimewaan di bulan Muharram. Semoga kita semua senantiasa diberikan taufiq dalam melaksanakan ibadah taat kepada Allah SWT.