لَاتَرْفَعَنَّ إِلَى غَيْرِهِ حَاجَةً هُوَ مُوْرِدُهَا عَلَيْكَ فَكَيْفَ يَرْفَعُ غَيْرُهُ مَاكَانَ هُوَ لَهُ وَاضِعًا مَنْ لاَ يَسْتَطِيْعُ اَنْ يَرْفَعَ حَاجَةً عَنْ نَفْسِهِ فَكَيْفَ يَسْتَطِيْعُ اَنْ يَكُوْنَ لَهَا عَنْ غَيْرِهِ رَافِعًا
“Janganlah engkau mengadukan kebutuhanmu kepada selain Allah, karena Allah-lah yang mendatangkan “sifat butuh” itu kepadamu. Maka bagaimana selain Allah mampu menghilangkan apa yang telah Allah datangkan. Orang yang tidak kuasa untuk menghilangkan sifat butuh dari dirinya sendiri, maka bagaimana ia kuasa untuk menghilangkan kebutuhan yang ada pada orang lain”
‘’Butuh’’ merupakan sifat yang tidak bisa lepas dari manusia, karna sifat tersebut telah menjadi watak dari manusia. Selain sifat butuh merupakan salah satu bukti kelemahan yang dimiliki manusia, sifat butuh sendiri adalah pemberian dari Allah pada hamba-Nya untuk menunjukan betapa lemahnya hamba-Nya. Sebagaimana yang terdapat pada Al Quran surat An Nisa ayat 28, disebutkan bahwa Allah menciptakan manusia dalam keadaan lemah,
يُرِيدُ اللهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الإنْسَانُ ضَعِيفًا ( اَلْنِّسَاء:28 )
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, karena manusia diciptakan bersifat lemah”
Salah satu tanda lemahnya manusia adalah tidak bisa berdiri sendiri, ia selalu membutuhkan yang lain. Lapar butuh makan, haus butuh minum, sakit butuh kesembuhan.
Maka dari itu mungkin suatu saat manusia akan berada dalam posisi dimana dia sangat butuh, lalu mereka akan mengadukan kebutuhannya itu, dan disinilah peran akal sangat dibutuhkan.
Akal adalah suatu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat tergantung luas pengalaman dan tingkat pendidikan, formal maupun informal. Jadi, akal bisa didefinisikan sebagai salah satu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk mengingat, menyimpulkan, menganalisis dan menilai apakah benar atau salah.
Akal seharusnya mengarahkan pada sesuatu yang benar yaitu mengadukan hajat hanya pada Allah, bukan yang lain, karena Allahlah yang mengatur semua keadaan yang mendorong kita membutuhkan hal lain, dan Allah pula yang meletakkan “sifat butuh” itu di dalam diri kita. Jika Allah yang mengirim sifat butuh itu kedalam diri kita, maka hanya Allah pula yang bisa menghilangkannya (dengan memenuhi kebutuhan tersebut), bukan pihak lain. Bagaimana mungkin seseorang kuasa untuk menghilangkan kebutuhan yang ada pada orang lain padahal dia tidak kuasa untuk menghilangkan sifat butuh dari dirinya sendiri.
Rasulullah SAW bersabda :
إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ
“Apabila engkau meminta (hajat), maka mintalah kepada Allah. Dan apabila engkau meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan hanya kepada Allah.”
Jangan menoleh kepada selain Allah, jangan pula terlalu berharap dan merendahkan diri kepada selain Allah. Seseorang yang menggantungkan diri kepada selain Allah maka ia tertipu oleh khayalan yang tidak tetap, dan tidak ada yang tetap kecuali Allah. Dialah yang tetap, yang qodim dan yang selalu memberi karunia. Pemberian Allah dan anugerah-Nya tetap ada dan terus menerus, tidak pernah berhenti dan terputus.
Karena itu semestinya kita paham, bahwa orang lain sama seperti kita yang pada hakikatnya tidak dapat berbuat baik terhadap diri sendiri. Lalu bagaimana bisa ia berbuat baik untuk orang lain? Dari sini hendaknya kita semakin yakin, hanya Allah harapan kita. Hanya kepada Allah kita mengadu. Hanya kepada Allah, Tuhan yang pemberian dan anugerah-Nya selalu langgeng abadi, kita mengadukan segala kesusahan, kebangkrutan, kesialan, musibah dan cobaan.
Namun tidak pula hikmah ini melarang kita untuk meminta bantuan kepada sesama manusia sebagai perantara atas pertolongan Allah, dan sebagai bentuk usaha kita selaku manusia karena itu sudah sunnatulloh (aturan Allah), tapi hati tetap bergantung kepada Allah. Contoh seorang siswa mau naik kelas dan untuk mencapai keinginanya tersebut ia butuh nilai 9 untuk bisa naik kelas, maka ia seharusnya mengadu kepada Allah, bukan selain-Nya karena hanya Allahlah yang mengatur semuanya, tapi diapun diperbolehkan meminta seseorang untuk mengajarinya sebagai perantara pertolongan Allah tapi hatinya tetap bergantung pada Allah. Karena manusia juga diperintahkan untuk saling tolong menolong dalam hal kebaikan.
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰى ۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللهَ ۗاِنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ ﴿المائدة : ۲﴾
”Dan tolong-menolong lah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan. Dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwa lah kalian kepada Allah, sesungguhnya siksa Allah sangat berat."