A. MUQODIMAH

Seiring berjalannya waktu, semakin moderen-nya dunia, kita kadang lupa akan aturan main dalam mencari ilmu agama. Tercemari lingkungan yang rata-rata tujuan mencari ilmu hanya untuk menggapai dunia semata. Agar para santri tetap berkompeten dan menjadi santri yang ilmunya manfaat, para masyayikh selalu memberi arahan, mawaidz, terhadap para santri agar selalu giat dalam belajar, dengan niat yang ikhlas Lillahi Ta’ala.

B. MATERI

a) KEWAJIBAN BELAJAR

Secara fitrohnya, manusia selalu tertuntut untuk belajar, belajar dari apa yang harus dipelajari sekarang, belajar suatu hal yang bisa menuntun jiwa ke jalan yang benar, belajar mengenai ilmu-ilmu syar’i yang dapat menuntun seseorang untuk beribadah dengan benar. Dengan belajar seseorang akan mengerti apa yang belum dia pahami, dengan belajar seseorang akan mempunyai pertimbangan yang baik dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

Dalam hadits Nabi sorih menyebutkan kewajiban mencari ilmu

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وكل من بغير علم يعمل

Bagaimana tidak, sedangkan semua bentuk amal yang tidak didasari dengan ilmu tidak akan diterima amal tersebut, syaikh Ibnu Ruslan berkata

وكل من بغير علم يعمل % أعماله مردودة لا تقبل

b) CARA BELAJAR

Metode belajar yang baik, yang sering diajarkan oleh senior-senior kita diantaranya:

• Mengulang Kembali Pelajaran Yang Telah Lewat

hal itu sudah menjadi rahasia umum di tengah-tengah kehidupan para santri, namun tidak banyak teman-teman santri yang melakukannya. Seharusnya itu menjadi PR tersendiri yang harus segera di jawab. Apakah dia mondok sebenarnya ada tekad untuk bisa atau tidak?

• Bertanya

Alhamdulillah kita kaum santri tidak diajari gengsi, jika tidak faham materi, kita biasa menanyakan hal itu pada orang lain, walau pada adik kelas kita. Mulai dari dulu metode sering bertanya sudah diakui salah satu metode belajar yang efektif, karena tidak terikat dengan waktu, tempat atau absen. Hal ini juga semakna dengan tuntunan Al-Quran, Allh SWT berfirmannya:

فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون (النحل : 43)

Menanyakan suatu masalah yang kurang jelas juga sudah dibiasakan oleh para sahabat terhadap nabi Muhammad SAW. Seperti yang dilakukan oleh sahabat Mu’adz Bib Jabal dan Tsa’labah pada Rosulullah saat bertanya seputar hilal, sehingga turunlah ayat Allah SWT:

الأية …… يَسْئَلُونَكَ عَنِ الاهلة.

Perlu diketahui pula, sering bertanya tidaklah semuanya baik, seperti menanyakan perkara yang sudah jelas atau bertanya yang tujuannya hanya mempersulit keadaan tanpa didasari rasa keingintahuan. Nabi bersabda:

إنّ الله كره لكم قيل وقال وكثرة السؤال وإضاعة المال

Sebagai analogi saja, jika anda sehari bertanya lima permasalahan saja yang anda anggap kurang jelas, berarti kalau satu bulan anda sudah mengetahui 150 permasalahan. Kalau satu tahun berarti anda telah mengupas kurang lebih 1800 permasalahan. Falyata’ammal!!!

• Sorogan

Sistem belajar seperti ini terkenal menjadi ciri khas pesantren salaf. Dengan sorogan, ilmu mudah didapat dan ditransfer dari senior ke junior. Selain itu system ini juga dapat menjadikan wadah untuk penyampaian arahan, motifasi, dukungan mental dan yang lainya pada santri junior.

• Muthola’ah Dalu

""

Belajar pada malam hari membawa barokah yang tersendiri, dipandang dari waktu memang malam hari lebih tenang dari siang hari, lebih mendukung untuk konsentrasi belajar dan menghafal. Imam syafi’I membagi malam-malamnya menjadi tiga, sepertiga malam untuk ilmu, sepertiga yang lain untuk ibadah dan sepertiga sisanya untuk tidur. Imam syafi’I juga berkata dalam kitab diwan-nya

بقدرِ الكدِّ تكتسبُ المعالي % ومن طلب العلا سهر الليالي

Perlu diperhatikan juga, sahrul layali itu baik jika tidak menjadi penyebab meninggalkan kewajiban seperti sholat subuh, ngaji, sekolah dan hal wajib lainnya.

c) TUJUAN BELAJAR

saat disodori pertanyaan “apa tujuan kamu mondok?” Tidak semua santri menjawab “untuk menghilangkan kebodohan dan memenuhi kewajiban”. Maklum masih baru. Agar kita menjadi santri yang diridloi oleh Allah SWT, diridloi para masyayikh kita sudah sepetutnya membenahi niat dan tujuan kita yang kurang baik. Diantara diantara tujuan yang perlu kita tata kembali ialah:

• Menghilangkan kebodohan

Sebagaimana pemaparan di atas, menuntut ilmu wajib bagi kita, suatu kelaziman, hukum haram juga muncul jika kita enggan menuntut ilmu. Menghilangkan kebodohan yang dapat membahayakan diri kita, ibadah kita dapat kita jadikan salah satu tujuan kita belajar.

• Niat Ikhlas Lillahi Ta’ala

Sudah sepatutnya pekerjaan yang kita lakukan tiap hari ini harus kita niati semata-mata memenuhi perintahnya Allah SWT, karena hanya dengan ilmu pula kita bisa melakukan printah-perintahnya yang lain dengan benar. Walau bungkusan pekerjaan kita baik, menuntut ilmu, namun jika niat kita tidak baik seperti tujuan ingin menjatuhkan ulama’, agar kelihatan gagah, menghina orang bodoh, mencari harta dunia, maka hal itu akan merugikan diri kita sendiri. Nabi bersabda:

BACA JUGA :  Membendung Arus Kaum Pelangi

لا تعلَّموا العلم لتباهوا به العلماء، أو تماروا به السفهاء، ولا تخيَّروا به المجالس، فمن فعل ذلك فالنار النار

)الحاكم في مستدركه(

Dalam hadits lain Nabi juga bersabda:

من تعلم علماً مما يُبتغى به وجه الله، لا يتعلمه إلا ليصيبَ به عرضاً من الدنيا، لم يجد عَرْفَ الجنة يومَ القيامة

• Memupuk Kejujuran

""

Saat ujian tiba kita diberi materi yang akan diujikan, kita juga diberi waktu untuk memelajarinya. Agar saat mengerjakan ujian kita tidak Nyontek, ngerpek kita harus mempersiapkan dengan belajar maksimal dengan tujuan agar jujur dalam menjawab.

d) MANFAAT BELAJAR ILMU SYAR”I

Tidak serendah yang kita bayangkan, orang yang belajar ilmunya Allah SWT tidak hanya agar jadi orang ‘Alim, dihormati atau yang lainnya, namun Nabi telah membawa Tabsyir bagi kita yang mempelajari ilmu Syari’at, diantara bebungah beliau yang menurut kita itu sangat bermanfaat ialah dimudahkan kejalan surga, Kanjeng Nabi Muhammad SAW bersabda:

من سلك طريقاً يلتمس فيه علماً سهلَ اللهُ له طريقاً إلى الجنة، وإن الملائكة لتضع أجنحتها لطالب العلم رِضاً بما يصنع

Selain itu, orang yang menuntut ilmu syar’i berarti berlomba-lomba mengambil warisan para Nabi. Kita yakin, apapun yang ditinggalkan para Nabi itulah yang paling berharga dan bernilai, yang dapat menjadi wasilah kita agar selamat di dunia dan akhirat. Sesebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

العلماء ورثة الأنبياء فإنّ الأنبياء لم يورثوا دينارا ولا درهما إنما ورثوا العلم فمن أخذه أخذ بحظ وافر

Yang kadang terlupakan, para pencari ilmu seharusnya yakin, gigih, dan sedikit banyak menularkan ilmunya, agar ia didoakan, dimohonkan ampunan oleh para malaikat, seluruh penghuni langit dan bumi, seperti yang terkandung dalam haditsnya nabi Muhammad SAW:

إن الله وملائكته وأهل السماوات والأرض حتى النملة في جُحرها، وحتى الحوت ليُصلون على معلمي الناس الخير

e) KERUGIAN TIDAK BELAJAR

Menjadi orang yang jahil, itu sudah termasuk kerugian besar dalam hidup. Sebab, jika jahilnya itu Ghoiru Ma’dzur maka sudah barang tentu ibadah-ibadah yang ia lakukan perlu dipertanyakan akan keabsahannya. Perlu kita syukuri bersama –Alhamdulillah- kita dijadikan oleh Allah SWT menjadi seorang santri yang notabanenya mempelajari ilmunya Allah, sedikit banya kita faham. namun jangan sampai kita puas hanya mempunyai status santri dengan meninggalkan giat belajar dan bermalas-malasan.lebih mengkhawatirkan lagi jika kita kejahilan tersebut menjadi sebab kita dibenci oleh Allah SWT, sebagimana dalam hadits Nabi dalam kitab Shohihu Kunuzis Sunnah:

قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم – (إن الله تعالى يبغض كل عالم بالدنيا، جاهل بالآخرة) صحيح (رواه الحاكم والديلمي).

f) HIDUP UNTUK BELAJAR

Ulama’ mengajarkan pada kita dengan belajar-belajar dan belajar, tanpa memandang batasan umur. Karena apapun pekerjaan yang kita lakukan harus kita ilmuni. Nabi Muhammad SAW sendiri juag memerintah kita bahwa sebenarnya menuntut ilmu itu mulai dari kecil hingga mati. Nabi bersabda:

اطلبوا العلم من المهد إلى اللحد

g) MARI BELAJAR, BELAJAR DAN BELAJAR!!

Salah satu syarat wajib untuh mendapatkan ilmu yang diharapkan ialah sungguh-sungguh. Semua manusia tidak dilahirkan dalam keadaan berilmu, untuk itu, manusia nantinya mempunyai ilmu atau tidak tinggal kenginan dan kesungguhannya. Ilmu berbeda dengan harta, kaya bisa diwaris dari orang tuanya, berbeda dengan ilmu. Syaikhina Maimoen Zubair sering dawuh

بجد لا بجد كل مجد, فهل جد بلا جد بمجد

“Kemuliaan itu bisa digapai dengan sungguh-sungguh, bukan dengan nenek moyang, apakah nenek moyang itu bisa mulia dengan tanpa kesungguhan?”

C. IKHTITAM

Demikan sedikit kata-kata yang dapat kami paparkan, semoga, sekelumit kata-kata ini dapat digunakan sebagai pelajaran agar kita bisa menjadi santri giat dalam belajar mempelajari ilmu-ilmunya para salafuna sholih dan dapat mengamalkannya dengan penuh keikhlasan. Mohon maaf apabila ada banyak kesalahan semoga perjalanan kita dalam belajar terhadap para Masyayikh kita ini diridloi oleh Allah SWT.

والله اعلم بالصواب

Artikulli paraprakMemposisikan Diri Dalam Beramal
Artikulli tjetërMemaknai Sebuah Kesuksesan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini