Islam dengan ajarannya yang universal dan mencakup semua aspek kehidupan manusia sangat memperhatikan kesehatan jasmani dan rohani. Kesehatan keduanya dalam paradigma syari’at adalah sesuatu yang urgen dan mutlak diperlukan, terutama kesehatan rohani atau spiritual. Karena dengan jasmani dan rohani yang sehat kita umat islam dapat beribadah dengan khusyuk dan maksimal serta mampu berkarya untuk kemaslahatan bersama, saling memberikan kemanfaatan yang mana kedua hal tersebut merupakan tugas utama manusia di muka bumi. Untuk itu agama islam sangat menekankan sekali untuk menjaga kesehatan. Hal itu terlihat dalam beberapa ajaran islam yang melarang seseorang untuk melakukan tindakan yang bisa mengganggu kesehatannya. Seperti dalam pelarangan meminum khomer dan minuman memabukkan lainnya. Juga hikmah yang terdapat dalam pelarangan memakan daging babi karena ternyata dalam daging babi terdapat bakteri-bakteri yang dapat membahayakan tubuh.

Di samping itu banyak kaidah fiqhiyyah yang secara eksplisit menyatakan akan pentingnya menolak mafsadah. Seperti kaidah:

درء المفاسد مقدّم على جلب المصالح

"Mencegah kerusakan didahulukan daripada menarik kemaslahatan." Dan juga kaidah:

الضرر يزال

"Kemadlorotan harus dihilangkan."

Dalam yurisprudensi fiqh, aspek kesehatan sangat kentara bisa mempengaruhi hukum-hukum berikut konsekuensinya, baik dalam masalah ‘ubudiyah maupun mu’amalah. Seperti pemberian dispensasi bagi orang sakit dengan kadar tertentu untuk berbuka puasa di bulan Ramadlan dan pembolehan bertayamum bagi orang yang menderita pengakit tertentu.

Kendati pun begitu, islam melarang kita untuk berobat dengan cara-cara yang menyimpang dari ajaran yang benar, seperti dengan mendatangi kahanah atau dukun yang jelas-jelas merupakan sekutu setan. Karena sudah merupakan fitrah manusia bahwa demi menjaga kesehatan tubuh dan mempertahankan nyawanya, mereka rela melakukan apa saja. Begitu besarnya keinginan tersebut sampai mengalahkan akal sehat dan rasio mereka.

Metode Pengobatan Ala Rasulullah

Di tengah perkembangan teknologi, terutama bidang kedokteran dan medis, ternyata solusi medis yang diturunkan syari’ atau yang disebut dengan At-Thibb An-Nabawi tetap bisa menunjukkan eksistensi dan kebenarannya yang rasional dan ilmiah. Bahkan dengan semakin canggihnya alat-alat medis dan pendeteksi penyakit dalam organ tubuh manusia, hal tersebut semakin mengukuhkan bahwa ilmu kedokteran ala Rasulullah bukanlah mitos dan tahayul belaka dan tidak didasarkan pada hal-hal yang tidak ilmiah dan rasional. Karena hasil penelitian termutakhir yang mengkaji kebenaran dan relevansi metode pengobatan Rasulullah menghasilkan fakta-fakta ilmiah yang tidak berseberangan dengan metode tersebut. Sebagai contoh, adanya translasi religius dari Rasulullah yang mengatakan bahwa pada salah satu sayap lalat terdapat racun sedangkan sayap yang lainnya mengandung penawarnya. Setelah melalui serangkaian penelitian di era moderen ini ternyata memang terbukti bahwa hadis Nabi tersebut memang bukan isapan jempol belaka. Terlepas dari semua fakta di atas, Ath-Thibb An-Nabawi merupakan bagian dari wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah untuk kemaslahatan manusia.

وما ينطق عن الهوى (3) إن هو إلاّ وحي يوحى (4) (سورة النجم)

Maksudnya: Nabi Muhammad tidak mengucapkan sesuatu pun menurut hawa nafsunya. Ucapannya hanyalah berdasarkan wahyu yang diturunkan kepadanya.

Kita umat muslim wajib mempercayainya tanpa perlu menunggu pembuktian-pembuktian ilmiah yang umumnya dilakukan oleh barat yang notabenenya adalah nonmuslim. Well, walaupun jika dipikir-pikir sebenarnya penemuan-penemuan dan pembuktian ilmiah yang mereka lakukan tidaklah terlalu mengejutkan kita bukan? Hanya soal waktu, kapan mereka akan menemukan dan membuktikannya.

Prinsip-Prinsip Dasar Dalam Ath-Thibb An-Nabawi

Imam Ibnu Qoyyim (wafat tahun 751 H) dalam kitabnya "Ath-Thibb An-Nabawi"mengatakan bahwa prinsip yang paling mendasar dalam ilmu kedokteran ada tiga, yaitu menjaga kesehatan, menghilangkan virus dan bakteri membahayakan dalam tubuh, dan melindungi tubuh dari sesuatu yang membahayakan. Ketiga-tiganya telah diisyaratkan dalam Al-Qur’an, yaitu yang pertama

فمن كان منكم مريضا أو على سفر فعدّة من أيام أخر. [البقرة: 184]

Maksudnya: Jika ada orang yang tidak bisa berpuasa sama sekali atau secara sempurna dikarenakan sakit atau melakukan perjalanan, maka dia boleh berbuka dan nanti wajib membayarnya.

Dalam ayat tersebut Allah memperbolehkan bagi orang yang sakit untuk berbuka di siang hari bulan Ramadan, juga bagi musafir. Tujuannya adalah untuk menjaga kondisi kesehatannya. Karena jika dia berpuasa maka akan mengurangi stamina dan membuatnya lemah karena adanya aktivitas yang keras.

Prinsip yang kedua yaitu:

فمن كان منكم مريضا أو به أذى من رأسه ففدية من صيام أو صدقة أو نسك. [البقرة: 196]

Maksudnya: Jika ada orang yang sedang berhaji terkena penyakit di badannya atau rambutnya dengan kadar tertentu, maka dia boleh bercukur dan dia wajib membayar fidyah berupa puasa tiga hari, atau sodaqoh dengan tiga sho’, atau menyembelih kambing.

Dalam ayat ini Allah memperbolehkan bagi orang yang terdapat penyakit di kepalanya, seperti gatal-gatal atau kutu, untuk mencukur rambutnya dalam keadaan ihrom. Tujuannya untuk menghilangkan kutu yang menggumpal di bawah rambut. Jika dia mencukur rambutnya maka terbukalah pori-pori kepala sehingga kutu-kutu tadi bisa keluar lewat pori-pori tersebut.

Dan prinsip ketiga terdapat dalam surat An-Nisa:

وإن كنتم مرضى أو على سفر أو جاء أحد منكم من الغائط أو لامستم النساء فلم تجدوا ماء فتيمّموا صعيدا طيّيا. [النساء: 43]

Maksudnya: Jika kamu dalam keadaan sakit yang tidak bisa menggunakan air, atau sedang dalam perjalanan atau berhadas kecil atau besar lalu tidak menemukan air yang bisa dibuat bersuci setelah mencarinya, maka hendaklah bertayamum dengan tanah suci yang berdebu sebagai ganti dari wudlu dan mandi besar.

Allah telah memperbolehkan bagi orang yang terkena penyakit tertentu untuk bersuci dengan tanah. Tujuannya adalah melindungi tubuhnya dari sesuatu yang membahayakan baik dari dalam maupun dari luar. Lewat ketiga ayat tadi Allah telah menunjukkan kepada hambanya dasar-dasar ilmu pengobatan secara global. Di samping itu Rasulullah juga telah memberikan petunjuk dalam hal tersebut yang terekam dalam kitab-kitab hadis. Beliau mengajari manusia bagaimana mengobati diri sendiri untuk mengalahkan penyakit-penyakit hati dan badan, sehingga dengan demikian secara serempak beliau telah melestarikan keimanan dan kesehatan. Inilah yang disebut Ath-Thibb An-Nabawi. Yaitu metode pengobatan yang diajarkan oleh beliau yang masih menjadi bagian dari syari’at komprehensif yang dibawanya.

Di bawah ini penulis mencoba untuk menguak sedikit dari metode tersebut. Tentunya dengan pengetahuan penulis yang terbatas.

Pembagian Penyakit Dalam Ath-Thibb An-Nabawi

Salah satu ulama salaf yang membahas metode ini secara intensif adalah Imam Ibnu Qoyyim. Kitabnya yang berjudul "Ath-Thibb An-Nabawi" menjadi bahan referensi utama dalam menelaah lebih lanjut kandungan ilmu pengobatan ala Nabi ini. Dalam kitabnya tersebut beliau menjelaskan bahwa metode pengobatan Rasulullah terbagi menjadi dua, yaitu: pengobatan dengan menggunakan ألأدوية القلبية و الروحانية (obat batin dan kasat mata) dan pengobatan dengan الأدوية الحسّية (obat fisik dan nyata).

BACA JUGA :  Rahasia Allah SWT Yang Ada Pada Madu

Pengobatan yang pertama tidak bisa dicerna oleh kebanyakan dokter, dan akal mereka tidak bisa sampai kepadanya karena pengobatan ini untuk penyakit hati atau psikis. Metode ini menyerupai teori ilmu psikologi modern dan psikiatri karena metode ini menggunakan kekuatan dan kemampuan hati (will power), kepasrahan kepada Allah, berserah lindung kepada-Nya, merendah di hadapan-Nya juga dengan sodaqoh, berdoa, bertaubat, berbuat baik pada orang lain, menolong yang kesusahan dan lainnya. Sesungguhnya praktek pengobatan ini telah dilaksanakan oleh umat-umat terdahulu dengan keragaman agama dan kepercayaannya. Mereka menemukan bahwa obat-obat ini mempunyai efek dan khasiat yang bagus untuk mengobati penyakit yang mana hal tersebut tidak ditemukan dalam ilmu kedokteran modern.

Hal tersebut sebenarnya tidak menyimpang dari hukum alam dan bukan sesuatu yang berbau ‘mistis’ atau sebagainya, seperti mantra atau jampi-jampi yang dilafalkan oleh dukun. Karena ketika hati seseorang sudah dekat dengan sang pencipta alam yang menciptakan penyakit dan obatnya, disertai dengan jasmani dan rohani yang bersih dan kuat maka hal tersebut akan menjadi bentuk sinergi yang kuat untuk menolak suatu penyakit dan melenyapkannya dari dalam tubuh.

Sebagai contoh, cerita yang terdapat dalam Shohih Muslim tentang para sahabat Nabi yang melakukan perjalanan. Salah satu dari mereka bisa menyembuhkan kepala suatu kampung yang terkena sengatan kalajengking hanya dengan membaca surat Al-Fatihah (meruqyah). Pengaruh ruqyah dengan Al-Fatihah dalam mengobati gangguan binatang berbisa mengandung rahasia yang unik. Sebab binatang berbisa itu mempengaruhi melalui kondisi jiwa korban yang labil dengan senjatanya yaitu sengatan yang berbisa. Dan hewan semisal kalajengking tidak akan menyengat kecuali ketika dia marah. Karena ketika marah racun yang ada pada pencapitnya akan bereaksi kemudian dia mengeluarkannya melalui pencapitnya dan langsung menyebar ke dalam tubuh korban. Dan ketika diruqyah, jiwa orang yang meruqyah dapat memberikan pengaruh terhadap jiwa yang diruqyah. Maka terjadilah fi´l dan infi´al (aksi dan reaksi) diantara keduanya, sebagaimana aksi dan reaksi yang terjadi antara penyakit dan obat. Maka jiwa orang yang diruqyah menjadi kuat dengan ruqyah itu dan dapat menundukkan penyakit atas izin Allah. Adapun semburan dan air ludah yang dikeluarkan pe-ruqyah hanyalah merupakan media perantara saja. Karena proses ruqyah itu keluar dari hati si pe-ruqyah dan mulutnya. Jika disertai dengan sesuatu yang berasal dari dalam tubuhnya, seperti air ludah dan nafas, maka akan menjadi kombinasi sempurna dalam proses penyembuhan.

Majalah ‘Newsweek’ terbitan tanggal 10-11-03 memuat artikel menarik sehubungan dengan pembahasan ini. Artikel tersebut berjudul: "Tuhan Dan Kesehatan: Apakah Agama Merupakan Obat Yang Baik?" Disitu dituliskan bahwa keimanan kepada Tuhan dapat meningkatkan harapan pasien untuk sembuh dan membantu proses penyembuhan dengan mudah. Menurut pendataan yang dilakukan majalah tersebut, 75% masyarakat Amerika mengatakan bahwa mereka percaya jika berdoa dapat menyembuhkan penyakit. Dan menurut penemuan di Universitas Rush Chicago, tingkat kematian dini di kalangan orang-orang yang beribadah dan berdoa secara teratur adalah sekitar 25% lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki keyakinan agama. Penelitian lain yang dilakukan terhadap 750 orang yang menjalani pemeriksaan Angio Cardiographi (jantung dan pembuluh darah) membuktikan secara ilmiah "kekuatan penyembuhan dengan doa", dan tingkat kematian dikalangan penderita penyakit jantung yang rutin berdoa menurun 30% dalam satu tahun pasca operasi.

Metode pengobatan yang kedua adalah الأدوية الحسّية yakni obat-obatan yang berasal dari tanaman-tanaman, tumbuh-tumbuhan atau yang lainnya seperti susu dan madu. Dalam hal ini Nabi SAW memberikan kita petunjuk dalam mengobati berbagai penyakit. Akan tetapi ilmu kedokteran ala Nabi tidaklah sama dengan ilmu kedokteran modern yang dikembangkan barat, karena ilmu kedokteran Nabi didasarkan pada keyakinan yang berasal dari wahyu ilahi dan kesempurnaan akal yang beliau miliki. Sedangkan ilmu kedokteran modern lebih banyak didasarkan pada hasil eksperimen yang bersifat estimasi dan praduga saja.

Akan tetapi pada kenyataannya banyak umat islam yang lebih condong untuk menggunakan ilmu kedokteran modern. Sedikit sekali yang mau menggunakan Ath-Thibb An-Nabawi. Hal itu dikarenakan orang yang menggunakannya hanyalah orang yang menerimanya dengan tangan terbuka dan mempercayainya atau dengan kata lain, orang-orang yang sempurna iman dan kepasrahannya. Jadi, Ath-Thibb An-Nabawi tidak sesuai kecuali untuk jasmani yang baik, seperti Al-Qur’an yang hanya sesuai dengan hati yang bersih dan suci.

Penutup

Salah satu faktor terpenting dalam kelangsungan manusia di muka bumi ini adalah kemampuannya mempertahankan diri dari segala macam bahaya yang selalu mengancam, baik dari luar maupun dari dalam. Salah satu caranya adalah dengan ilmu kedokteran dan medis, yang mana tujuan dari ilmu ini adalah mempertahankan tubuh dari serbuan virus dan bakteri jahat yang bisa mengganggu sistem kerja tubuh. Nabi Muhamad, Nabi yang diutus dengan syareat yang komplit dan sempurna pun tak luput untuk memperhatikan masalah yang satu ini. Lewat kitab-kitab hadis kita bisa mengetahui bahwa beliau mengajarkan kita tata cara berobat yang baik dan benar. Namun kita sebagai manusia tidak dapat hidup selamanya, walaupun tanpa penyakit yang menimpa dan dengan segala macam obat-obatan yang diminum, kematian tetap akan menyapa kita disela-sela waktu tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu. Oleh karena itu, tujuan kita dalam berobat bukanlah usaha untuk lari dari kematian, karena usaha seperti itu adalah sia-sia belaka.

قل لا ينفعكم الفرار إن فررتم من الموت أو القتل وإذا لاتمتّعون إلاّ قليلا. [الأحزاب:16]

Maksudnya : Lari dari kematian atau dibunuh itu tidak akan bermanfaat bagi kamu. Dan jika kamu benar-benar terhindar dari kematian maka kesenangan yang kamu dapatkan hanyalah sebentar saja. Tujuan kita berobat adalah untuk mencari keridhoanNya dengan mencari dan mengunakan sebab-sebab yang telah Allah letakkan pada tempatnya masing-masing. Malah hakikat iman tidak akan sempurna kecuali dengan mubasyarotul asbab (mengindahkan sebab-sebab) yang telah Allah rancang dan atur sedemikian rupa. Wallahu a’lam.

Artikulli paraprakAnalisis ´Urf Dalam Perspektif Syar´i
Artikulli tjetërTanggapan Surat Pembaca Tentang Artikel Ancaman Liberalisme, Salafy-wahabi, Sekularisme Terhadap Eksistensi Ahlussunnah wal Jama’ah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini