نُّوْرُ لَهُ الْكَشْفُ وَالْبَصِيْرَةُ لَهُ الْحُكْمُ وَالْقَلْبُ لَهُ الْإِقْبَالُ وَالْإِدْبَارُ

Cahaya bisa menyingkap, mata hati dapat mengetahui, sedangkan hati bisa menerima dan menolak.

            Cahaya yang dianugrahkan Allah ke dalam hati seorang murid bisa menyingkap berbagai makna dan hal ghaib, seperti baiknya ketaatan dan buruknya maksiat. Mata hati bisa melihat makna dan hal ghaib kemudian dapat mencapai taraf mengetahui. Dalam melihat makna dan hal ghaib ini, mata hati membutuhkan cahaya, seperti halnya mata biasa yang membutuhkan bantuan cahaya lentera atau matahari ketika akan melihat sesuatu. Cahaya yang dibutuhkan mata hati itu adalah cahaya batin.

            Selanjutnya, yang dilihat oleh mata hati itu akan diterima atau ditolak oleh hati. Jika mata hati melihat baiknya ketaatan, hati akan menerima dan mencintainya, lalu diikuti oleh seluruh anggota tubuh. Bila mata hati melihat buruknya maksiat, hati akan menolak dan menjauhinya, kemudian diikuti oleh anggota tubuh yang lain.

            Hati yang tidak ada cahayanya, yaitu hati orang muslim yang bermaksiat, dia tidak dapat membedakan antara pahitnya maksiat dan manisnya taat. Orang yang selalu berbuat maksiat dan banyak dosa hatinya akan gelap. Hatinya yang gelap itu ibarat cermin yang kotor. Ia tidak bisa digunakan untuk melihat dirinya. Ia tidak bisa membedakan baik dan buruknya sesuatu. Oleh sebab itu, orang yang hatinya sudah penuh kegelapan tidak akan menerima nasihat dari orang lain.

وَلْيَكُ مَطْعَمَهُ حِلًا وَمَلْبَسَهُ # آلَاتُهُ يَسْتَنِرْ طَوِيَّهُ صَقِلَا

Pelajar harus halal makanan dan pakaiannya, begitu juga dengan peralatan belajarnya, karena hal itu yang menyababkan terang dan beningnya hati yang sesuai untuk tempat ilmu.

            Kalau seseorang masuk rumah dengan penerangan cahaya maka akan tampak baginya apa saja isi dalam rumah. Ada yang berbahaya ada yang berguna. Yang berbahaya, seperti kalajengking perlu dihindari. Sementara yang berguna seperti kitab, emas perak, ia akan ambil. Begitulah perumpamaan hati yang memiliki cahaya ketakwaan pada Allah. Hati tersebut pasti bisa membedakan yang bermanfaat dan yang berbahaya, yang hak dan batil.

BACA JUGA :  HIKMAH 60 : Kehinaan adalah benih tamak

            Hikmah ini juga bisa diartikan bahwa cahaya bisa menyingkap misteri ghaib, seperti rahasia takdir, atau memprediksikan apa yang akan terjadi di dunia. Setelah itu, mata hati berperan melihatnya dan hati memastikannya. Terkadang penyingkapan dan penglihatan tersebut tidak sempurna.

            Oleh karena itu, seorang mukāsyif (yang mampu menyingkap misteri ghaib) harus memastikan terlebih dahulu apa yang disingkapkan di hadapannya itu. Ia tidak boleh beramal hanya berdasarkan apa yang disingkapkan untuknya. Ia juga tidak boleh memprediksikan sesuatu sebelum bertanya kepada hatinya, apakah hatinya itu menerima atau menolaknya. Itulah sebabnya prediksi sebagian wali ada yang tidak terjadi. Ya, karena ia tidak memastikan terlebih dahulu apa yang disingkapkan di hadapannya itu.

Artikulli paraprakDibalik Angka 4
Artikulli tjetërNADWAH FIQHIYAH ‘ANIL QODLOYA AS-SYAR’IYYAH Ke-47

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini