Lelaki parlente itu bukan hanya dikenal sangat tampan yang ketampananya dapat melenakan wanita yang tercantik. Ia juga paling berkuasa dan paling disegani di muka bumi ketika itu. Lelaki itu adalah khalifah pertama sekaligus pendiri kekhalifahan bani umayyah, di ibu kota kekhalifahanya, Damaskus, ia membangun sebuah istana megah, ia mempunyai selera, semua yang ia miliki adalah mimpi-mimpi wanita, lantas itu jadi ironi, kali ini cinta tersedak, ia tergila –gila pada sprang gadis badui yang cantik dan innocent. ia menikahinya, lalu memboyomgnya di istana .tapi ia gagal menerbitkan, bahkan sebersiypun cinta dalam hati sang istri ketampanan, kemewahan, dan kekuasaan muawiyah tidak cukup memadai dalam membagikan cinta dalam jiwanya. Ia bahkan tidak mengerti bagaimana menikmati kemewahan dalam istana sang suami. Setiap langkah kakinya menderap disudut-sudut istana, ingatan malah kembali ke dusunnya. Sebab disana ada seorang pemuda badui yang terus merindukannya.

Pada suatu malam yang sunyi , ketika purnama menghiasi langit malam, kesabarannya berakhir, rindunya meledak dalam bait-bait syair yang ia senandungkan. Sayup-sayup Muawiyah mendengarnya. Aku tidak bisa mencintaimu, aku ingin pulang, aku ingin menikah dengan kekasihku ! Muawiyah tersandar kekuasaan menginginkan ia menikahi gadis baduai dengan mudah. Tapi kekuasaan tidak dapat membantu merebut cintanya. Gadis Innocent itu adalah seorang perempuan merdeka. Ia memilih untuk meninggalkan istana Muawiyyah yang megah hanya untuk hidup bersama seorang pemuda yang sederhana. Dengan berat hati akhirnya Muawiyyah menceraikan istrinya, seorang gadis lugu yang telah membuat tergila-gila.

Cinta secara umum adalah emosi kebajikan yang meledakkan semangat memberi dalam jiwa kita, itu sebabnya kita selalu menjadi lebih baik ketika sedang jatuh cinta. Tapi ketika cinta dihadapkan pada objeknya, khususnya cinta antara laki-laki dan wanita , emosi kebajikan itu tetaplah emosi kebajikan. Tapi dengan Chamistry yang sangat unik. Dua emosi kebajikan belum tentu bisa bertaut secara kimia dengan mudah. Jauh sebelum cinta menjelma menjadi pertemuan dua fisik, ia terlebih dahulu bertaut di alam jiwa. Jika ada pertemuan fisik yang tidak didahului oleh pertemuan jiwa itu bukanlah cinta. Maka sepasang laki-laki dan perempuan bisa melakukan hubungan intim tanpa cinta . atau pernikahan bisa berlangsung tanpa cinta. Sebagai manusia jiwa kita mempunyai tabiat kimiawi yang sangat unik dan tidak bisa ditebak. Seorang perempuan lembut bisa jadi mencintai seorang lelaki kasar, karena kelembutan dan kekasaran adalah dua kutub jiwa yang bisa bertemu seperti air dan api saling tergantung dan menggenapkan.

BACA JUGA :  SIGNIFIKANSI NISYFU SYABAN DALAM ISLAM

Demikian pula yang terjadi pada gadis badui tersebut. setelah Sang kholifah telah mengizinkannya utuk menemui kekasihnya iapun bergegas berangkat ke kampung halaman. Sesampainya di sana. Sang pujaan hati masih setia menunggu bidadarinya. Sebagaimana gadis itu mencintainya dengan cinta sejati yang tulus dan tak dapat diubah oleh hanya sekedar materi, Sang pemuda desa sederhana itupun mempunyai rasa yang sama. akhirnya mereka bertemu dengan penuh keindahan cinta dan merekapun menikah. Mereka hidup penuh bahagia hingga melahirkan banyak anak.

Demikianlah keunikan jiwa itu sama sekali tidak menguranggi kadar kebenaran dalam fakta. Bahwa cinta, emosi kebajikan tetaplah harus mengejawantah kepada semangat memberi. Dan bahwa nilai kita dimata orang yang kita cintai tetaplah terletak pada manfaat yang kita berikan padanya. Dan pada suatu hubungan cinta kita tidak memberi sesuatu kepada orang yang kita cintai, sementara hubungan cinta itu berlanjut, bahkan langgeng, � percayalah itu semata-mata karena kesabaran sang kekasih menyaksikan percintaannya mengkonsumsi kebajikannya setiap saat, atas nama cinta�. Yang satu memberi atas nama cinta yang lainnya menerima atas nama cinta. Ironis memang, tapi

Artikulli paraprakNazam Tolak Balak
Artikulli tjetërSenja di Ambang Malam

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini