•I. Pendahuluan

Fiqh merupakan dimensi atau aspek praktis dari syari’at Islam. Sementara itu, syari’at sendiri adalah apa saja yang di tetapkan Allah Swt bagi seluruh hambanya berupa hukum-hukum, baik melalui Al Quran, Sunnah Nabi dan juga apa yang berkaitan dengan metode keimanan dan keyakinan kepada Tuhan, yang menjadi garapan khusus ilmu kalam atau ilmu tauhid. Ada juga syari’at yang berhubungan secara khusus dengan cara-cara beramal, beribadah dan bermu’amalah yang menjadi garapan ilmu fiqh.

Fiqh Islam lahir, tumbuh dan berkembang secara bertahap sejak Nabi Muhammad Saw masih hidup hingga zaman generasi Shahabat. Di antara faktor utama yang mendorong kelahiran fiqh secara cepat di masa Shahabat adalah kebutuhan umat Islam dalam mengetahui hukum-hukum untuk berbagai peristiwa dan kejadian yang timbul. Kebutuhan akan fiqh Islam akan terus ada sepanjang zaman untuk mengatur kehidupan manusia dan hubungan sosialnya, mengetahui segala hak dan kewajiban setiap manusia, memenuhi segala bentuk kemaslahatan yang selalu baru dan berubah, dan juga menghindari bahaya dan kerusakan yang bisa timbul secara tiba-tiba.

•II. Sejarah dan perkembangan Fiqh Islam

II.a. Masa Rasulullah Saw.

Masa Nabi Saw ini juga disebut sebagai periode risalah, karena pada masa ini agama Islam baru muncul dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, pada periode ini semua problematika keagamaan, baik aqidah, fiqh atau yang lainnya diserahkan sepenuhnya kepada Rasulullah Saw. Pada masa ini semua persoalan dapat diselesaikan langsung oleh beliau dan diterima oleh semua kalangan shahabat. Sumber fiqh saat itu adalah Al Quran dan Sunnah Nabi, dan ketika terpaksa berijtihad semuanya akan ditanyakan langsung kepada Rasulullah Saw.

II.b. Masa Khulafa’ur Rasyidin

Masa ini dimulai sejak wafatnya Nabi Saw sampai pada masa berdirinya Khilafah Bani Umayyah. pada masa shahabat muncul beberapa masalah baru yang timbul di tengah-tengah masyarakat yang belum pernah terjadi pada masa Rasulullah Saw. Dalam menyikapinya, para shahabat menggali hukum dari Al Quran dan Sunnah Nabi. Sehingga ketika hukum tidak ditemukan dalam Al Quran dan Sunnah Nabi, maka terjadilah perbedaan pandangan di antara mereka.

Karena sulitnya mencari konsep dalam menentukan suatu hukum dari Al Quran dan Sunnah Nabi, maka, tidak semua shahabat mampu melakukannya. Sehingga dari sekian banyaknya Shahabat, hanya sekitar 130 Shababat yang mampu berijtihad dan berfatwa. Dan hanya 7 Shahabat yang menonjol fatwanya, yaitu: Aisyah, Umar bin Khatthab, Ali bin Abi Tholib, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas. Berarti kelahiran madzhab (baca: fiqh) dimulai dari masa shahabat dan diteruskan pada masa Tabi’in.

II.c. Masa Awal pertumbuhan Fiqh

Masa ini berlangsung sejak berkuasanya Mu’awiyah bin Abi Sufyan sampai sekitar awal abad ke-2 Hijriyah. Rujukan dalam menggali hukum suatu permasalahan masih tetap sama yaitu, Al Quran, Sunnah Nabi dan Ijtihad para ahli fiqh. Pada masa itu kedudukan ijtihad sebagai metode penggalian hukum semakin kokoh dan diterima oleh semua komponen masyarakat sehingga munculah beberapa madzhab dalam bidang fiqh.

Jumhur al ulama sepakat mengatakan bahwa madzhab saat itu ada 13 madzhab ahlissunnah wal jama’ah yaitu :

Madzhab Sufyan bin ‘Uyainah (198 H.) di Makkah Madzhab Maliki (179 H.) di Madinah Madzhab Hasan Bashri (110) di Bashrah Madzhab Abu Hanifah (80-150 H.) di Kufah Madzhab Sufyan al Tsauriy (161 H.) di Kufah Madzhab Auza’iy (157 H.) di Syam Madzhab Syafi’i (150-204 H.) di Mesir Madzhab Laits bin Sa’ad (175 H.) di Mesir Madzhab Ishaq bin Rohawaih (238 H.) di Naisabur Madzhab Abu Tsaur (240 H.) di Baghdad Madzhab Ahmad bin Hambal (241 H.) di Baghdad Madzhab Daud al Dzahiriy (270 H.) di Baghdad Madzhab Muhammad Ibnu Jarir al Thobariy (310 H.) di Baghdad

Dari sekian madzhab yang ada hanya empat yang masih eksis sampai sekarang, yaitu : Madzhab Abu Hanifah, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi’i dan Madzhab Ahmad bin Hambal, adapun madzhab-madzhab yang lainnya masih dapat kita jumpai qoul-qoulnya dalam kitab-kitab seperti hilyah al ulama fi ma’rifah aqwal al fuqoha’ karya Imam al Qoffal, bidayah al Mujtahid karya Ibnu Rusyd, al Muhalla karya Ibnu Hazm, Rohmah al Ummah karya Abu Abdilllah Shodr al Din al Dimasyqi, Nail al Author karya al Syaukani, bahkan dalam kitab-kitab tersebut seringkali kita jumpai qoul-qoul Shahabat dan ulama-ulama tabi’in.

Kelahiran beberapa madzhab tersebut menunjukkan perkembangan hukum Islam pada masa itu. Hal ini disebabkan munculnya beberapa problem di tengah-tengah masyarakat akibat meluasnya kekuasaan Islam sehingga menuntut untuk menugaskan para ulama ke wilayah-wilayah yang telah berhasil dikuasai oleh kekhalifahan Islam. Dan masa ini dikenal dengan masa pembukuan (‘ashru al tadwin) dalam berbagai disiplin ilmu.

II.d. Perkembangan Fiqh Di Pesantren Dan Kalangan NU

Pesantren dengan sistem salafi telah membuktikan diri sebagai lembaga pendidikan yang kokoh dan mapan yang berorientasi dalam ta’lim wa ta’allum. Mampu merespon berbagai permasalahan-permasalahan aktual yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dengan penuh tanggung jawab agar prosesnya benar-benar sistematis, terarah dan akurat.

Untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut, di pesantren dikaji berbagai macam kitab-kitab fiqh (yurisprudensi, hukum Islam) yang populer yang banyak didominasi oleh fiqh al Syafi’iyyah, mulai dari kitab-kitab matan seperti Fathul Qoqrib, Fathul Mu’in, Fathul Wahhab, Minhaj al Tholibin atau kitab-kitab Syarah dan Hasyiyah seperti Hasyiyah al Bujairamiy ‘ala al kothib, Hasyiah al Jamal, I’anah al Tholibin, Mughni al Muhtaj, Raudlah al Tholibin dll. Kenyataan ini tidak berarti bahwa tradisi keilmuan pesantren terbatas pada disiplin fiqh saja, tapi juga mencakup disiplin ilmu lainnya seperti Tafsir, hadits, akidah (ushuluddin), tasawwuf, akhlaq, sastra arab (nahwu, sharaf, balaghoh) dll. Kitab-kitab tersebut difungsikan oleh kalangan pesantren sebagai referensi nilai universal dalam mensikapi tantangan kehidupan.

BACA JUGA :  Rebo Wekasan, Ketahui 6 Hal Ini!

Keberhasilan pesantren dalam mengatur tatanan kehidupan bukan sebuah kebetulan, tapi dengan selalu mempertahankan sistem salaf juga selektif merespon dan mengadopsi kitab-kitab karya ulama-ulama mutaakhirin yang ahlissunnah wal jama’ah, semisal kitab Muhammad Al insan Al kamil, Mafahim, Manhaj Al Salaf karya Al sayid Muhammad Alawy Al maliky, Tafsir Ayatil Al ahkam karya Dr. Aly Al shobuny, Fiqh Al siroh, Al Salafiyyah, Kubro Al Yaqiniyyat karya Dr. Said Romdlon Al Bouthy, Al siroh Al Nabawiyyah karya Abu al Hasan al Nadawy dll. Sejak awal keberadaan pesantren telah banyak melahirkan intelektual-intelektual Islam yang mampu menjadi rujukan umat dalam mengkaji sebuah hukum.

Tidak ketinggalan Nahdlotul Ulama (NU) sebagai Jam’iyyah sekaligus gerakan Diniyyah Islamiyyah dan Ijtima’iyyah telah menjadikan fiqh sebagai pijakan dalam memutuskan sebuah hukum, sebagimana dimaklumi, NU mempunyai forum Bahtsul Masail yang dari segi historis maupun operasionalitas merupakan forum yang dinamis, demokratis dan berwawasan luas. Hal ini tentu tidak mengherankan, sebab tokoh-tokoh NU sendiri, kebanyakan adalah jebolan dari pesantren, sehingga selama mereka tidak tergerus dengan arus pemikiran liberal, mereka akan tetap berusaha untuk mengaplikasikan fiqh Islam dalam realitas kehidupan menuju kebahagiaan yang abadi.

•III. Landasan Fiqh Islam

Fiqh Islam itu berlandaskan empat asas: Al Quran, Hadits, Ijma’ dan Qiyas.

Al Quran: Al Quran merupakan sumber hukum fiqh yang utama dan yang paling agung, yang merupakan hujjah agung antara manusia dan Allah Swt. Al Quran adalah tali yang kuat dan tidak akan putus. Allah berfirman :

???§?¹?’?????µ???…???ˆ?§ ?¨???­???¨?’?„?? ?§?„?„?‘???‡?? ?¬???…?????¹?‹?§ ?ˆ???„???§ ?????????±?‘???‚???ˆ?§ [?¢?„ ?¹?…?±?§?†/103]

" Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai "

Sunnah Nabi: Sunnah Nabi berfungsi untuk menjelaskan hukum-hukum Al Quran yang bersifat global dan general. Karena syariat Islam itu diturunkan secara bertahap untuk menunjukkan kasih sayang Allah pada hamba-Nya. Bentuk kasih sayang tersebut adalah menjelaskan Al Quran yang masih global. Allah berfirman :

???…???§ ?¢???????§?ƒ???…?? ?§?„?±?‘???³???ˆ?„?? ?????®???°???ˆ?‡?? ?ˆ???…???§ ?†???‡???§?ƒ???…?’ ?¹???†?’?‡?? ?????§?†?’?????‡???ˆ?§ ?ˆ???§???‘???‚???ˆ?§ ?§?„?„?‘???‡?? ?¥???†?‘?? ?§?„?„?‘???‡?? ?´???¯?????¯?? ?§?„?’?¹???‚???§?¨?? [?§?„?­?´?±/7]

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya".

Ijma’: Ijma’ adalah konsensus para mujtahid sepeninggal Rasulullah Saw dari masa ke masa atas satu hukum. Dalil Kehujjahan Ijma’ ini berdasarkan pada Sabda Nabi Muhammad Saw :

?„?§?? ?????¬?’?????…???¹?? ?£???…?‘?????????’ ?¹???„???‰ ?¶???„???§?„???©?? ?ˆ???????¯?? ?§?„?„?‡?? ?…???¹?? ?§?„?’?¬???…???§?¹???©?? ?ˆ???…???†?’ ?´???°?‘?? ?´???°?‘?? ?¥???„???‰ ?§?„?†?‘???§?±??

" Umatku tidak akan bersepakat atas kesesatan, dan pertolongan Allah akan Selalu bersama kelompok umat Islam, barang siapa menyendiri/ menyimpang maka ia akan masuk neraka" (HR. Al Tirmidzi).

Qiyas: Qiyas adalah menyamakan masalah baru dengan masalah yang sudah jelas hukumnya yang didasarkan pada illat masing-masing. Adapun qiyas yang dibuat hujjah adalah qiyas yang bersandarkan pada nash, Ijam’ dan istinbath. Ini sudah ada semenjak masa Rasulullah Saw. Allah Swt berfirman :

?????§?¹?’?????¨???±???ˆ?§ ?????§ ?£???ˆ?„???? ?§?„?’?£???¨?’?µ???§?±?? ( ?§?„?­?´?±/2 )

" Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan".

Empat perkara tersebut itulah yang merupakan asas dari fiqh Islam ‘ala Ahlissunnah wal Jama’ah yang sesuai dengan Sabda Rasulullah Saw kepada shahabat Mu’adz ketika hendak dikirim ke negeri Yaman:

???†?’ ?†???§?³?? ?…???†?’ ?£???µ?’?­???§?¨?? ?…???¹???§?°?? ?…???†?’ ?£???‡?’?„?? ?­???…?’?µ?? ?Œ ?¹???†?’ ?…???¹???§?°?? ?Œ ?£???†?‘?? ?§?„?†?‘???¨?????‘?? ?µ???„?‘???‰ ?§?„?„?‘???‡?? ?¹???„?????’?‡?? ?ˆ???³???„?‘???…?? ?‚???§?„?? ?„???…???¹???§?°?? ?¨?’?†?? ?¬???¨???„?? ?­?????†?? ?¨???¹???«???‡?? ?¥???„???‰ ?§?„?’?????…???†?? ?????°???ƒ???±?? : ?ƒ?????’???? ?????‚?’?¶???? ?¥???†?’ ?¹???±???¶?? ?„???ƒ?? ?‚???¶???§???Œ ?? ?‚???§?„?? : ?£???‚?’?¶???? ?¨???ƒ???????§?¨?? ?§?„?„?‡?? . ?‚???§?„?? : ?????¥???†?’ ?„???…?’ ?????ƒ???†?’ ?????? ?ƒ???????§?¨?? ?§?„?„?‡?? ?? ?‚???§?„?? : ?????¨???³???†?‘???©?? ?±???³???ˆ?„?? ?§?„?„?‡?? ?‚???§?„?? : ?????¥???†?’ ?„???…?’ ?????ƒ???†?’ ?????? ?³???†???©?? ?±???³???ˆ?„?? ?§?„?„?‡?? ?? ?‚???§?„?? : ?£???¬?’?????‡???¯?? ?±???£?’?????? ?ˆ???„?§?? ?¢?„???ˆ . ?‚???§?„?? : ?????¶???±???¨?? ?µ???¯?’?±???? ?????‚???§?„?? : ?§?„?’?­???…?’?¯?? ?„???„?‘???‡?? ?§?„?‘???°???? ?ˆ?????‘???‚?? ?±???³???ˆ?„?? ?±???³???ˆ?„?? ?§?„?„?‡?? ?µ???„?‘???‰ ?§?„?„?‘???‡?? ?¹???„?????’?‡?? ?ˆ???³???„?‘???…?? ?„???…???§ ?????±?’?¶???? ?±???³???ˆ?„???‡??.

Nabi Saw bertanya kepada sahabat Mu’adz: bagaimana cara kamu memutuskan perkara (wahai Mu’adz), di saat kamu memberi keputusan? Sahabat Mu’adz menjawab: aku putuskan dengan kitab Allah, Nabi Saw bertanya: bagaimana apabila kamu tidak menemukan hukumnya di dalam Al Quran? Sahabat Mu’adz menjawab: dengan Sunnah Rasulullah, Nabi Saw bertanya: bagaimana apabila kamu tidak menemukan hukumnya di dalam Al Quran dan Sunnah Rasulullah, Sahabat Mu’adz menjawab: aku berijtihad, dan aku tidak sembrono dalam berijtihad. Kemudian Nabi Saw menepuk dada shahabat Mu’adz seraya berseru: segala puji bagi Allah yang telah menolong utusan RasulNya menuju hal yang diridloi olehNya dan RasulNya (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

Artikulli paraprakHIKMAH 56 : NUR ADALAH TENTARA HATI
Artikulli tjetërFIQH ISLAM, Antara Fakta Dan Sejarah Bag. 2

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini