"?„???³ ?ƒ?„ ?…?† ?«?¨?? ???®?µ???µ?‡ ?ƒ?…?„ ???®?„???µ?‡"
"Mereka yang memiliki takhsis belum tentu mereka memperolehnya melalui takhsis."

Takhsis adalah keistimewaan atau keanehan yang diberikan oleh Allah kepada orang tertentu dan tidak biasa ditemukan pada sembarang orang. Hal ini juga kita kenal sebagai keramat. Misalnya; ilmu melipat bumi, mengubah batu menjadi permata, dll.

Sedangkan Takhlis ialah penyucian Allah terhadap seseorang yang dengannya orang tersebut mampu terhindar dari hal-hal yang disenangi hawa nafsu. Pada hikmah ke-108 ini, Imam Ibnu Atho’illah as-Sakandari memberi pengertian bahwa orang yang memiliki keanehan (takhsis) belum tentu dia termasuk orang diselamatkan Allah.

Keramat boleh saja menjadi pertanda akan kewalian seseorang. Tetapi belum tentu yang memiliki keanehan adalah wali. Keanehan bisa keluar dari seorang wali kalau memang si empunya memiliki hati bersih yang mampu mengendalikan hawa nafsu, dan juga menjaga keistiqomahan menjalankan perintah Allah. Itulah keramat yang hakiki. Suatu ketika Abu Yazid al-Busthami ditanya mengenai orang yang bisa berjalan di atas air. Beliau menjawab, "Ikan jauh lebih hebat darinya." Kemudian ditanya lagi tentang orang yang bisa terbang. "Burung lebih mengherankan darinya," jawab beliau. Yang terakhir beliau ditanya, bagaimana orang yang berjalan dari Makkah, dan pulang hanya dalam waktu sehari. "Iblis bahkan bisa mengelilingi seluruh dunia dalam sekejap". Dari kisah di atas, Abu Yazid bagaikan berkata bahwa karamah (keanehan) yang tanpa dibarengi istiqomah mengendalikan hawa nafsu bukan merupakan patokan seseorang dapat dikatakan wali. Sebaliknya, istiqomah berpegang Al-Qur’an dan Sunnah, kemudian keluar keanehan-keanehan, itu baru bisa diperkirakan dia seorang wali.

?‚?§?„ ?³???¯?†?§ ?§?„?´???® ?§?„?±???§?¹?‰: "?§?¬???‡?¯ ?¨?‡?¯?§???© ?§?„?®?„?‚ ?§?„?‰ ?·?±???‚ ?§?„?­?‚?Œ ?ˆ?„?§ ???±???¨ ???‰ ?§?„?ƒ?±?§?…?§?? ?ˆ?®?ˆ?§?±?‚ ?§?„?¹?§?¯?§??. ???§?† ?§?„?£?ˆ?„???§?? ???³?????±?ˆ?† ?…?† ?§?„?ƒ?±?§?…?§?? ?ƒ?…?§ ???³???????± ?§?„?…?±?£?© ?…?† ?§?„?­???¶.

BACA JUGA :  Cahaya Tentara Allah

Imam ar-Rifai berkata, "Berpeganglah pada hidayah mahluk (yang paling sempurna) yang akan mengantarkan kepada jalan kebenaran. Hindarkan dirimu dari senang akan keramat dan keanehan. Sebab (ketahuilah), para wali Allah justru lebih senang menutupi karamahnya (dari pandangan orang lain), sebagaimana seorang wanita menutup-nutupi haidnya (dari orang lain)".

Hal ini berseberangan dengan angapan masyarakat dewasa ini. Mereka menilai bahwa da’wah harus dibarengi dengan keramat-keramat. Di samping sebagai tanda bukti, tak jarang keramat itu dijadikan sebagai ajang mengunggulkan diri dan menganggap selainnya rendah. Hasilnya, masyarakat lebih senang mencari keramat agar dianggap wali. Bukannya melalui jalan syari’at, namun tidak sedikit yang menempuh jalan sesat. Sebagian dari mereka ada yang memilih nyepi di tengah kuburan. Yang lain melakukan ritual sesaji. Bahkan ada juga yang sampai melakukan kontrak dengan jin dan setan. Karamah merupakan buah dari ketakwaan. Bukan karamah jika ia didapat tanpa syari’ah. Bukan karamah apabila "ditonjolkan" untuk sebuah kata "gagah". wallahua’lam bish-showab.

Artikulli paraprakHikmah 111 Al Ghofil wal Aqil
Artikulli tjetërHIKMAH 109 Keinginan Kita dan Keinginan Tuhan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini