حُسْنُ الْأَعْمَالِ نَتَائِجُ حُسْنِ الْأَحْوَالِ وَحُسْنُ الْأَحْوَالِ مِنَ التَّحَقُّقِ فِي مَقَامَاتِ الْإِنْزَالِ
“Berkualitasnya amal merupakan buah dari kualitas hati manusia dan kualitas hati manusia muncul setelah mendapatkan derajat-derajat dari Allah SWT.”
Langkah menuju dzat yang menjadikan sesuatu yang ada dari sesuatu yang tidak ada dengan nurnya adalah langkah yang sangat sulit sebab membutuhkan keistiqomahan dalam melakukan amalan-amalan baik dan menjaga hati untuk dapat meraih sebuah maqom dari Allah SWT. adapun amalan-amalan baik merupakan buah dari kualitas hati manusia yang mempunyai sifat zuhud terhadap dunia dan ikhlas beramal karena allah dan kualitas hati manusia muncul ketika telah meraih sebuah maqom dari Allah SWT.
Menurut Ahmad Bin Muhammad Bin ajybh Al hassan, amal adalah bergeraknya badan dengan bersunggguh-sungguh, ahwal adalah pergerakan hati dengan susah payah, sedangkan maqom adalah diamnya hati dengan tenang seperti zuhud terhadap dunia. Zuhud bisa diraih dengan cara beramal sungguh-sungguh dengan meninggalkan dunia dan sebab-sebab yang ada hubunganya dengan dunia kemudian hati bersusah payah berusaha sabar atas cobaan-cobaan yang datang sehingga akan menimbulkan suatu keadaan dimana hati bisa tenang dan merasakan manisnya hasil dan kemudian akan menjadi maqom sama halnya dengan tawakkal. Seseorang hamba harus bersungguh-sungguh dalam meninggalkan sebab sebab yang mencegahnya dari tawakal kemudian bersusah payah sabar atas semua takdir dari Allah sehingga akan menimbulkan suatu keadaan dimana hati bisa tenang dan merasakan manisnya hasil dan kemudian akan menjadi maqom.
Selain itu ahwal juga diartikan pemberian sedangkan maqom merupakan perolehan, artinya ahwal ialah pemberian dari Allah karena telah melakukan perbuatan baik maka ketika seseorang itu bisa istiqomah dan hati yang berkualitas itu sambung kepada Allah dalam artian tidak pernah sepi dari mengingat Allah maka akan menimbulkan maqom.
Tanda-tanda seseorang yang telah mendapatkan maqom adalah berkualitasnya hati dan tanda-tanda berkualitasnya hati adalah berkualitasnya pekerjaan. Maka ini menunjukan bahwa kesemuanya itu saling berhubungan. Maka bisa kita pahami bahwasanya hati itu sangat berperan penting dalam kehidupan manusia karena baiknya hati akan membuat baik semuanya dan juga sebaliknya, buruknya hati akan membuat buruk semuanya, seperti sabda Nabi SAW:
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)
(HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599)
Ini menunjukan betapa pentingnya menjaga hati, jika hati seseorang telah terserang penyakit seperti riya’, pamer dan lain-lain maka hanya menunggu waktu untuk melihat rusaknya semua yang ada pada dirinya dan jika hati seseorang baik yaitu tercegah dari penyakit hati maka akan baik juga semua yang ada pada dirinya.
Dan yang sering Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– minta dalam do’anya adalah agar hatinya terus dijaga dalam kebaikan. Beliau sering berdo’a,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
“Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.”
Ummu Salamah juga pernah menanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kenapa do’a tersebut yang sering beliau baca. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menjawab,
يَا أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِىٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ
“Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.”
(HR. Tirmidzi no. 3522)
Dalam riwayat lain dikatakan,
إِنَّ الْقُلُوبَ بِيَدِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُقَلِّبُهَا
“Sesungguhnya hati berada di tangan Allah ‘azza wa jalla, Allah yang membolak-balikkannya.”
(HR. Ahmad 3: 257)