أمرك في هذه الدار بالنظر في مكوّناته، وسيكشف لك في تلك الدار عن كمال ذاته

Di dunia ini Allah memerintahkan kamu untuk memperhatikan ciptaan-ciptaan-Nya, dan Dia akan menyingkapkan kesempurnaan Dzat-Nya kepada kamu besok di akherat.

Setiap mukmin yang telah dikarunia bisa makrifat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, yang menyadari bahwa ia selalu dalam pengawasan-Nya, merasa selalu merasakan rohmat dan anugerah nikmat-Nya ia mengharapkan untuk bisa melihat Allah Subhanahu wa ta’ala apalagi di setiap kali ia bermunajat dan berdoa kepada-Nya serta terkabulnya doa, rindu untuk melihat-Nya justru akan lebih memuncak.

Akan tetapi Allah Subhanahu wa ta’ala sudah memberikan ketentuan bagi hamba-Nya bahwa selama masih di alam yang fana’ ini, seorang hamba tidak akan mampu melihat Allah (terhijab), walaupun ia sudah sangat rindu untuk melihat-Nya, sebagaimana yang telah dialami oleh Nabi Musa Kalimullah ‘alaihis salam yang diterangkan dalam Al Qur’an :

وَلَمَّا جَاءَ مُوْسَى لِمِيْقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِيْ أَنْظُرُ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِى وَلَكِنْ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنْ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِى فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوْسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِيْنَ (الأعراف : 143)

Artinya : " Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu*, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, Aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman". Q.S. Al A’rof : 143.

* Para Mufassirin ada yang mengartikan yang nampak oleh gunung itu ialah kebesaran dan kekuasaan Allah, dan ada pula yang menafsirkan bahwa yang nampak itu hanyalah cahaya Allah. Bagaimanapun juga nampaknya Tuhan itu bukanlah nampak makhluk, hanyalah nampak yang sesuai sifat-sifat Tuhan yang tidak dapat diukur dengan ukuran manusia.

""

Dari qishoh yang dialami oleh Nabi Musa ‘alaihis salam sepertinya beliau mewakili dari semua hamba Allah Subhanahu wa ta’ala yang masih didunia ini sudah sangat rindu untuk melihat-Nya. Terhijabnya kita untuk bisa rukyatullah dikarenakan kelemahan yang terdapat pada diri kita, dan juga lemahnya dunia yang fana’ ini yang dijadikan tempat untuk hambanya Allah, akan tetapi Allah memberikan ganti dari semua itu dengan :

1. Janji yang dijanjikan oleh-Nya berupa Ru’yah kepadaNya besok di hari akhir.

2. Sebagai ganti dari terhijabnya makhluk untuk bisa ru’yah kepada Allah di dunia, ia memperlihatkan keagungan-Nya, keindahan sifat-sifat-Nya, luasnya rohmat yang diberikan, yang mana semua itu bisa kita fahami dengan memperhatikan ciptaan-ciptaan-Nya yang menakjubkan sehingga dengan lantaran ini akan membawa kita untuk lebih mahabbah kepada Sang Kholik, kemudian kita akan bangkit untuk menjalankan risalah-Nya yang dititahkan kepada kita.

BACA JUGA :  HIKMAH KE-32 BAHAYA GODAAN SYAITHON

Dengan ini, kesedihan kita atas terhijabnya rukyah kepada-Nya bisa terobati dengan memperhatikan keindahan sifat-sifat-Nya, dengan bukti wujudnya alam ini, yang mana seakan akan kita melihat Allah didepan kita, dan ini disebut Wahdatusy Syuhud. Apabila dunia ini sudah dilipat oleh Allah Subhanahu wa ta’ala kita akan masuk ke alam Barzakh dan menghadap kepada Allah dengan jasad dan ruh yang mana kekuatannya tidak sama dengan ketika masih berada di dunia, dengan tujuan supaya ahli surga bisa merasakan kenikmatan yang berlipat ganda, begitu juga ahli neraka supaya ia bisa merasakan adzab Allah yang sangat pedih.

Jadi, rukyahnya seorang ‘abid yang soleh hanya di surga yang langgeng apabila ia telah wafat dengan husnul khotimah, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala :

وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ (22) إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ (23) (القيامة : 22-23)

Artinya : "Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri (22) Kepada Tuhannyalah mereka Melihat (23)".

Dan sabda Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam :

عن جرير قال كنا عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ليلة البدر فقال إنكم سترون ربكم عز وجل كما ترون القمر لا تضامون في رؤيته

Artinya : Dari Jarir bin ‘Abdillah, ia berkata, kami berada bersama Rosul, kemudian beliau memandang rembulan dimalam bulan purnama, lalu beliau bersabda : "Sesungguhnya kalian semua akan melihat Tuhanmu secara terang, seperti halnya kamu bisa melihat Rembulan ini tanpa harus berdesak-desakkan untuk melihat rembulan tersebut."

عن صهيب ، عن النبي صلى الله عليه وآله وسلم ‘ إذا دخل أهل الجنة الجنة ، قال : يقول الله – تبارك وتعالى – : تريدون شيئاً أزيدكم ؟ فيقولون : ألم تبيض وجوهنا ، ألم تدخلنا الجنة ، وتنجنا من النار ، قال : فيكشف الحجاب / فما أعطوا شيئاً أحب إليهم من النظر إلى ربهم – عز وجل ‘ .

Artinya : Dari Suhaib dari Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam, beliau bersabda : Ketika ahli surga masuk surga, Allah Subhanahu wa ta’ala bertanya : Apakah kalian menghendaki sesuatu ? Akan saya tambahkan kepada kalian, kemudian mereka menjawab : Apakah Anda tidak menjadikan wajah-wajah kami bersinar dan apakah Anda tidak memasukkan kami ke surga dan menyelamatkan kami dari neraka, kemudian Nabi bersabda : Maka Allah membukakan hijab (peghalang antara hamba dan Robnya), tidak ada sesuatu yang diberikan kepada mereka yang lebih mereka cintai dari pada Nadhor (melihat) kepada Allah ‘azza wa jalla.

Namun, untuk mendapatkan rukyatullah yang dijanjikan oeh Allah Subhanahu wa ta’ala tidaklah semudah yang kita bayangkan. Untuk itu, kita semua harus bisa menggunakan akal kita untuk bertafakkur atas apa-apa yang telah diciptakan-Nya, yang kesemuanya itu bisa mengantarkan kita lebih makrifat kepada-Nya dan mengetahui keindahan-keindahan sifat Allah sehingga rasa mahabbah kita kepada sang Kholik tidak akan surut, dan dengan mahabbah, diri kita akan termotivasi untuk selalu fokus dalam mengaplikasikan apa yang telah digariskan dalam Al Qur’an al karim. Wallahu a’lam.

Artikulli paraprakSampai Kapankah Jasad yang Terjaga itu Tetap Tak Tersentuh?
Artikulli tjetërBudaya Tahun Baru Dan Ucapan Natal

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini