Tahun Baru, menurut sebagian orang tahun baru merupakan sebuah momen yang tepat untuk melakukan evaluasi atas hal-hal  yang telah lewat sekaligus menjadi ajang resolusi untuk menjadi lebih baik pada tahun ke depannya, Namun pernahkah terlintas di pikiran kita apa itu tahun baru?

 

Perhitungan tahun masehi ataupun tahun syamsiyah (matahari) merupakan penghitungan yang didasarkan pada lama waktu revolusi bumi mengelilingi matahari, yakni selama 365 lebih ¼ hari; sebagian mungkin juga pernah bertanya-tanya, mengapa dalam waktu satu tahun bulan berjumlah 12?, mengapa tidak 24? Misalnya.

 

Jika kita dasarkan perhitungan masehi ini berdasarkan penanggalan kalender yang dilakukan oleh Julius Caesar, salah satu kaisar romawi, maka buku-buku sejarah mengatakan bahwa ia mengadaptasinya dari penanggalan yang telah sejak lama dilakukan oleh orang-orang mesir kuno; karena sebelum masanya orang-orang romawi hanya memiliki 10 bulan dalam kurun 1 tahun. Namun darimanakah orang-orang mesir mendapatkan penghitungan tersebut? Apakah penelitian mereka sendiri? sudah secara turun temurun? Ataukah mereka mendapat pengajaran dari seseorang Rasul? Allah SWT berfirman,

 

إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ  ٱثنَا عَشَرَ شَهرا فِي كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَومَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلأَرضَ مِنهَآ أَربَعَةٌ حُرُمۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلقَيِّمُۚ فَلَا تَظلِمُواْ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمۚ وَقَٰتِلُواْ ٱلمُشرِكِينَ كَآفَّة كَمَا يُقَٰتِلُونَكُم كَآفَّةۚ وَٱعلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلمُتَّقِينَ

 

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah berjumlah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram (mulia). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menganiaya diri kalian sendiri dalam bulan tersebut (empat bulan), dan perangilah kaum seluruh musyrikin sebagaimana merekapun memerangi kamu semua, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (At-Taubah: 36)

 

Sekarang, mengapa harus dimulai pada bulan Januari? Julius Caesar beralasan dipilihnya nama Dewa Janus sebagai awal tahun baru dalam kalender anyar Romawi itu karena menurut kepercayaan orang-orang romawi, Dewa Janus memiliki dua wajah yang menghadap ke depan dan belakang. Dalam kepercayaan orang Romawi, Janus diyakini sebagai dewa permulaan sekaligus dewa penjaga pintu masuk. Namun, Allah SWT berfirman,

 

لَمَسْجِدٌ اُسِّسَ عَلَى التَّقْوٰى مِنْ اَوَّلِ يَوْمٍ اَحَقُّ اَنْ تَقُوْمَ فِيْهِ

“Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa sejak ‘awal hari’ adalah lebih layak (untuk) kamu sholat di dalamnya.” (At-Taubah: 108)

Ayat ini turun berkenaan dengan hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah menuju Madinah, menurut penghitungan Asy-Syaikh Yasin ibn Isa Al-Fadani, salah seorang guru dari Asy-Syaikh Maimoen Zubair As-Saroni; kejadian pembangun masjid yang terletak di Quba, sebuah daerah yang terletak 5 km tenggara kota Madinah terjadi bertepatan dengan bulan Oktober jika didasarkan pada penghitungan tahun masehi atau matahari.

 

‘Di awal hari’ maknanya adalah di awal hari pada awal tahun, hal ini menunjukkan bahwa awal tahun penghitungan masehi atau matahari dimulai dari bulan Oktober atau saat awal matahari berada di selatan menurut gerak semunya, bukan pada januari. Hal ini juga sesuai dengan Firman Allah SWT,

BACA JUGA :  KETIKA IDEOLOGI SALAF TERKUCILKAN

 

لِاِيْلٰفِ قُرَيْشٍۙ – ١ الٰفِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِۚ – ٢

1. Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, 2. (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. (Al-Quraisy: 1-2)

Allah lebih dahulu menyebut Syitaa’ daripada Shoif. Syitaa’ adalah musim dingin, dan musim ini dimulai pada saat matahari berada di selatan atau pada bulan oktober.

 

Pun dari sisi lain, jika kita tilik sejarah, orang-orang romawi sering melakukan penambahan hari berulang kali, seperti penambahan bulan yang dilakukan oleh Julius Caesar yang telah kami sebutkan dan juga ia pernah memperpanjang tahun 46 SM menjadi 445 hari dengan menambah 23 hari pada bulan Februari dan menambah 67 hari antara bulan November dan December.

Bukan hanya itu saja Paus Gregious XIII pimpinan Gereja Katolik di Roma pada tahun 1582 pernah mengeluarkan sebuah keputusan. Pertama, angka tahun pada abad pergantian, yakni pada tahun abad yang tidak habis dibagi 400, semisal 1700, 1800 dsb, bukan lagi sebagai tahun kabisat (catatan: jadi tahun 2000 yang habis dibagi 400 adalah tahun kabisat). Kedua pada tahun 1582 itu diadakan peloncatan hari sebanyak 10 hari pada bulan Oktober 1582 itu, yakni setelah tanggal 4 Oktober langsung ke tanggal 14 Oktober pada tahun 1582. Allah SWT berfirman,

 

إِنَّمَا ٱلنَّسِيٓءُ زِيَادَة فِي ٱلكُفرِۖ يُضَلُّ بِهِ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يُحِلُّونَهُۥ عَاما وَيُحَرِّمُونَهُۥ عَاما لِّيُوَاطِ‍ُٔواْ عِدَّةَ مَا حَرَّمَ ٱللَّهُ فَيُحِلُّواْ مَا حَرَّمَ ٱللَّهُۚ زُيِّنَ لَهُمۡ سُوٓءُ أَعمَٰلِهِمۗ وَٱللَّهُ لَا يَهدِي ٱلقَومَ ٱلكَٰفِرِينَ

 

Sesungguhnya mengundur-undurkan )bulan( itu adalah perbuatan yang menambah kekafiran. Disesatkan orang-orang yang kafir sebab pengunduran itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah haramkan, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Syaitan) menghiasi perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS At-Taubah: 37)

 

Ayat ini turun berkaitan dengan kebiasaan orang-orang kafir Arab yang sering mengundurkan saat-saat bulan Haram (Mulia), karena pada saat itu bulan-bulan tersebut mereka tidak diperkenankan melakukan peperangan dan hal-hal buruk lain, sehingga mereka sering memindah-memindah bulan-bulan haram tersebut agar penghitungannya tetap sesuai dan mereka tidak dianggap melanggar. Namun di dalam kajian Ushul Fiqh terdapat sebuah Kaidah العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب , yakni yang dipandang dalam sebuah Nash Syariat adalah keumuman lafadz tersebut, bukan kekhususan sebab keluarnya lafadz itu; maka dari sini ayat ini tidak hanya mencakup perbuatan orang-orang kafir Arab namun juga dimungkinkan mencakup perbuatan orang-orang kafir romawi di atas.

 

Wallahu A’lam bis Showaab

Artikulli paraprakPantaskah Kita Seheboh itu?
Artikulli tjetërHaul Virtual Ibu Nyai Hj. Fahimah ke-9 dan Ibu Nyai Hj. Masthi’ah ke-19

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini