Valentine telah menjelma menjadi budaya internasional, dimana sebagian besar masyarakat dunia bersukacita merayakan "mantan" salah satu hari raya umat kristiani tersebut. Ya, dahulu hari Valentine memang merupakan salah satu hari raya umat Kristen selain Natal dan Paskah, sebelum dihapuskannya agenda hari tersebut dari kalendar gerejawi pada 1969 M sebagai bagian dari sebuah usaha yang lebih luas untuk menghapus santo-santa yang masih dipertanyakan dan hanya berbasis legenda (mitos).
Kendatipun tujuan penghapusan hari ini dari kalender gerejawi adalah untuk menghilangkan mitos-mitos yang berkembang, justru pada zaman sekarang malah sangat popular. Bukan hanya umat Kristen saja yang merayakan, namun juga orang dengan agama berbeda, bahkan Islam. Sebuah fakta tak terbantahkan.
Mereka yang merayakannya, hanya tertipu oleh para misionaris berkata manis. Misionaris tersebut tidak melulu pendeta, melainkan juga orang, pemikiran atau apapun yang mengampanyekan Valentine dengan "hari kasih sayang". Ya, mereka tertipu oleh tipuan manis penuh doktrin tersebut. Seakan tidak ada "cinta kasih" yang disinggung dalam Islam.
Islam sungguh diturunkan untuk menabur cinta kasih (baca: rahmat) untuk seluruh alam, agar tidak lagi ada kesenjangan sosial yang berujung pertikaian. Selain sebuah ayat yang kami kira sebagian besar muslimin menghafalnya: (وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين), ada juga sebuah hadits yang termasuk musalsal awwaliyyah atau hadits yang diriwayatkan pertama yang berbunyi :
الراحمون يرحمهم الرحمن إرحموا من في الأرض يرحمكم من في السماء.
Tentu, hadits diatas tidak bisadipahami secara serampangan. Alias, jika ingin berkasih sayang harus menemukan obyek dan kondisi yang tepat. Semisal, suami menyayangi istri, adik-kakak yang saling mengasihi, dll, selagi tak anjlok keluar dari jalur syari’at.
Valentine jika dipandang dengan kacamata Islam, jika merayakannya tentulah diharamkan seperti yang telah maklum. Namun, kendatipun begitu mereka yang merayakan tetap saja ngeyel. Meski seribu dalil diajukan, mereka tetap merayakan dengan satu alasan yang sangat lemah : kasih sayang, dengan tanpa melihat sisi lain. Inilah watak makhluk urban zaman sekarang. Untuk menghalalkan produk impor, mereka berkata “yang penting adalah esensi (makna) hari itu, tidak peduli budaya siapa”.
Untuk merayakan valentine, seorang muslim mendapat predikat plagiator atau peniru akan budaya orang kafir (من تشبّه بقوم فهو منهم). Padahal, Islam telah memiliki identitas tersendiri, yang menolak untuk mengadopsi budaya kafir jika dipandang tidak sejalur lurus dengan Syari’at.
Kesimpulannya, biarlah orang lain merayakan valentine dengan sukacita. Tetapi kita mencoba untuk mengingatkan saudara kita. Jikapun tak mau, tetaplah ingkar dalam hati dan menyakini bahwa Valentine’s Day tidak ada pentingnya sama sekali dalam kehidupan. Pun, tetap istiqomah di jalan lurus serta berdo’a untuk yang terbaik dan selamat, sepanjang waktu.