Saat ini kita sudah melewati 7 hari pertama bulan Muharram, merupakan pertanda bahwa tahun telah berganti. Dan dalam beberapa hari ke depan kita akan berjumpa dengan hari yang sangat istimewa: tanggal 9 Muharram (Tasu’a) dan tanggal 10 Muharram (‘Asyura). Hari yang disunnahkan bagi kita kaum muslimin untuk berpuasa sebagaimana tuntunan Baginda kita, Nabi Muhammad SAW. Ada apakah sebenarnya dengan ‘Asyura & Tasu’a? Kenapa begitu diistimewakan oleh beliau ?
Peristiwa-peristiwa dan keutamaan 10 Muharram.
Allah SWT menjadikan bulan dalam satu tahun berjumlah 12 dan diantaranya ada 4 bulan yang dimuliakan Allah SWT atau biasa disebut dengan “Asyhurul Hurum”yaitu bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, serta Rajab. Sebagaimana dalam firman-Nya :
إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ وَقَٰتِلُوْا ٱلْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمْ كَآفَّةً وَٱعْلَمُوْا أَنَّ ٱللَّه مَعَ ٱلْمُتَّقِينَ (36)
Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah: 36)
Diantara keempat bulan mulia tersebut, ada satu bulan yang menjadi awal bulan dalam kalender hijriyyah yaitu Muharram sebagaimana ketetapan dari musyawaroh kholifah Umar RA bersama para sahabat yang menjadikan Muharram sebagai awal bulan karena di bulan inilah bulan pemisah antara yang haq dan yang bathil. Bulan dimana Rasulullah SAW bertekad hijrah menuju Madinah, bulan menuju kemuliaan islam sehingga ummat islam bisa beribadah dengan aman tanpa gangguan kafir Quraisy dan bisa membangun Masjid Quba’ (masjid pertama yang dibangun Rasulullah SAW) di Madinah. Di dalam bulan itu pula, terdapat hari yang biasa disebut dengan Yaumu ‘Asyura atau hari ke sepuluh bulan Muharram, hari yang penuh keutamaan.
Banyak sekali terjadi peristiwa-peristiwa penting di hari ‘Asyura tersebut yang tentunya patut kita ketahui dan kita agungkan, diantaranya:
1. Hari diterima taubatnya Nabi Adam AS.
2. Hari ditinggikannya derajat Nabi Idris AS.
3. Berhentinya banjir bandang sehingga Nabi Nuh bisa mendarat keluar dari kapalnya.
4. Allah menyelamatkan Nabi Ibrahim dari kobaran api Raja Namrudz.
5. Allah menurunkan Taurat kepada Musa AS.
6. Dikeluarkannya Nabi Yusuf AS dari penjara setelah 7 tahun berada dalam penjara.
7. Penglihatan Nabi Ya’qub AS dipulihkan oleh Allah SWT.
8. Nabi Ayyub disembuhkan dari penyakit.
9. Dikeluarkannya Nabi Yunus dari dalam perut ikan yang menelannya.
10. Terbelahnya Laut Merah untuk menyelamatkan Bani Isra’il dari kejaran Fir’aun.
11. Nabi Daud diampuni kesalahannya (bukan berarti dosa) oleh Allah
12. Allah memberikan kerajaan kepada Nabi Sulaiman AS.
13. Nabi Muhammad SAW dihalangi dari melakukan kesalahan yang sudah terjadi maupun belum.
14. Hari diciptakannya dunia.
15. Hari permulaan rahmat dan hujan diturunkan ke bumi.
16. Arsy, Lauhul Mahfhudz, serta Qalam diciptakan.
17. Allah menciptakan Jibril dan mengangkat Nabi Isa AS dari bumi.
Di samping itu pula banyak sekali fadhilah atau keutamaan-keutamaan di hari ‘Asyura, diantaranya :
1. Pahala puasa di hari ‘Asyura sama dengan berpuasa selama satu tahun penuh karena puasa ‘Asyura adalah amalan yang dilakukan oleh para nabi.
2. Barang siapa menghidupkan malam ‘Asyura dengan beribadah maka bagaikan beribadahnya seluruh penduduk langit tujuh.
3. Barang siapa memberikan minum sekali di hari ‘Asyura maka allah akan memberikannya minum di Padang Mahsyar nanti.
4. Barang siapa bersedekah satu kali di hari ‘Asyura maka bagaikan tidak pernah menolak sama sekali peminta- minta.
5. Orang yang mandi dan bersuci di hari ‘Asyura tidak akan terkena penyakit selama satu tahun kecuali mati.
6. Mengusap kepala anak yatim atau berbuat baik terhadap anak yatim sama halnya dengan berbuat baik terhadap seluruh anak yatim Bani Adam.
7. Menjenguk orang sakit sekali sama halnya dengan menjenguk seluruh Bani Adam yang sakit.
Dasar Puasa Tasu’a & ‘Asyura.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ فَرَأَى الْيَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ مَا هَذَا قَالُوا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوسَى قَالَ فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ. صحيح البخاري (7/ 127)
Artinya : Dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma berkata: “Ketika Nabi Muhammad SAW telah sampai dan tinggal di Madinah, Beliau melihat orang-orang Yahudi melaksanakan puasa hari ‘Asyura’ (10 Muharram), lalu Beliau bertanya : “Apa yang kalian kerjakan ini?” Mereka menjawab: “Hari ini adalah hari kemenangan, hari ketika Allah menyelamatkan Bani Isra’il dari musuh mereka lalu Nabi Musa Alaihissalam menjadikannya sebagai hari berpuasa”. Maka Beliau bersabda: “Aku lebih berhak dari kalian terhadap Musa”. Kemudian Beliau memerintahkan untuk berpuasa.
Adapun perintah puasa tersebut tidak sampai wajib hanya sekedar sunnah sebagaimana dalam hadits shahih yang diterangkan dalam kitab ‘Umdatul Qari Syarah Shahih Bukhari juz 17 hal 142:
حدثنا عبد الله بن مسلمة عن مالك عن هشام ابن عروة عن ابيه عن عا ئشة لاضي الله عنها قالت كان يوم عاشوراء تصومه قريش في الجاهلية وكان النبي صلى الله عليه وسلّم يصومه فلما قدم المدينة صامه و أمر بصيامه فلما فرض رمضان ترك يوم عاشوراء فمن شاء صامه ومن شاء تركه. عمدة القاري شرح صحيح البخاري (17142)
Artinya : Riwayat dari Abdullah ibn Maslamah dari Malik dari Hisyam ibn ‘Urwah dari ayahnya dari ‘Aisyah RA. berkata: “Orang-orang Quraisy biasa berpuasa pada hari ‘asyura di masa jahiliyyah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melakukannya pada masa jahiliyyah. Tatkala beliau sampai di Madinah beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa. Kemudianan tatkala mulai di fardlukan puasa Ramadlan, Rasululllah meninggalkan puasa hari ‘asyuro. Barang siapa yang ingin berpuasa, maka berpuasalah. Dan barangsiapa yang ingin tidak berpuasa, maka boleh tidak melakukannya.”
Hanya saja, umat Islam diperintahkan untuk berbeda dengan umat kafir, karena itu agar tidak sama dengan Yahudi yang berpuasa setiap tanggal 10 Muharram. Untuk menghilangkan keserupaan atau tasyabbuh melaksanakan puasa ‘Asyura dengan orang-orang Yahudi akhirnya Rasulullah pun menganjurkan untuk menambah satu hari sebelumnya (Tasu’a) atau setelahnya yaitu tanggal 9 atau 11 Muharram. Ada juga yang mengatakan bahwa hal ini untuk kehati-hatian, siapa tahu salah dalam penentuan awal Muharram sehingga berbuntut kesalahan penentuan ‘Asyura (10 Muharram) entah lebih maju atau lebih mundur. Sehingga lebih baiknya untuk menghindari kesalahan tersebut disunnahkan untuk menambah puasa pada tanggal 9 atau 11 Muharram, jadi tidak hanya satu hari saat tanggal 10 Muharram saj. Dengan begitu maka tidak keserupaan dengan puasanya orang Yahudi dan juga bisa berhati-hati akan kesalahan penentuan tanggal. Rasulullah SAW semula berkeinginan untuk puasa tasu’a sebagaimana tersebut dalam hadis ini :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ. صحيح مسلم (5/ 480)
Artinya : Dari Abdullah bin Abbas Radliallahu ‘anhuma, ia berkata; Rasulullah ﷺ bersabda: “Seandainya tahun depan aku masih hidup, niscaya saya benar-benar akan berpuasa pada hari ke sembilan (Muharram)”.
Sayangnya beliau tidak bisa melakukannya, karena wafat terlebih dahulu. Adapun puasa Hadusa’ (puasa tanggal 11 Muharram) maka tidak ada dalil khusus yang menunjukkan kesunnahannya. Riwayat yang memungkinkan dijadikan dasar kekhusussan sunnahnya adalah riwayat dhoif, sehingga berpuasa di hari itu (tanggal 11 Muharram) masuk dalam keumuman sunnahnya puasa di bulan Muharram. Wallahua’lam.
Referensi :
– Shahih Bukhari
– Shahih Muslim
– ‘Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari
– Hasyiyah I’anatuth Thalibin
– Hasyiyah Jamal ‘ala Manhaj