Dr. Sa’id Romdlon al-Buthy berkata, “Saya bertanya pada diri saya sendiri. Apa yang membuat saya tetap menulis dan menulis? Kalau untuk kemashuran, saya telah mendapatkan lebih dari pada yang saya harapkan. Kalau untuk kesejahteraan dan kekayaan, Allah telah menganugerahi saya lebih dari pada yang saya butuhkan. Dan kalau ingin dihormati orang, saya sudah memperoleh lebih dari pada yang layak saya terima. Pada akhirnya, saya menyadari bahwa keinginan yang saya sebut tadi sia-sia dan hampa kecuali seuntai doa yang dihadiahkan kepada saya dari seorang muslim yang tidak saya kenal.”
"Menulis," sebuah konsep yang mudah dituturkan dengan lisan. Namun, terkadang sulit diimplementasikan. Tapi, terkadang juga mudah bagi mereka yang sudah membiasakan diri dan tertembaga dalam hati sanubari. Sebab dalam dunia menulis, modal awal yang dibutuhkan adalah sering membiasakan menulis. Entah dalam kontek apa, yang penting menulis. Dalam dunia menulis juga tidak terlalu membutuhkan intelektual yang tinggi. Tapi, cukup intelektual yang sederhana. Banyak sekali orang yang ilmunya tinggi, tetapi dia lemah dalam menuangkan ke dalam tekstual, karena tidak biasa menulis. Dan banyak orang yang akalnya sedang-sedang saja, tetapi dia lihai berimajinasi dalam dunia menulis.
Mengapa harus menulis? Karena dengan menulis dapat menjadikan sesuatu yang asalnya tiada menjadi ada. Dan dengan menulis pula dapat memberi kabar bagi selain kita tentang apa yang kita ketahui. Manfaatnya, kejadian yang seharusnya dikerjakan karena adanya suatu manfaat bisa di kerjakan oleh orang lain. Dan kejadian yang seharusnya ditinggalkan, karena adanya suatu madharot atau bencana bisa ditinggalkan orang lain. Sehingga bencana yang sama tidak terulang kembali di masa yang akan datang, karena sudah adanya warning dari seorang penulis.
Coba bayangkan seandainya tidak ada tulisan, yang tentunya akan membuat diri kita hidup dalam dunia yang tidak menentu. Hal tersebut terjadi karena kekurangan ilmu dan wawasan yang luas. Sebab kalau kita mengandalkan tutur kata yang ditransmisikan oleh seorang guru kepada seorang murid, akal kita tidak akan mampu menyimpan semuanya ke dalam memori. Zaman kita bukan lagi zaman sahabat yang hidup di masa Rasulullah SAW, yang selalu mendapat sinar keagungan dari beliau. Setiap apa yang sahabat dengar dari ilmu yang telah dituturkan oleh Rasulullah SAW bisa terekam di memori mereka dengan baik.
Meskipun para sahabat hafalannya sangat kuat, mereka tidak bisa melepaskan diri dari apa yang namanya menulis. Mereka menulis yang namanya wahyu. Penulisan dikerjakan dengan alat seadanya, seperti pelapah kurma yang terpencar-pencar di tangan para sahabat. Kemudian tulisan wahyu ini disempurnakan pada masa Khalifah Usman Bin Affan. Maka terbentuklah mushaf Ustmani yang dikepalai oleh Zaid Bin Tsabit.
Dari khalifah Ustman bin Affan, kemudian karya tulis bersafari menuju zaman khalifah Umar bin Abdul Aziz, khalifah bani Umayyah yang masih ada kerabat dengan Umar bin Khattab. Pada masa ini, dunia menulis terus berjalan seiring dengan waktu. Hingga suatu saat khalifah Umar bin Abdul Aziz memberi rekomendasi kepada imam az-Zuhri (Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdullah bin Syihhab az-Zuhri) untuk menulis dan membukukan hadis nabawi. Hal ini dikarenakan beliau kawatir akan hilangnya hadis nabi tersebut bersama dengan periwayatannya ke alam kubur.
Yang paling menonjol dalam dunia penulisan Islam yang menghasilkan karya agung, yang patut diabadikan dengan tinta emas dengan ditaburi minyak kasturi di kanan kiri adalah penulisan yang pernah diraih pada masa kejayaan daulah bani Abbasiyyah (Bagdad) dan kerajaan bani Umayyah (Spanyol). Kedua kerajaan besar inilah mengeluarkan output-output yang menyinari dunia lewat ilmu pengetahuan yang di tuangkan dalam sebuah karya tulis. Bukan hanya ruang lingkup agama, melainkan mencakup segala aspek ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu. Seperti Ibnu Sina (ahli kedokteran), Abu Bakar ar-Rozi (penemu penyakit cacar), Ibnu Nafs (ahli biologi), Imam al- Ghazali (ahli filsafat), Ahmad bin Muhammad (penemu angka nol), Umar Khayyan (ahli kimia) Ibnu Malik (ahli sastra Arab) dan lain-lain. Kalau orang Yunani punya Plato, kita umat Islam punya Imam al-Ghazali. Kalau orang Barat punya Karl Mark, kita punya Ibnu Sina yang mampu mempunyai sebuah karangan al-Qonnun fittib lebih lengkap dari karya Karl Mark dalam masalah ilmu kedokteran, Sehingga Ibnu Sina lebih layak untuk diberi gelar bapak ilmu kedokteran bila dibandingkan dengan yang lainnya. Banyak sekali orang Barat yang menjadikan kitab Ibnu Sina sebagai rujukan dalam ilmu kedokteran.
Mengapa kami perlu memaparkan masa golden histori of Islamic? Hal itu semata-mata kami ingin umat Islam di zaman sekarang bisa bercermin dari kejayaan masa silam. Sehingga kita bisa tergugah dan bangkit dengan semangat dalam dunia tulis menulis. Memang benar bagi kita sekarang sangatlah sulit meniru prestasi yang dipredikatkan pada golden histori of Islamic. Namun, paling tidak kita bisa mengaca dan meniru secercah dari apa yang mereka raih.
Perlu kita sadari, di zaman globalisasi ini, orang yang tidak mempunyai skill akan diasingkan dalam percaturan hidup dan tidak bisa lulus dari seleksi alam. Banyak dari mereka menjadi tersia-sia. Lebih-lebih para intelektual muslim yang tidak mempunyai skill kerja. Dan tidak pula mempunyai ijazah yang tinggi. Dia hanya punya ilmu yang luas. Maka solusi yang tepat bagi mereka adalah menulis. Tuangkan intelektual anda. Jangan sampai ada karya yang ada kaitannya dengan Islam ditulis oleh orang yang non muslim. Tahukah anda tentang kamus Arab Munjid? Ternyata pengarangnya bukan umat Islam. Tetapi pendeta Nasrani yang bernama Fr. Louis Ma’luf al-Yassu’i dan Fr. Bernard Tottel al-Yassu’i . Padahal kamus tersebut telah tersebar dibelahan dunia dan banyak dikomsumsi oleh umat muslim.
Imam al-Ghazali berkata, ”Kalau engkau bukan anak raja, bukan pula anak ulama` besar, maka jadilah seorang penulis.” Marilah kita meniru jejak ulama’-ulama’ terdahulu yang selalu rajin menulis sebuah karya. Karya-karya mereka bisa kita nikmati sampai sekarang ketika kita membaca buku milik pribadi atau milik perpustakaan.