Maha suci Allah yang mengatur alam semesta ini dengan tertata dan begitu detailnya. Adanya siang diiringi dengan adanya malam. Waktu berganti secara semestinya, dan penuh kedisiplinan tanpa ada halangan atau kemacetan layaknya sebuah mesin buatan manusia. Dunia yang sudah tua ini dari sejak terciptanya hingga sekarang tetap berputar secara baik dan lancar, dimana dalam satu tahun terdapat dua belas bulan.
Di antara dua belas bulan tersebut terdapat bulan-bulan yang Allah istimewakan, yang disebut sebagai bulan-bulan haram. Bulan istimewa tersebut berjumlah empat, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab
Apa maksud dari haramnya bulan-bulan ini? Para alim ulama menjelaskan dalam kitab-kitab mereka tentang sebab yang menjadikan empat bulan ini lain dari yang lain. Kata haram disini mungkin lebih tepat jika disebut mulia, suci, atau terhormat sebagaimana kata haram yang dinisbatkan kepada satu masjid termulia yaitu Masjidil Haram. Masjidil Haram adalah masjid yang sangat mulia yang didalamnya terdapat Ka’bah al Musyarrafah, Yang mana Shalat di dalam Masjidil Haram lebih baik dan utama dari pada shalat di tempat lain. Inilah kemuliaan besar dari Masjidil Maram tersebut.
Sebagaimana mulianya Masjidil Haram, bulan haram yang empat ini juga sangat mulia. Kemuliaan bulan ini adalah lebih terjaganya bulan ini dari kemaksiatan dan meningkatnya kembali amal-amal shalih kaum muslimin.
Pada empat bulan tersebut terdapat tiga bulan yang berjatuhan secara berturut-turut (Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram), dan terdapat satu bulan yang terpencar dari bulan-bulan mulia yang lainnya yakni bulan Rajab, hal ini menunjukkan bahwa bulan ini berbeda dengan bulan mulia yang lainnya, oleh karena itu bulan ini dikatakan sebagai bulan Allah SWT seperti yang disabdakan oleh nabi Muhammad SAW:
رجب شهر الله وشعبان شهرى ورمضان شهرأمتى أخرجه الديلمى
“Rajab adalah bulannya Allah dan sya’ban adalah bulanku dan ramadlan adalah bulannya umatku”
Mengenai bulan Rajab, Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani dalam kitab Al-Ghunyah-nya menuqil pendapat Dzun Nun al-Mishri rohimahullah yang mengatakan “Bulan Rajab adalah bulan yang dimiliki seorang muslim untuk menanam, sedangkan Sya’ban ialah bulan seseorang untuk menyiram/merawat apa yang telah ia tanam, dan Ramadlan adalah bulan seseorang untuk menuai apa yang telah ia tanam, sehingga barang siapa yang menyia-nyiakan waktu untuk menanam maka ia akan menyesal diwaktu yang mestinya ia bisa menuai apa yang ia tanam”. kita sering mendengar bahwa para pendahulu kita jika mereka telah dihampiri oleh bulan Rajab maka mereka akan mulai berpuasa hingga hari yang diharamkan untuk berpuasa yaitu awal Syawal, dalam arti mereka melakukan puasa selama tiga bulan berturut-turut yakni Rajab, Sya’ban dan Ramadlan, Hal ini bisa jadi mereka lakukan karena berdasarkan landasan ini, tidak mungkin seseorang akan menuai sesuatu sementara ia tidak menanam apa-apa!, Oleh karena itu saat bulan Rajab tiba Nabi selalu berdo’a:
اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبلغنارمضان
“Ya Allah berkahilah kami dalam bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadlan”
Sebagian ulama’ memberikan penjelasan tentang makna do’a tersebut :
(اللهم بارك لنا) أي في طاعتناوعبادتنا (في رجب وشعبان) يعني وفقنا للإكثارمن الأعمال الصالحة فيهما(وبلغنارمضان) أي إدراكه بتمامه والتوفيق لصيامه وقيامه.
“Ya Allah berkahilah kami dalam melaksanakan ketaatan dan ibadah yang kami lakukan pada bulan Rajab dan Sya’ban serta berikanlah kami taufiq untuk memperbanyak beramal sholeh di dalamnya, dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadlan agar kami bisa menjumpainya secara sempurna, dan berikanlah kami taufiq agar bisa berpuasa pada bulan tersebut dan menghidupkan bulan tersebut ”
Secara tidak langsung do’a ini memberikan isyaroh bahwa bulan Ramadlan yang terdapat hari diturunkannya al-Quran seakan-akan harus dipersiapkan dengan persiapan yang matang, minimal dimulai dari bulan Rajab, dengan bukti, saat bulan Rajab tiba Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam mengajarkan untuk berdo’a yang isi do’anya ialah memohon agar di berkahi dalam bulan tersebut dan bulan setelahnya serta memohon agar dipertemukan dengan bulan Ramadlan.
Selain berkata demikian Dzun Nun al-Mishri rahimahullah juga menyatakan bahwa Bulan Rajab ialah bulan untuk meninggalkan kemaksiatan, hal ini semakna dengan jawaban Rasulullah allahu’alaihi wa sallam saat ditanya tentang apa maksud dari Rajab adalah bulan Allah SWT, beliau bersabda maksud dari Rajab merupakan bulannya Allah ialah karena bulan ini dipenuhi dengan ampunan Allah, yang artinya seseorang dianjurkan untuk memperbanyak isthigfar atas dosa-dosa yang telah ia perbuat, sementara beristhighfar atas dosa-dosa konsekuensinya ialah tidak melaksanakan perbuatan maksiat. Sedangkan Sya’ban ialah bulan untuk melaksanakan berbagai keta’atan, dan Ramadlan adalah bulan untuk menggapai kemulyaan, dan barang siapa yang tidak meninggalkan maksiat dan tidak melakukan keta’atan serta tidak menggapai kemulyaan maka ia tergolong orang yang lalai.
Oleh karena itu terdapat hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban yang menceritakan bahwa suatu ketika Nabi Muhammad shallahu’alaihi wa sallam menaiki mimbar lalu bersabda Amiin sebanyak tiga kali, dan setelah itu nabi bercerita tentang apa yang telah beliau alami beliau bersabda: “sesungguhnya Jibril AS telah datang kepadaku dan ia berkata:
‘من أدرك شهر رمضان فلم يغفر له فمات فدخل النار فأبعده الله قل آمين’
“Barang siapa yang menjumpai bulan Ramadlan namun tidak diampuni dosanya dan kemudian ia mati maka ia akan dimasukkan kedalam neraka, semoga Allah menjauhkan hal tersebut, katakanlah Amiin wahai Muhammad) kemudian akupun mengatakan Amiin”.
Refrensi :
- Al ghunyah bitholibi thoriq al-Haq karya Assyaikh Abdul qodir al-Jailany alhasani , almaktabah assya’biyyah, hal 178 jld 1.
- Irsyadul ‘Ibad ila sabili ar-Rosyad karya Assyaikh Zainuddin bin Abdul aziz bin Zainuddin al malibary, dar al-Kutub al-Islamiyyah, hal 94
- Al-Mu’jam al-Ausath karya Abul qosim Sulaiman bin Ahmad Athobroni
- Mir’ah al-Mafatih Syarh Misykatul Mashobih karya Abul hasan ubaidillah bin Muhammad arrahmani