Dinamika Isthithraq Dalam Jama’ah
Seorang Imam berada di lantai pertama dan beberapa dari makmum berada di lantai ke dua. Apakah sholat di lantai dua hukumnya sah menurut Fiqh? Pertanyaan ini penting kita bahas karena semakin banyak tempat-tempat ibadah dengan desain dua lantai. Biaya untuk merenofasi bangunan dua lantai tentu tidak murah. Maka akan sangat merugikan jika biaya yang besar itu kemudian berakibat pada batalnya pelaksanaan shalat jama’ah.
Jika kita melihat dinamika tersebut dengan menggunakan kaca mata fiqh syafi’i, maka hal yang perlu kita pelajari untuk menyikapinya adalah unsur isthithraq dan musyahadah. Isthithraq berarti kemungkinan makmum untuk berjalan menuju Imam tanpa membelakangi kiblat. Sedangkan musyhahadah berarti kemungkinan untuk melihat Imam langsung, atau baris belakang yang mampu melihat Imam.
Kedua unsur tersebut menjadi syarat mutlak keabsahan satu jama’ah dalam madzhab Syafi’iah. Satu syarat saja tidak terpenuhi, maka sholat akan menyandang hukum sebagai sholat yang batal. Jika lantai dua tidak memiliki akses tangga ke lantai satu atau terdapat tangga, namun untuk mengaksesnya harus membelakangi kiblat maka kondisi ini mencegah istithraq. Dan jika lantai dua juga tidak memiliki akses untuk melihat ke lantai satu maka kondisi ini sekaligus juga mencegah musyahadah. Dan hukum jama’ahnya adalah batal.
فإن حال ما يمنع مرورا كشباك أو رؤية كباب مردود … لم يصح الاقتداء. حاشية البجيرمي على الخطيب (2/ 149)
Jika terdapat suatu yang menghalangi menuju Imam seperti jendela atau suatu yang menghalangi melihat imam seperti pintu yang tertutup, maka jama’ahnya tidak sah.