Banyak sekali ditemuken tradisi-tradisi dan keyakinan-keyakinan yang berkembang di dalam masyarakat yang terkadang kita sebagai kaum pelajar tidak tahu apakah hal itu memiliki landasan secara syara’ atau tidak padahal kita tahu bahwa Allah berfirman:
"Dan janganlah kamu ikuti sesuatu yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya, karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati itu semua akan diminta pertanggungjawabannya." (QS. Al Isra’: 36)

Apakah kita akan tetap ikut-ikutan meramaikan tradisi-tradisi tersebut tanpa kita tahu status yang sebenarnya? tentu saja tidak, oleh karenanya kami ingin menulis tentang amalan-amalan dan keyakinan-keyakinan yang baru-bari ini kita lakukan dan yang baru akan kita lakukan seperti permasalahan kemaren tentang tahun baru hijriyah dan amalan-amalan pada hari ‘Asyura’ yang akan datang.

Banyak amalan-amalan yang sudah menjadi tradisi ketika tiba hari ‘Aayuro’ sampai-sampai amalan-amalan tersebut seakan menjadi amalan khusus yang di lakukan di hari itu seperti puasa, sholat, silaturrahim, shodaqoh, mandi, ziyaroh orang alim, menjenguk orang sakit, dan mengusap(menyantuni )anak yatim, meluaskan belanja, memotong kuku, membaca surat ikhlas X 1000, dan celakan mata. dan membuat masakan khusus seperti bubur syuro.

Karena semuanya di lakukan dalam rangka beribadah padahal sudah dijelaskan bahwa beribadah itu harus mengikuti aturan yang digariskan oleh Islam. Tidak boleh membuat – buat aturan yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah ShallAllahu ‘alaihi wa sallam. Memang ada ibadah (dzikir – dzikir) yang terkait dengan tempat, misal bacaan – bacaan dzikir ketika mengelilingi (thawaf) di Ka’bah. Ada juga dzikir yang terkait dengan waktu, misal bacaan dzikir turun hujan. Juga ada dzikir yang terkait dengan bilangan, misal membaca tasbih, tahmid, dan takbir dengan jumlah tertentu (33 kali) setelah shalat wajib. Tentu ibadah seperti ini tidak boleh ditambah – tambah atau bahkan kecuali ada dalil yang menerangkannya.

Kalau seseorang membuat sendiri aturan – aturan beribadah yang tidak diterangkan oleh Islam, maka berarti dia telah membuat jalan yang baru yang tertolak. Karena sesungguhnya jalan – jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah itu telah diterangkan oleh Rasulullah ShallAllahu’alaihi wa sallam. Patutkah kita menempuh jalan baru selain jalan yang telah diterangkan oleh Rasul Allah ShallAllahu ‘alaihi wa sallam? Tentu tidak, karena Agama Islam ini telah sempurna. Kita harus mencukupkan dengan jalan yang telah diterangkan oleh Rasulullah ShallAllahu’alaihi wa sallam. Dari itu mari kita bahas hal tersebut sesui pengetahuan kita.

Asal Usul Kalender Hijriah

Kalender hijriyah atau kalender Islam (التقويم الهجري) suatu kalender yang menggunakan sistem kalender lunar (komariyah) kalender ini berdasarkan pada hijrah Nabi Muhammad saw dari Makah ke Madinah pada tahun 622 M.

Sebelum datangnya islam yang dibawa Nabi Muhammad, masyarakat Arab sudah menggunakan kalender dengan sistem lunar (komariyah) yang disesuaikan dengan Matahari (syamsyiyah) awal bulan di mulai dengan munculnya bulan (hilal) jumlah harinya berselang seling antara 29 dan 30 sehingga suatu tahun terdiri dari 354 hari atau 11hari lebih cepat dari kalender Syamssiyah yang setahunnya 365 hari.

Agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari dan agar tahun baru selalu jatuh pada awal musim gugur maka dalam setiap periode 19 tahun ada 7 tahun yang jumlah bulannya 13 (satu tahunnya 384 hari) dan bulan ekstra ini disebut dengan bulan Nasi’ Yang ditambahkan setelah Dzulhijjah . ternyata tidak semua kabilah arab sepakat dalam menentukan tahun apa saja yang mempunyai bulan Nasi’ akhirnya ada satu kabilah yang meletakkan bulan nasi’ pada tahun tertentu dan yang lain tidak padahal jika satu kabilah yang tidak meletakkan bulan nasi’ berarti mereka pada bulan tersebut diharamkan berperang karena masuk bulan muharram dan yang meletakkan bulan Nasi’ akan bebas melakukan peperangan di bulan itu karena mereka beralasan masih bulan Nasi’ akibatnya bulan ekstra ini menjadikan banyak timbulnya permusuhan dikalangan orang Arab. Dan juga bulan Nasi’ ini di gunakan oleh mereka sesuai kebutuhan (kepentingan pribadi) mereka maka mereka menjadikan bulan Muharom menjadi Shofar sehingga mereka bisa menghalalkan banyak hal yang di haramkan pada bulan muharram tersebut, oleh karenanya Allah mencelanya dalam firmannya:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (36)

Artinya : Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram[640]. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu menganiaya diri[641] kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan Ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.( 36.)

إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيُحِلُّوا مَا حَرَّمَ اللَّهُ زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (37)

Artinya : Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu[1] adalah menambah kekafiran. disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, Maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang buruk itu. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (37).

Dengan turunnya wahyu di atas Rasulullah menetapkan bahwa kalender Islam tidak lagi bergantung kepada perjalanan Matahari atau menggunakan kalender bulan murni tanpa adanya penyesuaian dengan kalender Matahari atau dengan menhilangkan tradisi penambahan bulan ke13 (nasi’), meskipun demikian nama-nama Muharom sampai Dzulhijjah tetap digunakan karena sudah popular pemakainnya. Dan orang arab memberi nama bulan-bulan tersebut di susuaikan dengan keadaan alam yang terjadi. Berikut alasan-alasan orang Arab menamakan bulan-bulan tersebut mulai dari Muharrom sampai dengan Dzulhyijjah:

  1. Muharrom, karena pada bula ini orang Arab sepakat mengharamkan peperangan dan ini bertepatan dengan bulan September. Namun larangan tersebut tidak berlaku lagi sejak turun firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 191
  2. Shofar (kuning), dikarenakan pada waktu itu daun daun mulai menguning dalam pemberian nama Shofar ini bertepatan pada bulan oktober. ada yang mengartikan Shofar dengan kosong karena dalam bulan tersebut pemukiman orang Arab kosong dari kaum lelaki karena semuanya pergi berniaga merantau atau berperang.
  3. Robiul awal dan Robiul akhir, karena di bulan tersebut bermusim gugur sedangkan robi’ sendiri   dalam bahsa arab berma’na musim gugur.
  4. Selanjutnya dibulan Jumadal Ula dan Akhiroh yang bertepatan dengan Januari February yang terjadi musim dingin dan beku, dalam konteks bahasa arab beku adalah jamad dari sinilah bulan yang bermusim ini di namakan Jumadal Ula dan Akhiroh.
  5. Ketika Matahari melewati semenanjung Arab salju di arab mulai mencair karena dari itu bulan ini di namakan rojab.
  6. Karena salju telah mencair, lahan pun bisa ditanami kembali, penduduk Arab mulai turun kelambah (syi’b) untuk menanam dan mengembala tanah maka di sebutlah dengan bulan Sya’ban.
  7. Matahari bersinar terik hingga membakar kulit, pada masa ini bulannya dinamakan Rhomadhan yang artinya sangat panas.
  8. Di bulan selanjutnya cuaca semakin panas karena panasnya meningkat bulan ini disebut syawal yang berarti peningkatan.
  9. Suhu yang panas membuat orang Arab lebih suka duduk-duduk di rumah. Dalam bahasa Arab duduk itu arti dari qo’id makanya di bulan ini diberi nama Dzulqo’dah.
  10. Terakhir Dzulhijjah, karena di bulan ini masyarakat arab pergi kekota Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji.

Walaupun penetapan kalender telah ada di zaman rosulullah dan bulannya sudah ada sejak masa sebelum islam akan tetapi penetapan tahun baru ada pada masa kholifah sayyidina Umar ra. Selama itu mereka menandai tahun-tahunnya dengan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di sekitarnya, sebagaimana riwayat di bawah ini:

Tatkala Ya’la bin Umayyah menjadi gubernur di Yaman pada zaman kholifah Abu Bakar Ia pernah melontarkan gagasan tentang perlunya kalender islam yang dipergunakan kaum muslim belum seragam ada yang pakai tahun Gajah (tahun dilahirkannya nabi Muhammad) ada yang menggunakan peristiwa-peristiwa yang menonjol dan berarti yang terjadi di zaman mereka.

Akan tetapi realisasi tentang penetapan penanggalan yang dipakai oleh umat Islam barulah terjadi di zaman kholifah Umar bin Khotob (632H-634H) tepatnya pada tahun 638 H pada waktu gubernur Irak Abu Musa al-Asyari mengirimkan surat pada kholifah Umar yang isinya antar lain surat-surat kita sudah memiliki tanggal dan bulan akan tetapi tidak berangka tahun menurutku sekarang sudah saatnya umat Islam membuat tarikh sendiri dalam perhitungan tahun. Lalu kholifah menyetujui usulannya dan beliau langsung membentuk panitia yang diketuai langsung oleh Beliau dengan anggota enam sahabat Nabi terkemuka yaitu Usman bin Affan Ali bin Abi Tholib Abdurrahman bin Auf Sa’d bin abi Waqas Tholhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awam mereka bermusyawaroh untuk menentukan tahun pertama dari kalender yang selama ini telah digunakan akan tetapi tanpa ada tahunnya. Usulan-usulan masuk dari mereka, ada yang mengusulkan agar di mulai dari tahun kelahiran nabi (am-alfil :571M) dan ada yang mengusulkan tahun turunnya wahyu Allah yang pertama (bi’stah 610) semua usulan-usulan yang masuk baik kelahiran nabi maupun permulaan wahyu turun tidak di ambil sebagai awal penanggalan islam karena tanggal-tanggal tersebut menimbulkan kontroversi mengenai waktu yang pasti dari kejadian sebenarnya, usulan hari wafatnya Rosulullah juga tidak dijadikan permulaan kalender karena dipertautkan dengan kenang-kenangan menyedihkan pada hari wafatnya yang kemungkinan besar akan menjadikan kesedihan nya para muslimin dan akhirnya usulan yang disetujui adalah usulan sayyidina Ali karoma Allah wajhah yaitu di mulai dengan hijrohnya Rasulullah ke Madinah (Yastrib).

Tentang peristiwa hijrah memang ada beberapa fersi tentang peristiwa itu Imam Atthobari dan Ibnu Ishaq menyatakan bahwa Rasulullah hijroh ke Madinah (Yastrib) Rasulullah tiba di Quba pada hari Senin 12 Rabiul Awal tahun 13 kenabian bertepatan pada tanggal 24 September 622M waktu dhuha (sekitar jam jam8.00 atau 9.00) di situ Nabi bersinggah di tempat tinggalnya keluarga Amer bin Auf selama empat hari (hingga hari kamis15 Rabiul Awal atau 27 September 622M)dan di situ Raslullah membangun masjid yang pertama yang diberi nama masjid quba pada tanggal 16 Rabiul awal hari Jumat 28 September beliau meneruskan perjalanannya berangkat menuju Madinah ditengah perjalanannya, tepatnya di bani Wadin rasulullah dituruni ayat tentang kewajiban sholat jumah, dengan turunnya ayat ke9 surat al-Jumuah maka Rasulullah melakukan sholat bersama sahabat dan khotbah di tempat itu dan itu adalah sholat jumah yang pertama kali dilakukan dalam islam, setelah selesai baru rasulullah melanjutkan perjalananya[2]

BACA JUGA :  Para Ulama Mujadid

Dari keterangan di atas menunjukkan bahwa nabi tiba di madinah pada hari Jumat 16 Rabiul awal atau 28 September sedangkan ahli tarikh lainnya berpendapat hari Senin 12 rabiul awal atau 5 Oktober 621M. Namun ada pula yang mengatakan hari Jumat 12 Robiul awal 24 Maret 622M terlepas dari perbedaan tanggal tahun baik hijriyah atau masehi namun para ahli tarekh semua bersepakat bahwa hijroh nabi terjadi pada bulan Robiul awal bukan bulan Muharram.

Ketika para sahabat sepakat menjadikan hijrah nabi sebagai permulaan kalender hijriyah timbul permasalahan tentang permulaan bulan pada bulan kalender itu ada yang mengusulkan Rabiul awal namun ada pula yang mengusulkan Muharram akhirnya di putuskan oleh sayyidina Umar bahwa tahun 1 hijriyah diawali dengan 1 Muharom bertepatan dengan 16 Juli 622M dengan demikian antara permulaan hijrah Nabi dan permulaan kalender Islam sesungguhnya terdapat jarak sekitar 82 hari. Adapun tahun keluarnya keputusan kholifah umar itu pada tahun 638M dan pada tahun itu langsung ditetapkan tahun 17 hijriyah.

Peringatan tahun baru islam tiap 1 Muharam baru di mulai sejak tahun 1970-an yang berasal dari ide pertemuan cendikiawan muslim Amerika Serikat waktu itu terjadi fenomena marak nya dakwah, di masjid-masjid dipenuhi jamaah sehingga pada waktu itu dinamakan sebagai tahun kebangkitan islam (lihat pikiran rakyat online)

Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa penetapan bulan Muharom oleh sayyidina Umar bin Khotob sebagai permulaan tahun hijriyah tidak didasarkan atas pengagungan atau peringatan hijroh nabi, buktinya beliau tidak menetapakan bulan Rabiul awal sebagai permulaan bulan pada kalender hiriyah . lebih jauh dari pada itu beliaupun tidak pernah mengadakan peringatan tahun baru hijriyah baik tiap Muharram ataupun pada bulan Rabiulawal selama kekholifahannya .

Peringatan tahun baru hijriyah pada bulan Muharram dengan alasan memperingati Hijroh nabi ke Madinah merupakan kesalahkaprahan, karena Nabi hijroh pada bulan Rabiul awal bukan bulan muharram, menyelanggarakan berbagai acara atau upacara untuk menyambut tahun baru hijrahiyah tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

Fadhilah Bulan Muharram

Dalam Islam ada empat bulan yang dimuliakan Allah swt yaitu bulan Dzulqo’dah, Dzulhijjah Muharrom dan Rojab di bulan-bulan ini umat Islam dihimbau untuk tidak melakukan pertumpahan darah dan bagi umat Islam bulan-bulan ini dianjurkan untuk meningkatkan Taqorrub ila Alloh swt, Allah berfirman:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (36)

Artinya : Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram[640]. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu menganiaya diri[641] kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan Ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.( 36.)

Banyak amalan-amlan untuk menyambut bulan Muharrom lebih-lebih pada hari kesepuluh dari bulan tersebut sebagaimana keterangan yang ada dalam kitab I’anatu atholibin, salah satu kitab yang banyak digunakan asy-syafi’iyah pada jilid 2 halaman 267 disebutkan bahwa memang banyak amal-amalan yang sering di lakukan pada momentum bulan Muharrom. Imam an-nawawi mengutip nazham yang di susun anonim berkaitan dengan amalan amalan dibulan muharram (‘Asyuro’) yaitu:

في يوم عاشوراء عشر تتصل * * بها اثنتان ولها فضل نقل
صم، صل، صل، زرعالما، عد، واكتحل * * رأس اليتيم امسح، تصدق واغتسل
وسع على العيال، قلم ظفرا * * وسورة الاخلاص قل ألفا تصل

Di dalam bulan ‘Asyuro’ ada dua belas amalan yang di anjurkan: Puasalah saltlah, silatur- rahimlah,
Mandilah, kepala anak yatim usaplah, sedekahlah dan pakailah celak mata.

Luaskan belanja untuk keluarga, potonglah kuku kunjungi orang ‘alim tengoklah orang sakit dan bacalah surat al-ikhlas 1000 kali

Namun, pengarang kitab ini mengatakan bahwa hanya dua saja yang memiliki dasar kuat yaitu sunnah puasa dan meluaskan belanja sedangkan selebihnya kebanyakan hadistnya do’if dan sebagian lagi muangkar, maudu’ .

Puasa‘Asyura

Puasa ‘Asyura’ dan Tasu’a’ adalah puasa yang kita lakukan pada tanggal sepuluh dan Sembilan di bulan Muharrom, banyak sekali dalil yang menerangkan hal ini antara lain dari Abi Qotadah bahwa rasulullah bersabda saumu arofah menghapus dosa dua tahun sedangkan soum ‘Asyuro’ menghapus dosa setahun sebelumnya[3]

Imam nawawi ketika membahas hadits ini beliau berkata arti dari kafarot(menebus) adalah dosa-dosa kecil, akan tetapi jika ia tidak memiliki dosa-dosa kecil maka diharapkan dengan puasa di hari tersebut dosa besarnya diringankan dan jika dia tidak memiliki dosa-dosa besar maka Allah akan mengangkat drajat orang tersebut di sisinya.

Adapun Hikmah kenapa fadhilah puasa ‘Arofah bisa menghapus dosa dua tahun kalau puasa ‘Asyura’ hanya satu tahun yang telah lewat, itu karena ‘Arofah adalah hari yang dikhususkan pada umat Muhammad dan ‘Asuro’ harinya umat Musa, padahal Nabi kita merupakan paling utama-utamanya nabi maka sepantasnya hari yang dikhususkan kepada umat Muhammad itu lebih utama dari pada yang tidak.

Adapun puasa tasu’a’ itu karena ada hadist dari rasulullah yang artinya "andaikan saya masih hidup sampai ‘asyuro’ mendatang maka aku akan puasa hari kesembilan(tasu’a’)" kemudian rosulullah wafat sebelum datangnya ‘asyuro’ nya tahun depan.

Hikmah didalam disunatkan puasa ‘Arofah adalah supaya kita berbeda dengan orang yahudi yang berpuasa hanya di hari ‘Asyur’, karena itu ketika kita tidak puasa pada hari Tasu’a’ maka kita tetap disunatkan puasa hari ke sebelas, bahkan kita tetap disunahkan puasa hari ke sebelas walaupun kita sudah puasa hari Tasu’a’, karena memang ada Hadits yang menerangkan tentang hal tersebut, diriwayatkan ahmad bahwa Rosulullah bersabda, yang artinya: "Berpuasalah kalian di hari ‘Asyuro; dan berbedalah kalian dengan orang yahudi dengan berpuasa hari sebelumnya satu hari dan sesudahnya satu hari."

Meluaskan Belanja Pada Keluarga

Meluaskan belanja pada keluarga, hal ini disunahkan karena banyak sekali dalil yang menerangkan bahwa pada waktu tanggal sepuluh Muharrom (‘Asyuro’) kita di anjurkan untuk meluaskan belanja kita untuk keluaraga, walaupun oleh sebagian ‘ulama’ hadist masih ikhtilaf , sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Abu Ubaidah al-‘Askari dalm kitab al-Mu’jam al-Kabir (karangan Imam Thobarani)[4]:

:من وسع عياله يوم عاشوراء لم يزل في سعة سائر سنته

Artinya : Barang siapa Meluaskan belanja pada keluarga di hari ‘Asyuro’ maka orang tersebut akan mendapatkan keluasan dalam sisa tahun itu.

Hadits ini dianggap lemah oleh sebagian ‘ulama’, dan ada yang mengatakan bahwa hadits ini shahih lalu sebagian yang lain berpendapat bahwa hadits ini hasan, ulama’ yang berpendapat tentang sohihnya hadits ini salah satunya adalah : Zainuddin al-Iroqi ibnu Nasiruddin as Suyuthi dan al-hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani mengatakan bahwa begitu banyaknya jalur riwayat hadist ini menjadikan hadist ini hasan bahkan manjadi shohih, sehingga Ibnu Taimiyah di dalam kitabnya al-Ikhtiyarot juga menganjurkan perbuatan ini dihari Asysyuro’

Bersedekah

Pada hari itu juga di sunahkan untuk bersedekah menurut kalangan mazhab Maliki, sedangkan menurut mazhab lainnya tidak ada landasan dalil yang khusus yang menyatakan hal itu dan tidak adanya hadits yang kuat drajat nya, karena mereka menganggap daif hadist yang ada.

Adapun untuk amlan-amalan yang lain ini ada yang mengatak hadisnya dhoif, ada yang munkar ada yang mengatakan maudu’. Sebenarnya amalan-amalan di atas semuanya baik selama tidak di kaitkan dengan momen-momen tertentu, sehingga yang jadi titik masalah adalah dikaitkannya amalan-amalan di atas dengan momentum Muharom dengan keyakinan bila dilakukan diselain momen ini maka tidak sebesar itu pahalanya, karena dengan keyakinan seperti itu seakan-akan orang tersebut membuat ibadah yang tidak ada keterangan dari Quran Hadits padahal setiap peraktek ibadah yang tidak dari quran hadits maka akan ditolak, Namun kita harus pahami bahwa amalan seperti ini buat sebagian kaum muslimin sudah diajarkan dan diperaktekkan meski sebagian haditsnya di kritik banyak kalangan, jadi kalau kita ingin mengamalkan itu semua maka kita harus menghilangkan anggapan disunahkan nya amalan-amalan itu khusus pada hari tersebut.

Semoga kita bisa mengamalkan apa yang kita tahu sebagai zakat kita, karena setiap apapun itu mempunyai zakat dan zakatnya ilmu itu mengamalkannya, untuk hari Selasa besok semoga kita bisa berpuasa(‘asuro’) kalau bisa juga hari senin dan rabu dan semoga kita diberi rizqi yang melimpah pada hari itu sehingga kita bisa melakukan kesunahan tausi’atul ‘iyal(melapangkan belanja), semoga ini bermanfaat bagi kita dan lainnya, Amin Ya Robbal ‘Alamin.

[1] Muharram, Rajab, Zulqaedah dan Zulhijjah adalah bulan-bulan yang dihormati dan dalam bulan-bulan tersebut tidak boleh diadakan peperangan. tetapi peraturan Ini dilanggar oleh mereka dengan mengadakan peperangan di bulan Muharram, dan menjadikan bulan Safar sebagai bulan yang dihormati untuk pengganti bulan Muharram itu. sekalipun bilangan bulan-bulan yang disucikan yaitu, empat bulan juga. tetapi dengan perbuatan itu, tata tertib di jazirah Arab menjadi kacau dan lalu lintas perdagangan terganggu.
[2] Atthobari,tarih atthobari,1,571. Dan sirah ibnu hisyam,3,22dan juga tafsir al-qurthubi ,XVIIhal,98
[3] sohih muslim,3,167,no:2804
[4] imam thobarani, al-Mu’jam al-Kabir,8.404

Artikulli paraprakHikmah 227 Pemikiran ilmuwan yang dangkal
Artikulli tjetërFENOMENA PEMBATASAN KUOTA HAJI

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini