Ketiga: memberi penanganan khusus.
Dalam hukum asalnya, syariat melarang praktik mengisolasi anak dari ibunya sebelum masa tamyiz (masa mandiri) ataupun hukum memisah anak hewan dari induknya, hal ini berdasarkan hadits:
عن أبي أيوب قال: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقولُ: من فرق بين الوالدة وولدها فرق الله بينه وبين أحبته يوم القيامة.
Dari Abi Ayyub beliau berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang mengisolasi seorang anak dari ibunya, maka Allah akan memisahkannya dari orang yang dia cintai kelak di hari kiamat.”
Namun dalam ranah Fiqh, hal itu punya rincian. Al-Allamah Syaikh Abi Bakri Syatho menguraikan masalah ini dalam karyanya I’anat at-Tholibin dan menjelaskan bahwa hukum mengisolasi anak hewan dari induknya itu boleh jika hewan telah mendapatkan perawatan khusus.
ويجوز تفريق ولد البهيمة إن استغنى عن أمه بلبن أو غيره. لكن يكره في الرضيع: كتفريق الآدمي المميز قبل البلوغ عن الام. فإن لم يستغن عن اللبن، حرم وبطل.
Mengisolasi anak hewan dari induknya hukumnya boleh apabila kebutuhan akan susu atau kebutuhan lainnya tercukupi. Akan tetapi hal ini makruh dalam masalah radli’ (anak susuan) seperti halnya hukum memisah anak kecil (yang sudah tamyiz tapi belum mencapai masa baligh) dari ibunya. Namun jika kebutuhan-kebutuhan tersebut belum tercukupi, maka hukumnya haram dan batil.
Oleh sebab itu, apabila aspek-aspek tersebut tidak terpenuhi, maka dapat kita pastikan bahwa hukum orang tua membelikan anaknya berupa hewan peliharaan yang notabenenya hanya untuk mainan adalah haram.
Tanggungjawab Penjual
Kemudian perlu kita ketahui. Selain aspek di atas, bagi penjual juga punya tanggung jawab untuk menjaga hewan dari hal-hal yang berisiko terhadap kematian. Seperti praktik mewarnai dengan tingkat risiko kematian mencapai 80%, sebagaimana yang telah Imam Ar-Rofi’i terangkan dalam kitab Syarh al-Kabir:
وأن المستحب ألا يستقصى في الحلب ويبقى في الضرع شيء. وأن يقص الحالب أظفاره، كيلا يؤذيها بالقرص.
“Termasuk yang sunnah yaitu menyisakan susu dan tidak memerahnya sampai habis. Begitu juga sunnah untuk memotong kuku sebelum memerah, agar hewan tidak tersakiti.”
Kesimpulan
Syari’at melegalkan segala bentuk aktivitas sosial selama tidak melanggar ketentuan yang telah ditetapkan. Melegalkan membeli hewan peliharaan atau bermain dengan binatang, asalkan memenuhi aspek-aspek yang telah dijelaskan. Yaitu: Pertama, hewan harus dirawat dengan baik, dan pemilik harus sanggup memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Kedua, bermain dengan hewan tidak menyakiti hewan tersebut. Ketiga, tidak memisahkan anak hewan dari induknya, kecuali hewan telah mendapatkan perawatan khusus. Apabila semua aspek tersebut tidak terpenuhi maka hukumnya bisa menjadi haram.
Saran Bagi Konten Kreator
Kemudian sebagaimana kesimpulan di atas kami memberikan saran. Bagi konten kreator juga punya kewajiban untuk tidak melakukan praktik yang tidak memenuhi poin-poin di atas. Saran ini agar dia tidak masuk kategori sebagai orang yang berkontribusi dan menginspirasi terhadap perkara haram, seperti redaksi berikut:
قَالَ الْحَلَبِيُّ: وَكُلُّ مَا حَرُمَ حَرُمَ التَّفَرُّجُ عَلَيْهِ؛ لِأَنَّهُ إعَانَةٌ عَلَى الْمَعْصِيَةِ.
Selanjutnya, apabila hukum mempublikasikan praktik yang melanggar syari’at adalah haram, maka hukum menghasilkan uang dari konten tersebut juga haram dan dikategorikan sebagai orang yang mendapatkan harta dengan cara yang batil.
Allah SWT berfirman:
{ وَلاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيقاً مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ } [البقرة:188].
“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil. Dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188).
Sekian dan Semoga bermanfaat.
Sumber : Kajian BIM (Badan Intelektual Muhadloroh), Lembaga Pendidikan Muhadloroh PP. Al-Anwar