Pada dunia bisnis, sudah biasa terjadi fluktuasi harga suatu barang semisal. Ada istilah dalam pangsa pasar, jika permintaan konsumen meningkat, maka harga jual suatu barang menjadi meningkat pula alias mahal. Sebaliknya, jika tidak banyak permintaan, niscaya harga jual pun merosot.

Hal ini bisa kita sedikit banyak samakan dengan keadaan santri yang hidup pada era yang serba modern. Bagaimana tidak, di luar sana sudah sangat banyak orang-orang yang berkecimpung dalam bidangnya masing-masing. Katakanlah menjadi mahasiswa umum, guru privat bahasa, matematikawan, arsitektur, politikus, bisnisman, dan masih banyak lagi dari berbagai elemen masyarakat, khususnya di negeri kita tercinta ini. Mereka rela melakukan apapun demi keberhasilan yang akan di peroleh kelak.

""

Mereka begitu lihai lagi membidangi akan keahlian masing-masing. Bisa dikatakan, Negara kita ini sudi berucap terima kasih atau bahkan memberikan apresiasi tinggi kepada dedikasi mereka dalam memberikan sumbangsih teruntuk ibu pertiwi. Mereka bangga dengan apa yang saat ini mereka miliki. Mereka bisa ikut andil dalam mencerdaskan anak bangsa, mampu mambangun infrastruktur yang apik, bisa menyokong perekonomian Negara bahkan. Jadi jelas, orientasi terencana mereka adalah semata hanya untuk sebuah kedudukan, harta dan sebagainya.

Sekali lagi, itulah yang mereka punyai, yang mereka banggakan. Lalu bagaimana dengan kita para santri?. Apakah kita hanya akan sekedar bengong dan juga iri dengan pencapaian mereka?. Hey,,,tidakkah kita ingat,seharusnya mereka yang iri kepada kita, bahwa segala apa yang kita hadapi adalah suatu hal yang sangat luar biasa. Melebihi keluar biasaan yang mereka miliki.

Coba saja lihat! Kita kaum santri, selalu berkutat dengan ilmu-ilmu agama, meliputi Al qur’an, hadits, fiqh, tasawwuf, dan masih banyak lagi. Dan itu semua bermuara pada satu orientasi, ridha Allah ‘azza wa jalla. Dan hal ini mengalahkan segala-galanya. Rasanya sangat tidak mungkin, Allah Sang Rabbul ‘alamin, akan menyia-nyiakan para hamba-nya yang selalu berusaha memperoleh pencapaian ridha-Nya, yang mau membela agama-Nya di muka bumi ini, artinya tidak hanya sekup Negara saja.

Coba kita pakai rumusan di atas. Bayangkan, mayoritas dari apa yang mereka cari, telah banyak sekali pesaingnya, wes turah-turah wong sing koyo ngono. Artinya, permintaan masyarakat pada terhadap orang-orang yang berkompeten di bidangnya sudah sangat banyak. Sementara kita santri salaf terutama, hanya minoritas. Jarang sekali orang yang mau bergelut di bidang agama. Karena mungkin sebagian mereka masih menganggap, santri itu tidak bisa apa-apa, hanya sekedar barang usang yang tidak bisa dipakai.

BACA JUGA :  Efek Samping Rokok pada Darah

Tapi kenyataan di lapangan tidak seperti itu, bahkan sebaliknya. Orang-orang seperti mereka, pada waktunya akan mencapai titik klimaks dalam pencapaian dunianya.

Bayangkan saja, mereka punya segalanya, dari harta kekayaan, kedudukan pangkat dan sebagainya. Namun lambat laun mereka akan merasa gelisah, batinnya bergejolak, hatinya tidak tenang. Merasakan ada sesuatu yang kurang untuk mengisi dahaga hatinya. Nah, di saat-saat seperti inilah, permintaan pasaran masyarakat meninggi.

Pada akhirnya, orang-orang seperti kita lah yang mereka butuhkan. Kita dianggap sebagai orang yang cocok untuk mengisi dahaga ruhani mereka. Ini sekaligus menepis anggapan mereka tentang santri. Jadi, Insya Allah ilmu kita terpakai secara bermanfaat, kita bisa keluarkan amunisi yang sudah lama kita simpan.

Seandainya saja ketika kita telah hidup dalam lingkungan masyarakat ora pathek di enggo karo wong-wong, kita masih punya hal lain yang bisa kita lakukan. Yaitu memiliki banyak waktu untuk kita curahkan kepada Sang Khalik, dengan berdzikir, beribadah dan bertaqarrub kepada-Nya. Walhasil, tidak ada alasan bagi kita untuk minder dengan mereka.

Tetap semangat dalam kita mencari ilmu agama, dengan segala cobaan-cobaan yang diberikan oleh Allah. Jangan mau terpuruk dengan kondisi yang sedang kita hadapi ini. Karena bisa merugikan kita sendiri.

Walaupun begitu,tetap saja kita masih sering dibayang-bayangi ketakutan akan kelak nasib kita menjadi apa, mau berbuat apa ketika nanti telah keluar dari pondok pesantren. Hmm,,rasanya memang tidak mudah untuk menjadi manusia kategori alladziina yu’minuuna bil ghaib.

Mantapkan, yakinkan selalu dalam diri kita kepada Allah, apa yang kita lakukan saat ini kelak bermanfaat dan memperoleh ridha Allah ‘azza wa jalla. Amiin…

Wallahu a’lam bishshawaab…

Artikulli paraprakAl-Anwar Bersholawat Bersama Habib Syaikh bin Abdul Qodir As-Segaf
Artikulli tjetërJangan Seperti Laron!

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini