Beliau dilahirkan Pada Tanggal 22 Mei 1958 M (3 Dlulqo’dah 1377 H) di Sarang. Beliau tidak menikmati indahnya kasih sayang dari Sang Ayahhanda karena di usianya yang masih sangat belia, beliau ditinggal wafat Sang Ayahhanda, K. Zubair Dahlan. Tepatnya ketika masih berumur 10 tahun. Namun justru dalam waktu yang sangat singkat itu, Islamic character buildin yang ditanamkan K. Zubair Dahlan sangat terpatri dalam pribadi K.H. Ma’ruf Zubair, hingga kelak menjadi tokoh panutan umat.
Dalam bimbingan langsung K. Zubair, K.H. Ma’ruf Zubair memulai pegembaraan keilmuannya. Dan sepeninggal ayah handanya, samudra ilmu masyayekh Sarang beliau arungi, hingga akhirnya beliau telah bermetamorphose dari Maruf kecil yang lincah dan menggemaskan, kini menjadi seorang yang alim yang disegani banyak orang.
Tersugesti dari sang ayah yang sangat mashur akan keilmuannya, membuat beliau tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah ia dapatkan di Sarang. Semangatnya terus kerkobar untuk terus menggapai mutiara yang masih terpendam jauh di dasar samudra. Layar pun kembali beliau bentang, hingga akhirnya, pelayaran keilmuannya berlabuh di pondak pesantren Al-Barokah Cilacap Jawa Tengah.
Di bawah bimbingan ‘Allaah Syaik Mas’ud bin Muhyidin, beliau kembali mengasah kecerdasan yang diwarisi dari ayahandanya. Berbagai macam disiplin ilmu beliau geluti.Tidak hanya ilmu agama, pengetahuan umum sekalipun banyak dikuasi. Wawasannya begitu luas, keilmuannya sudah mengakar dalam sanubarinya, mencengkram kuat laksana batu karang yang tidak mungkin oleng oleh hempasan Tsunami sekali pun.
Setelah kembali ke tanah kelahiran, beliau mempersunting Ibu Nyai Hj. Anis Chanifah binti K.H Moh. Zayadi dari Probolinggo. Dari pernikahan ini, beliau dikaruniani empat putra-putri. Semuanya yaitu :
- Ng. Mahsunah Hasanah
- Ag. Chaizussyaraf
- Ag. As’ad Hariri
- Ag. Ahyad Mas’udi
Dengan segudang kempuan dan keahlian yang beliau miliki, K.H. Ma’ruf Zubair berbagi ilmu dengan ribuan umat yang telah menunnggunya. Bersama kakak iparnya, K.H. Abdurrahim bin Ahmad, beliau meneruskan perjuangan Sang Ayahhanda di pondok pesantren MUS. Fathul Muin menjadi bidang spesialisasinya setiap ba’da Ashar. Ratusan santri berjejal mengisi setiap ruang kosong aula PP. MUS untuk mendergarkan keterangannya yang sangat menarik dan mudah dicerna.
Dengan teknik mengajar yang handal, fathul Mu’in yang dianggap susah untuk difahami menjadi mudah untuk dikaji. Ditambah lagi dengan penguasaan gramatika arabnya yang sudah mendarah daging yang diterapkan di setiap lafadz-lafadz kitab yang dikajinya. Hal itu menjadikan semua kitab yang paling susah sekali pun menjadi mudah dicerna dan gampang dipaham.
Wawasannya yang luas dan joke-jokenya yang penuh dengan falsafah kehidupan membuat semua orang yang berada di depannya betah mengaji berlama-lama dengan beliau. Selain di PP. MUS, beliau juga mengabdikan diri dengan mengajar di Madrasah Ghozaliyah Sya’fi’iyyah. Kontribusinya sangat besar dalam dinamika MGS. Di tengah tuntuan untuk memasukkan MGS ke dalam kurikulum formal, beliaulah yang paling getol menentang formal. Hal itu dilakukukan bukan berarti beliau tdak sadar dengan pentingnya formal, tapi karena adanya faktor yang akan menggerus identitas MGS yang dirintis oleh the Founding Father, para Masyayeh sejak lama madrasah ini berdiri.
Dalam beberapa akhir ini, di MGS beliau berkonsentrasi dalam fan tafsir di tingkat II dan III Aliyah. Kesehatannya yang sudah mulai terganggu tak menyurutkan semangatnya untuk tetap hadir mengajar demi menyapa murid-murid yang dengan setia menunggunnya. Bahkan urusan fisik madrasaah pun tidak luput dari perhatiannya. Setiap pagi beliau mengelilingi areal MGS untuk meninjau kondisi madarasah. Bahkan dalam keadaan sakit pun beliau tetap melakukan hal itu. Di MGS jabatannya adalah sebadai wakil dari kakaknya, Syaikhina Maimoen Zubair, yaitu sebagai mudir ‘Am II. Amanah itu beliau emban hingga Allah swt memanggilnya di hari yang sangat mulia dan bulan yang penuh dengah berkah.
Beliau wafat pada hari Jum’at 7 Ramadhan 1430 gertepatan dengan 28 Agustus 2009. Beliau menyandang usia 51 tahun. Semoga Allah swt melapangkan jalannya dan menempatkan beliau dalam surga firdaus-Nya. Dan semoga Allah swt menghadirkan sosok yamg seperti K.H. Ma’ruf Zubair dari geenerasi-generasi yang setelah beliau. Amiin.