Allah telah menurunkan hukum bagi umat manusia untuk menuntun mereka dalam mengarungi samudra kehidupan, Agar mereka mengetahui arah jalan yang akan ditempuh dan tidak tersesat ketika berada di tengah-tengah lautan yang terbentang luas. Hukum itu adalah hukum yang berapi api, bersifat paten dan tidak latah dalam pendeskripsianya. Sedangkan Sang pemberi hukum itu adalah dzat yang paling tahu akan ciptaanya yang tidak mungkin akan keliru dalam memberikan arah dan jalan kepada mereka.

Akan tetapi, seiring dengan berkembangnya zaman, karena semakin kreatifnya manusia dalam memodifikasi sesuatu maka berubahlah hukum itu sedikit demi sedikit. Hukum-hukum Allah S.W.T yang tertuang dalam kitab-kitab –Nya berupa Taurat maupun Injil mengalami perubahan yang dikerjakan oleh tangan-tangan penjahat yang tidak bertanggung jawab. bahkan dengan selendang kejahatanya mereka sekarang ini ingin menyaingi Allah S.W.T dengan membuat hukum sendiri yang berlandaskan pada otak, naluri, dan insting mereka yang sangat primitif.

""

Salah satu hukum atau undang-undang sintetis itu adalah undang-undang perkawinan dalam agama Kristen. Para petinggi Kristen Katolik di Roma membuat sebuah peraturan yang menaungi hubungan suami istri yang menurut mereka akan membuahkan suatu manfaat bagi kelangsungan pernikahan. Undang-undang yang mereka ciptakan itu menetapkan, bahwa pasangan pengantin yang menikah di Gereja atau di luar Gereja tidak diperbolehkan bercerai sepanjang hidup. Mereka mencetuskan bahwa apa yang sudah dipersatukan oleh Tuhan itu tidak boleh dipisahkan dan manusia tidak berhak sedikitpun untuk ikut campur terhadap sesuatu yang telah dikehendaki oleh Tuhan.

Alih-alih menciptakan sebuah konsensus baru, rupanya, pihak Gereja tidak pernah berpikir panjang akibat yang akan muncul pasca penetapan hukum itu malah ternyata mereka sekarang ini mulai terjerembab dalam kondisi yang amat kalut ketika banyaknya masyarakat Kristen di sana yang mengalami kemelut berumah tangga sehingga perkataan-perkataan kotor pun berhamburan dari mulut masing-masing dan perceraian pun tidak terelakkan lagi karena mereka satu sama lain sudah tidak cocok lagi hidup bersama sebagai suami isteri di dalam sebuah rumah.

BACA JUGA :  Kepasrahan pada-Nya

Dalam hal ini para pemimpin Gereja lepas tangan dan tidak mau ikut campur dalam urusan mereka. Masalah mereka sempat sampai ke telinga Paus di Vatican. Namun, Paus pun tetap dengan prinsip anti cerai dan tidak akan menceraikan mereka. Akibatnya para pasangan-pasangan itu dengan kasak-kusuk mulai berlarian ke lembaga pengadilan Negara dan menyelesaikan urusan perceraian mereka melalui konstitusi meja hijau Negara jika tali ikatan pernikahan mereka sudah putus dan tidak dapat disambung kembali.

Pengadilan pun selalu mengambil alih tiap kasus perceraian umat Katolik juga selalu beperan sebagai pengambil keputusan dalam kasus tersebut yang seharusnya diputuskan oleh pihak Gereja tempat sepasang suami isteri pernah melangsungkan pernikahan sebagai suami isteri. Anehnya, pihak gereja tidak merasa dilecehkan jika urusan agama seperti itu selalu didahului oleh pihak yang seharusnya tidak bertanggung jawab dengan masalah itu. Bahkan, sekarang ini ada sebuah kecocokan dan kerja sama diantara keduanya yaitu pihak Gereja sebagai lembaga yang menikahkan sedangkan Pengadilan sebagai lembaga yang menceraikan.

Tidak sampai di situ saja, akibat lain yang muncul adalah ketika seorang laki-laki atau perempuan itu sudah bercerai melalui Pengadilan Negara yang belum sah menurut Undang-undang Kristen Katolik. Mereka masing-masing datang ke Gereja lain dengan membawa pasangan baru untuk menikah lagi dan membangun rumah tangga yang baru. Sedangkan Pastur pun langsung memprosesnya dengan mudah tanpa mengetahui masa lalu dari pasangan-pasangan tersebut. Sehingga tanpa menyadari sedikit pun banyak kaum pria Katholik di sana melakukan poligami, sedangkan kaum wanita melakukan poliandri.

semua ini terjadi atas ketidaktahuan para pemimpin tertinggi agama Kristen dari golongan Katholik bagaimana cara mengatur manusia dalam menjalani hidup di muka bumi ini. Seperti dikatakan beberapa kali sebelumnya mereka sama sekali tidak memahami, bahwa wewenang mengatur hidup manusia di muka bumi ini adalah Allah S.W.T yang menciptakan manusia itu sendiri dan bukan manusia.

Artikulli parapraklidah Yang Menembus Hati
Artikulli tjetërPengen Jadi Penulis? Ikuti langkah Ini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini