"Satu peluru hanya dapat menembus satu kepala, namun satu tulisan dapat menembus ribuan bahkan jutaan." (Sayyid Quthb)
Islam selalu menganjurkan umatnya untuk selalu berdakwah, mengajak manusia dari jalan yang salah menuju jalan yang benar dan diridhai-Nya, menyuruh manusia untuk beramar ma’ruf dan nahi mungkar. Metode dakwahnya bervariasi caranya, disesuaikan dengan dai (orang yang berdakwah) yang bersangkutan. Ada yang lewat mimbar atau podium, ada yang melalui pengajian rutinan, ada yang mendatangi rumah-rumah penduduk, dan ada yang melalui karya tulis. Semua nasehat-nasehat yang mengandung ilmu dan hikmah yang terkandung di dalam metode-metode dakwah ini akan hilang dan hancur dimakan waktu, yaitu tatkala sang penyeru dakwah sudah berada di alam baka, kecuali yang meninggalkan karya tulis. Selagi tulisannya masih ada dan dibaca orang, maka ilmu dan hikmah yang disampaikan akan selalu berdakwah meskipun jasadnya telah terbaring di dalam kuburan selama bertahun-tahun.
Berdakwah dengan tulisan itu mempunyai kelebihan banyak dibanding dengan yang lainnya. Selain menulis caranya mudah, menulis dapat dikerjakan di mana-mana dan kapan saja asal ada kemauan untuk menulis. Menulis bisa dikerjakan di rumah atau di luar rumah, seperti di balik jeruji atau penjara. Pengalaman semacam ini pernah terjadi pada Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyyah. Tatkala itu, beliau sedang dipenjarakan oleh pihak pemerintahannya. Namun, beliau masih tetap berdakwah meskipun dengan tulisan-tulisannya. Hingga akhirnya, pihak pemerintahan mengeluarkan surat keputusan untuk merampas semua peralatan tulis, tinta dan kertas-kertas dari tangan Ibnu Taimiyyah. Atas kejadian ini, beliau tidak pernah putus asa dan tetap berusaha untuk tetap menulis di tempat-tempat yang memungkinkan dengan memakai arang. Ibnu Taimiyyah berdakwah di penjara melalui menulis surat-surat dan buku-buku dengan arang kepada sahabat dan murid-muridnya. Beliau berkata," orang yang dipenjara ialah orang yang terpenjara hatinya dari Rabbnya, Orang yang tertawan ialah orang yang ditawan oleh hawa nafsunya."
Kenangan tulisan yang ditulis dengan jerih payah dan tetesan darah serta perjuangan yang pahit akan membuat karya tulis tersebut disegani oleh para pembaca, bahkan ada yang membuatnya sakral, seperti tulisan yang lahir dari tangan Sayyid Qutb sebelum menghadapi ekskusinya di tangan algojo pemerintah. Dengan gagah berani, beliau sempat menuliskan corat-coretan sederhana tentang pertanyaan dan pembelaannya. Kini corat-coretan itu telah menjadi buku yang berjudul, "Mengapa Saya Dihukum Mati". Sebuah pertanyaan yang tak pernah bisa dijawab oleh pemerintahan Mesir di waktu itu.
Kalau kita mau membuka sejarah ulama-ulama terdahulu, niscaya kita akan menemukan kesemangatannya dalam dunia karya tulis. Mereka sangat memperhatikan pentingnnya berdakwah dengan karya tulis tanpa mengesampingkan dakwah yang selain menulis. Dengan menulis, kita akan membuat suatu kemanfaatan untuk generasi yang semasa dan untuk generasi yang akan mendatang. Contoh kecilnya adalah Imam as-Suyuthi yang mempunyai sumbangsih yang besar terhadap hasanah intelektual Islam. Tatkala Imam as-Suyuthi menginjak usia 40 tahun, beliau segera mengasingkan diri dari keramaian, dan menunjukkan perhatiannya dalam bidang karang-mengarang. Sehingga, hanya dengan waktu 22 tahun saja beliau telah membanjiri perpustakaan-perpustakaan Islam dengan karya-karyanya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dengan jumlah sekitar 600 judul. Cabang-cabang ilmu yang dikarangnya meliputil Tafsir dan ilmu Tafsir, Hadits dan ilmu Hadits, Fiqh dan Ushul Fiqh, bahasa Arab dengan berbagai cabang ilmunya, sirah Nabawiyah, dan Tarikh. Semua karya-karyanya ini .banyak dibaca dan dijadikan rujukan oleh umat Islam di belahan dunia. Dengan karya tulis yang agung ini, nama Imam as-Suyuthi selalu terukir di hati kaum muslimin. Bambang Trimansyah berkata," semakin banyak orang membaca buku karya Anda, semakin besar pengaruh yang Anda berikan dalam suatu masyarakat."
Karya tulis sangatlah penting. Dia dapat berdakwah dan menjadi bekal bagi orang-orang yang ingin berdakwah. Tulisan dapat membangun dan memajukan peradaban umat dan Negara. Tulisan dapat menjadi sumber inspirasi bagi orang-orang yang mau berfikir. Tanpa tulisan dunia menjadi sepi dan sunyi, yang ada cerita-cerita dan tutur kata yang kevalidannya semakin hari kian berkurang sebab penyelewengan fakta dan sejarah oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Barbara Tuchman berkata, "Buku adalah pengusung peradaban. Tanpa buku, sejarah menjadi sunyi, serta bisu, ilmu pengetahuan lumpuh, serta pikiran dan spekulasi mandeg." Wallahu a’lam bisshawab.