Di pesantren, kata adab bukan hanya sekadar etika sopan santun. Ia adalah ruh yang menghidupkan ilmu, kunci keberkahan, dan wasilah terbukanya pintu pemahaman. Para kiai kita sering mengingatkan, “Ilmu tanpa adab bagaikan api tanpa kayu bakar, cepat padam dan sulit memberi manfaat.” Ungkapan ini sejalan dengan warisan emas para ulama salaf yang menekankan bahwa sebelum menuntut ilmu, seorang penuntut harus menghiasinya dengan adab.
Dalam Ḥilyatul Auliyā’ (6/330), disebutkan sebuah nasihat dari Imam Malik bin Anas kepada salah satu pemuda Qiraisy:
يا بنَ أخي، تعلَّمِ الأدبَ قبل أن تتعلم العلم
“Wahai anak saudaraku, belajarlah adab sebelum engkau belajar ilmu.”
Nasihat ini menegaskan urutan prioritas: adab mendahului ilmu. Ilmu tanpa adab bisa melahirkan kesombongan, sementara adab yang lurus akan menumbuhkan kerendahan hati untuk menuntut ilmu dengan benar.
Apa Itu Adab?
Secara bahasa, adab berarti tata krama, etika, dan kebiasaan mulia yang menghiasi kehidupan seseorang. Namun para ulama tidak hanya membatasi adab pada pengertian sosial semata, melainkan menjadikannya sebagai fondasi spiritual dan intelektual.
Al-Hāfizh Ibnu Hajar al-‘Asqalānī dalam Fatḥul Bārī (juz 10, hlm. 400) mendefinisikan:
الأدب: الأخذُ بمكارم الأخلاق
“Adab adalah mengambil (mengamalkan) akhlak-akhlak yang mulia.”
Definisi ini menunjukkan bahwa adab bukan hanya soal bagaimana kita bersikap kepada sesama manusia, tapi juga bagaimana kita menempatkan diri di hadapan Allah, menghormati ilmu, memuliakan guru, menjaga amanah, serta mengendalikan hawa nafsu.
Dengan kata lain, adab adalah pakaian yang membungkus seluruh aspek kehidupan santri. Ia menjadi penentu, apakah ilmu yang dipelajari akan membawa cahaya atau justru menjadi beban.
Lebih lanjut, Imam Ibnu al-Qayyim dalam kitabnya Madārij as-Sālikīn (2/364) mendefinisikan adab sebegai berikut:
والأدب هو الدِّين كلُّه، فإنّ ستر العورة من الأدب، والوضوء وغسل الجنابة والتّطهُّر من الخبث من الأدب، حتّى يقف بين يدي الله طاهرًا. ولهذا كانوا يستحبُّون أن يتجمّل الرّجل في صلاته للوقوف بين يدي ربِّه
“Adab adalah agama itu sendiri keseluruhannya. Maka sesungguhnya menutupi aurat adalah bagian dari adab, begitu juga dengan wudhu, mandi junub, dan membersihkan diri dari kotoran adalah bagian dari adab, sampai pun seseorang dapat berdiri di hadapan Allah dalam keadaan bersih (bagian dari adab). Oleh karena itu, mereka menganjurkan agar seseorang berhias dengan baik dalam shalatnya untuk berdiri di hadapan Tuhannya.”
Ibnu Hajar (dalam definisi lain) menambahkan:
وَالْأَدَبُ اسْتِعْمَالُ مَا يُحْمَدُ قَوْلًا وَفِعْلًا وَعَبَّرَ بَعْضُهُمْ عَنْهُ بِأَنَّهُ الْأَخْذُ بِمَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ وَقِيلَ الْوُقُوفُ مَعَ الْمُسْتَحْسَنَاتِ وَقِيلَ هُوَ تَعْظِيمُ مَنْ فَوْقَكَ وَالرِّفْقُ بِمَنْ دُونَكَ وَقِيلَ إِنَّهُ مَأْخُوذٌ مِنَ الْمَأْدُبَةِ وَهِيَ الدَّعْوَةُ إِلَى الطَّعَامِ
“Adab adalah menggunakan perbuatan yang terpuji, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Sebagian orang mengungkapkannya dengan mengatakan bahwa adab adalah mengambil akhlak-akhlak yang mulia. Ada juga yang mengatakan bahwa adab adalah berdiri bersama hal-hal yang baik, sementara yang lain mengatakan bahwa adab adalah menghormati yang lebih tinggi darimu dan bersikap lembut kepada yang lebih rendah darimu. Ada pula yang mengatakan bahwa adab berasal dari kata ma’dubah, yaitu undangan untuk makan. (Fatḥu al-Bārī, 1/400)