Muharam merupakan bulan yang mempunyai nilai lebih bagi umat Islam dan umat-umat Nabi terdahulu. Terlebih bagi orang-orang yang mengkeramatkannya. Di bulan ini, Allah telah menyelamatkan nabi Musa As dan kaumnya dari kejaran raja Firaun. Dan juga Allah telah menyelamatkan perahu nabi Nuh As dari banjir bandang. Karena nikmat besar ini, mereka memulyakannya dengan berpuasa pada tanggal 10 Muharam.

Dari Ibnu Abbas Ra menceritakan bahwasanya ketika Nabi Saw tiba di Madinah, Baginda melihat orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura (10 Muharam). Nabi Saw pun bertanya, "Hari apa ini ?" Jawab mereka, "Hari ini ialah hari yang baik. Pada hari ini Allah membebaskan Bani Israil dari musuhnya. Oleh karena itu, Nabi Musa berpuasa karenanya."Rasulullah Saw bersabda, "Aku lebih berhak daripada kamu dengan Musa." Oleh sebab itu, Nabi Saw berpuasa dan menyuruh umatnya untuk berpuasa pada hari Asyura.

Orang-orang Quraisy yang terdahulu biasanya mengerjakan puasa pada hari Asyura di masa Jahiliyah. Rasulullah Saw juga melakukannya pada masa Jahiliyah tersebut. Tatkala beliau sampai di Madinah beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan umatnya untuk mengikutinya. Akan tetapi tata cara yang dilakukan oleh umat Islam dalam berpuasa itu berbeda dengan amalan yang telah dikerjakan oleh umat Yahudi, yakni dengan menambah puasa satu hari sebelum atau sesudah tanggal sepuluh Muharam. Atau juga dengan mengerjakan keduanya sehingga puasanya menjadi tiga hari, tanggal Sembilan, Sepuluh dan sebelas Muharam.

Dalam masalah ini, Ibnu Hajar di dalam Fathul Baari 4/246 telah mengisyaratkan keutamaan cara ini (puasa tiga hari, tanggal Sembilan, Sepuluh dan sebelas Muharam). Dan termasuk yang memilih pendapat puasa tiga hari tersebut (9, 10 dan 11 Muharam) adalah Asy-Syaukani (Nailul Authar 4/245).

Imam Syafii yang merupakan imam yang dianut oleh kebanyakan umat Islam di Indonesia telah menyebutkan di dalam Kitab Al-Umm dan Al-Imla’ tentang disunatkannya berpuasa tiga hari, yaitu hari kesembilan (Tasu`a’), kesepuluh (`Asyura’) dan kesebelas bulan Muharam. Tetapi tidak dilarang jika berpuasa hanya pada 10 Muharam saja.

BACA JUGA :  Keistimewaan Bulan Dzulhijjah

Selain berpuasa ada juga umat Islam yang juga yang memulyakan bulan Muharam terlebih tanggal sepuluh dengan memperbanyak sedekah kepada anak yatim serta juga mengerjakan amalan baik yang lainnya. Amalan ini dikerjakan semata-mata karena bersyukur atas nikmat Allah yang telah diberikan kepada hamba-Nya.

Bagi anak Yatim bulan Muharam menjadi bulan istimewa. Bulan Muharam seolah-olah menjadi hari raya baginya. Pada bulan ini pula Nabi Muhammad Saw memberikan perhatian spesial kepada anak yatim. Sunnah inilah yang dipakai oleh sebagian dermawan untuk memberikan sedekah kepada anak yatim. Adat menjadi suatu kebiasaan yang baik, yang dilakukan sebagian besar ummat Islam di Indonesia, bahwa pada setiap tanggal 10 Asyura’ pada bulan Muharam, merupakan hari yang baik untuk memberikan santunan kepada Anak Yatim.

Cara memberi santunan itu ada berbagai macam bentuknya. Ada yang memberikan santunan berupa uang dengan besaran antara 50 sampai 200 ribu rupiah, ditambah oleh-oleh berupa berbagai macam makanan maupun bingkisan . Ada pula yang menyantuninya dengan mengajak anak-anak yatim makan bersama dan diberikan hiburan, dan banyak lagi bentuk dan cara yang diberikan kepada anak-anak yatim ini.

Alangkah lebih baiknya lagi apabila kita bisa memaknai moment Muharam bukan hanya sehari atau satu bulan saja. Akan tetapi nilai yang diajarkan bulan Muharran dijalankan sepanjang bulan dan sepanjang tahun. Setiap bulan kita selalu menyantuni anak yatim, setiap bulan selalu diadakan dan diupayakan adanya gerakan santunan bagi anak yatim. Digelar acara beramai-ramai untuk mendukung pendidikan yatim dan berupaya selalu mengumpulkan donasi untuk kepentingan mereka setiap bulan sepanjang tahun. Jika hal bisa terlaksana, niscaya anak-anak yatim tidak akan terlantar. Hidup mereka kan menjadi sejahtera.

Dalam masalah menyantuni anak yatim, Rasullulah Saw telah memberikan sebuah pesan, "Sebaik baiknya rumah adalah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim yang terpelihara, dan seburuk-buruknya rumah adalah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim yang teraniaya"

Artikulli paraprakLagu Patriotik Nahdlatul Wathan
Artikulli tjetërTradisi Ruawatan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini