كيف يشرق قلب صور الأكوان منطبعة في مرأته أم كيف يرحل إلى الله وهو مكبل بشهواته أم كيف يطمع أن يدخل في حضرت الله و هو لم يتطهر من جنابة غفلاته أم كيف يرجو أن يفهم دقائق الأسرار وهو لم يتب من هفواته
Bagaimana hati manusia yang bagaikan kaca, bisa bersih bila gambaran-gambaran dari dunia masih melekat padanya. Bagaimana ia bisa pergi menuju kepada Allah? Sedangkan ia masih diikat oleh syahwatnya. Bagaimana ia berharap bisa masuk ke hadrotullah?Padahal ia belum mensucikan dirinya dari lupa kepada Allah. Bagaimana ia bisa memahami rahasia-rahasia Allah sedangkan ia belum bertaubat dari kesalahan-kesalahannya.”
Allah SWT menciptakan banyak makhluk di muka Bumi ini. Allah SWT juga lah yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Penciptaan manusia lebih baik dari makhluk-makhluk lainnya, karena Allah SWT menciptakan 2 hal yang tidak dimiliki oleh makhluk yang lainnya yaitu akal dan hati.
Akal adalah pekara yang digunakan untuk mengetahui hal-hal yang dihadapi oleh manusia. Dengannya manusia bisa tahu mana yang baik dan buruk baginya. Ia bagaikan lampu dalam menjalani hidup. Pertanyaannya, dimanakah akal berada? Ia berada di otak, buktinya kalau kita sedang kebingungan dalam memecahkan suatu masalah, maka yang kita pegangi, yang terasa panas adalah kepalamu.
Tapi apakah benar jika hanya otaklah yang digunakan untuk berfikir oleh manusia?. Sebenarnya yang terjadi tidaklah demikian, otak hanyalah sebuah wadah. Sedangkan isinya hanyalah Allah yang tahu karena ini termasuk rahasia Allah SWT. Sebab kalau kita membahas tentang otak, hewan pun juga memiliki otak, tapi kenapa yang mempunyai akal hanya manusia? Allah SWT berfirman:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا (الإسراء : 85)
Artinya : “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah (Muhammad): "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".” (QS. Al-Israa’ : 85)
Jadi yang membuat manusia bisa berfikir adalah Ruh. Ia menempel pada otak akhirnya kamu bisa berfikir, kemudian menempel pada hati akhirnya kamu bisa merasa senang/ susah, dan menempel pada tubuh akhirnya kamu bisa merasakan sekitar. Jadi semuanya disebabkan oleh Ruh, sedangkan Ruh adalah hal yang Ghoib, kita tidak tahu hakikatnya kecuali Allah SWT. Meskipun demikian, kita harus mempercayai keberadaannya, hal inilah yang membedakan orang yang benar-benar iman dan yang tidak.
Jika orang itu bukan golongan orang-orang yang tidak beriman, maka ia hanya memperhatikan hal yang bisa dilihat oleh matanya tanpa memperhatikan hal yang bersifat bathin (tidak terlihat). Akibatnya, banyak sekali dari mereka yang mengalami stres akibat hal yang ia angankan tidak tercapai. Berbeda dengan orang yang benar-benar beriman, maka yang ia fikirkan bukan hanya hal-hal yang terlihat saja, akan tetapi juga ia juga memikirkan hal-hal yang bathin, seperti hal yang dialami oleh Imam Syafi’I. Beliau menanyakan kenapa hafalannya begitu buruk, gurunya menjawab bahwa beliau harus menjauhi ma’siat, orang yang beriman percaya kalau hal semacam ini mempunyai hubungan dan kontribusi dalam keberhasilan beliau.
Begitu juga hati, ia bertempat di jantung, tapi jantun hanyalah sebuah wadah, hakikatnya ia bisa berfungsi karena ruh yang menempel padanya. Syekh Zakaria Al-Anshori, mengumpamakan hati sebagaimana kaca. Kaca adalah barang yang sangat sensitif, sangat peka, artinya setiap hal yang dihadapkan padanya akan ia pantulkan. Tidak jauh berbeda halnya menghadapkan kaca ke dalam sumur, maka yang dipantulkan adalah kegelapan. Sedangkan kalau dihadapkan ke langit, maka ia akan memantulkan hal yang cerah. Sama halnya dengan hati, ia sangatlah peka, ia meliahat melalui mata, lalu ia melihat hal yang kamu senangi akhirnya ada rasa senang yang menempel di dalam hati. Begitu juga saat melihat hal yang tidak disenangi, maka di dalam hati akan timbul rasa jengkel, jadi hati itu tergantung situasi yang ada di luar.
Pertanyaannya bagaimana hati manusia yang disamakan dengan kaca bisa bersinar padahal gambaran-gambaran dunia itu menempel padanya?. Jadi yang terpenting bagi manusia adalah mengendalikan hatinya, hal ini dibuktikan dengan pernyataan para ulama’ dan dokter bahwa ketika akal dan hati manusia bertentangan maka yang menang adalah hati, karena bila diprosentase akal hanya mendorong manusia sebanyak 30% dalam melakukan pekerjaannya, sedangkan 70% yang lainnya didorong oleh hati. Sebab karena itulah, hati harus lebih dominan mengendalikan akal bukan sebaliknya.
Cara agar hati tidak dominan dikendalikan oleh akal adalah jangan sampai nafsu menguasai hati sehingga kamu tidak bisa berfikir. Andaikan kita berfikir maka janganlah gunakan untuk menuruti kesenangan pribadi. Contoh ada orang yang memiliki titel dan jabatan yang tinggi, seharusnya ia menggunakannya untuk mengabdi pada masyarakat, akan tetapi pengetahuannya malah ia gunakan untuk memenuhi kesenangan hatinya, untuk meraup dunia, ini sangat berbahaya.
Lalu dengan semua kejadian diatas, lantas bagaimana hati manusia bisa bersinar?. Solusinya adalah hilangkan dunia dari hati kita. Jangan sampai kita hadapkan hati pada dunia sehingga tidak ada celah untuk masuknya Nur Robbani, Allah SWT berfirman:
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (المطففين : 14)
Artinya : “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifiin : 14)
Di hati orang-orang kafir terdapat رين (kegelapan), sudah tidak ada lagi celah bagi nur ilahi untuk masuk. Bagaimana bisa hatinya bersinar bila demikian?. Kegelapan ini juga mencegah seorang hamba untuk melaksanakan tugasnya dengan baik yaitu beribadah, seperti halnya kamu ingin melaksanakan sholat dengan baik tapi kamu tidak bisa merealisasikannya ini dikarenakan hati terlalu dipenuhi oleh dunia, oleh karena itu kita harus memberi ruang Nur Rabbani untuk masuk, cinta kepada Allah, takut kepadanya.
Lalu bagaimana caranya menghilangkan dunia dari hati? Padahal dunia ini selalu melekat di hati?. Jawabannya adalah yang harus kita lakukan adalah menghilangkan Syahwat. Orang bisa sampai dikuasai oleh syahwat karena ia lupa kepada Allah SWT, berarti yang harus dilakukan adalah selalu ingat kepada Allah, kita bertaubat dan tidak bermaksud untuk bermaksiat kepadaNya. Karena, seseorang bisa sampai berani bermaksiat itu diawali dengan lupa kepada Allah sehingga ia dikuasai oleh syahwatnya.
Jadi semua hal yang terjadi diawal pembahasan ini itu ditimbulkan oleh maksiat, oleh karenanya kita harus menghilangkan maksiat. Akan tetapi bagaimana mungkin manusia tidak melakukan dosa padahal Nabi Muhammad SAW bersabda:
قال صلى الله عليه وسلم : كُلُّ إِبْنِ آدَمٍ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ خَطَّاءٍ التَّوَّابُوْن
Artinya : “Semua manusia itu pasti bermaksiat, sedangkan sebaik-baiknya orang yang maksiat adalah yang selalu bertaubat.”
Halyang terpenting bagi manusia bukanlah makshum seperti para nabi, akan tetapi ia berusaha keras untuk tidak melakukan maksiat, andaikan ia diberi cobaan sehingga ia terjerumus dalam kemaksiatan maka ia selalu bertaubat, Allah SWT berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ (البقرة : 222)
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah : 222)
Kalau kamu sudah bisa menyingkirkan maksiat maka akan timbul rasa cinta kepada Allah dan hati menjadi bersih. Karena didalam hatinya telah terdapat saringan yang membuat dunia malah mengingatkannya kepada Allah, inilah Hakikat dari Ihsan, sesuai dengan apa yang disabdakan Nabi Muhammad SAW :
قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ, قَالَ : أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.
Artinya : “Dia (lelaki asing) bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
– والله أعلم بالصواب-