Kemaslahatan dan Konsep "Prioritas Keutamaan" dalam Islam Sudah diketahui bahwa antara kemaslahatan dan kemafsadahan terdapat keterkaitan. Keduanya mempunyai kepentingan dan bahaya. Adapun hukum syari’at islam berlaku sesuai dengan hal yang lebih bermanfaat bagi kehidupan manusia. Seperti firman Allah tentang khamr dan judi yang berbunyi:
قل فيهما إثم كبـــــير ومنافع للناس ( البقرة:2 :219)
Artinya :
"Katakanlah wahai Muhammad dalam khamr dan judi terdapat dosa besar dan manfaat bagi manusia"
Didalamnya menyatakan bahwa dalam khomr dan judi terdapat kemanfaatan dan bahanya, namun bahaya yang ditimbulkannya lebih besar daripada kemanfaatan yang didapat. Islam menanggapi hal ini dengan mengedepankan hal yang lebih bermanfaat yaitu mengharamkan keduanya.
Sesungguhnya Allah menghendaki seseorang mendapatkan kesenangan di dunia namun tetap mencampurinya dengan kesulitan dalam kadar yang berbeda kadarnya. Allah juga menghendaki adanya perbedaan tingkat kepentingan dari suatu kemaslahatan dan tingkat kebutuhan manusia pada kemaslahatan tersebut.
Cara menjadikan kemaslahatan manusia sebagai pusat perjalanan hukum syari’at dan undang-undang sesuai syari’at Allah adalah dengan melihat kemaslahatan dan kemafsadahan sesuai kebutuhannya. Inilah yang disebut مبدأسلم الأولويات (konsep memprioritaskan sesuatu yang lebih penting).
Qo’idah sullamul aulawiyat ini menjadi lahan untuk mempraktekkan hukum syari’at islam secara langsung dan bukan keseluruhan hukum islam. Jika terjadi pertentangan antara kemaslahatan dloruri (pokok) dan kemaslahatan hajiyat (kebutuhan sekunder) maka wajib mengesampingkan kemaslahatan hajiyat supaya kemaslahatan pokok tetap terpenuhi.
Misalkan seorang muslim berada diantara dua pilihan yaitu antara memilih sesuatu yang menimbulkan mafsadah serta membahayakan maslahat التحسينيات (kebutuhan tersier) atau memilih sesuatu yang menimbulkan mafsadah serta bahaya kemaslahatan al-hajiyat dan ad-dloruriyat, maka ia harus menjauhi kebutuhan tahsiniyat yang membahayakan kemaslahatan ad-dloruriyat, walaupun ia akan terkena mafsadah al-hajiyat .
Selanjutnya, Allah menyari’atkan pernikahan karena di dalamnya terdapat kemaslahatan dloruri (primer) yang berupa menjaga keberlangsungan keturunan, mewajibkan membina rumah tangga dan mendidik keturunan. Hal ini dimaksudkan untuk menjalin hubungan antara generasi terdahulu dengan generasi penerus. Dan bagi pasangan suami istri haruslah pandai menjaga diri masing-masing supaya bisa saling menjaga dan membahagiakan pasangannya.
Syari’at islam mempunyai pandangan lain tentang poligami yang disesuaikan dengan keadaan dan sebab-sebab yang menjadikan laki-laki tidak cukup hanya dengan satu istri. Bahkan tidak ada satu orang pun yang ragu dan menentang akan adanya sebab-sebab ini.
Telah menjadi ketetapan Allah bahwa manusia tidak akan terlepas dari kesalahan, karena mereka bukanlah golongan malaikat yang tidak mungkin melakukan perbuatan hina dan dosa. Oleh karena itu, dengan melihat bahwa seorang suami adalah manusia biasa yang tak luput dari salah dan dosa, juga melihat bahwa seorang suami berada di antara 2 pilihan yaitu : Menjadi suami yang sabar dan setia pada istrinya ataukah menjadi suami yang terjerumus dalam kemaksiatan dan dosa. Maka bisa disimpulkan bahwa melirik kenyataan yang ada kebanyakan suami berada pada posisi yang kedua.
Syari’at islam telah menetapkan bahwa jika seorang laki-laki membutuhkan istri lebih dari satu maka ia harus melaksanakan peraturan yang ada. Aturan itu meliputi :
- Melaksanakan akad nikah baru.
- Menanggung semua kewajiban suami terhadap istri seperti memberikan mahar, nafaqoh dan tempat tinggal.
- Mengatur giliran secara adil diantara kedua istrinya (dalam hal tidur, nafaqoh dan bermuamalah).
- Menanggung kebutuhan anak dari istri kedua sebagaimana kebutuhan anak dari istri pertama.
Syari’at islam menetapkan aturan ini dengan pertimbangan bahwa jika seorang suami menikah lagi dengan tanpa aturan tersebut, maka status hubungan suami dengan istri kedua adalah zina. Dan inilah yang akan merusak kemaslahatan hubungan suami istri.
Di kalangan orang barat, tidak ada batasan ataupun aturan bagi suami yang ingin berpoligami dan sama sekali tidak ada undang-undang yang mengatur giliran antara istri yang satu dengan yang lain. Syari’at islam memperbolehkan poligami jika memang suami mampu memenuhi semua persyaratannya. Suami juga dibebani tanggung jawab yang berat atas poligami dan juga diwajibkan berbuat adil.
Tidak ada seseorang dengan pikiran logis mengatakan bahwa jika seorang suami membutuhkan istri kedua, maka lakukanlah sesuai keinginannya. Dengan cara seperti ini, seorang suami akan mendapatkan kesenangan tanpa terbebani tanggung jawab yang berat tanpa harus mengenal keturunan dan anak-anaknya yang mana tindakan seperti ini lebih mulia menurut orang-orang modern daripada harus mengikuti undang-undang kemanusiaan dan keadilan. Dan menurut mereka lebih utama daripada mengikuti qo’idah "Lebih baik menanggung bahaya kecil untuk menolak bahaya yang lebih besar". Dan qo’idah "Kebutuhan dlorurot dibatasi sesuai dengan kadarnya".
Membahas Teori selain Syara’
Memang benar bahwa dalam masyarakat Barat terdapat teori sperti itu akan tetapi sampai sekarang tidak pernah mendapatkan respon dari masyarakatnya. Hal tersebut dikarenakan 2 sebab :
1. Pandangan orang barat tentang zina berbeda jauh dengan pandangan islam. Kebutuhan seksual mereka dilampiaskan dengan cara yang mereka sukai sesuai adat. Meskipun aturan menikah dan membangun bahtera rumah tangga bagi mereka adalah sesuatu yang istimewa, dan perbuatan zina adalah penyebab kehancuran kehidupan sosial, kesehatan serta moralitas masyarakat. Namun semuanya dikalahkan oleh hawa nafsu. Karena itulah, aturan yang memprioritaskan keutamaan seolah-olah tidak ada.
Sedangkan syari’at islam menjadi pusat kemaslahatan manusia secara utuh dan sebagai pelindung semua yang ada seperti agama, kehidupan, akal, keturunan dan harta sesuai urutannya. Maka dari itulah, islam memberi perhatian khusus terhadap perbuatan zina dan kehancuran yang ditimbulkannya. Islam mengutamakan hubungan kasih sayang yang didasari undang-undang pernikahan dan menghukum pezina.
Pernikahan secara syara’ sudah dianggap remeh oleh orang barat terutama Amerika. Mereka menjadikan hubungan pacaran antara laki-laki dan perempuan sebagai ganti dari pernikahan, mereka juga menganggap bahwa mudah tetap melanjutkan hubungan ini tanpa harus ada ikatan yang sah. Bahkan mereka menganggap hubungan ini sudah seperti pernikahan. Keadaan seperti ini terjadi karena mereka tidak mempedulikan akibat yang akan terjadi. Mereka akan terjerumus dalam jurang perzinaan. Sebab sudah tidak diragukan bahwa kenistaan sudah dipandang sebagai sebuah kebanggaan padahal kebanggaan tersebut jatuh pada level kenistaan.
Sebenarnya pacaran pemuda-pemudi ketika sudah menempati level pernikahan (sampai zina) maka hubungan tersebut akan terus berlanjut dalam status hubungan yang tidak baik sampai seolah-olah menjadi hubungan pernikahan. Ini terjadi karena tidak ada perbedaan antara hubungan kasih sayang terdahulu (pacaran) dengan hubungan kasih sayang baru (pernikahan) yang timbul pada salah satu pasangan atau pada keduanya.
Sebab inilah yang menjadikan perempuan barat tidak keberatan ketika teman lelakinya menjalin hubungan kasih sayang dengan perempuan lain. Seperti yang telah disebutkan oleh sebuah penelitian Lembaga Kenzi yang mengkaji tentang seksualitas. Penelitian ini dilakukan di salah satu daerah di Amerika beberapa tahun lalu.
Berikut ini adalah jawaban dari para perempuan ketika diajukan pertanyaan : Bagaimana reaksi Anda ketika anda tahu bahwa kekasih Anda menjalin hubungan dengan perempuan lain?
6% dari mereka memilih untuk memutus hubungannya, 10 % memilih meneruskan hubungan tapi tidak sebagai kekasih, 33,4% masih tetap berhubungan namun juga berpendapat bahwa masalah perselingkuhan inilah yang menjadikan retaknya hubungan. Jika melihat pada penelitian yang tersebut maka 51% perempuan menjawab,kalau hubungan dengan teman lelakinya tetap berlanjut. Dan selamanya menganggap perselingkuhan bukanlah suatu masalah.
Kesimpulan dari sikap yang sudah disepakati para perempuan ini timbul karena pernikahan sudah selevel dengan perzinaan. Sedangkan level perzinaan tidak akan pernah naik pada tingkat pernikahan yang sesuai undang-undang.
Di negara barat, seks bebas dianggap punya alasan sama dengan hubungan pernikahan dan perselingkuhan. Efek yang ditimbulkan dari anggapan orang barat ini adalah seorang laki-laki akan melakukan apapun untuk melampiaskan nafsu seksualnya. Mereka akan menempuh cara yang mereka sukai tanpa memandang apakah cara itu pantas atau tidak. Mereka juga menghapus kehormatan perempuan tanpa mempedulikan kelangsungan hidupnya. Semua ini terjadi karena undang-undang barat menganggap sama antara hubungan perselingkuhan dan pernikahan.
Jika orang barat mengumumkan bahwa hubungan bebas sama dengan pernikahan maka dampak negatif yang ditimbulkan yang berupa kejahatan seperti penculikan, pemerkosaan dan wabah penyakit akan merajalela. Dan pada akhirnya yang menjadi korban adalah pihak perempuan dan yang menang adalah pihak laki-laki.
Penelitian yang dilakukan oleh organisasi media massa lembaga kesehatan dan akademi kemasyarakatan di Amerika menerangkan tentang kenistaan dan keburukan yang terjadi akibat keganasan seksualitas dengan tingkatan yang berbeda-beda dari berbagai macam lapisan masyarakat, lingkungan dan yayasan. Banyak perempuan angkat bicara dalam masalah ini. Mereka mengemukakan bahwa masa depan mereka hancur sebab menolak keinginan seks seorang laki-laki. Mereka juga mendapatkan hinaan dan perlakuan balas dendam dari pihak laki-laki bahkan sebagian memilih untuk bunuh diri daripada harus hidup menanggung hinaan. Seperti yang terjadi pada sebagian besar pemudi yang masih duduk di bangku perkuliahan ataupun sekolah. Mereka memilih meninggalkan pendidikan demi menghindari pemerkosaan yang setiap tahunnya terjadi tidak kurang dari 53%.
Akhir-akhir ini pemerintah Amerika mengumumkan kepada masyarakat untuk memperhatikan beberapa jenis penyakit. Data yang diperoleh adalah penyakit kelamin di Amerika terus bertambah setiap tahunnya dengan bandingan 15 juta per tahun. Kenyataannya, penyakit kelamin itu tidak semuanya AIDS. Bahkan AIDS hanyalah salah satu dari sekian banyaknya penyakit kelamin.
Anehnya, terlansir pada buku-buku dan penelitian orang barat bahwa mereka heran dan bertanya-tanya tentang penyebab seseorang tenggelam pada puncak seksualitas dan meningkatnya kriminalitas seksual seperti kekerasan dan pemerkosaan.
Kita tidak perlu heran akan persoalan ini. Bahkan kita sudah bisa melihat hasil secara logis hancurnya kesucian pernikahan disebabkan karena dihalalkannya pacaran yang menempati tingkat pernikahan. Agar hal ini tidak terjadi, maka syari’at islam mendorong masyarakat untuk melaksanakan pernikahan secara sah. Seperti yang disebutkan dalam Alqur’an:
فاانكحواما طا ب لكم من النساء(النساء:3)
Artinya :
"Nikahilah wanita-wanita yang kamu sukai" (Qs.An-nisa’:3)
Ketika diajukan pertanyaan pada perempuan barat : Bagaimana sikap Anda jika ternyata pasangan Anda menjalin hubungan dengan perempuan lain? Lebih dari 50% perempuan menjawab : " Kami masih tetap berhubungan dengan pasangan kami. Hal seperti ini bukanlah suatu masalah." Jawaban ini memberikan alasan yang logis terhadap syari’at islam bahwa perempuan muslimah sebaiknya memberikan jawaban yang sama ketika suaminya ingin menikah lagi dan juga tidak mempermasalahkannya.
Adapun persamaan antara perselingkuhan (dengan orang tertentu) dengan seks bebas adalah sama-sama mengakibatkan bencana yang menakutkan. Bencana ini sudah mewabah di dunia barat dan mengakibatkan kehancuran. Sedangkan persamaan antara pernikahann pertama dengan pernikahan kedua yang berlandaskan undang-undang adalah mampu membentengi masyarakat supaya berpaling dari kemelencengan dan terhindar dari bencana. Di negara barat bencana ini dinamakan dengan keganasan seksualitas.
Walaupun perbedaannya sangat besar dan sudah jelas namun orang-orang yang lalai di zaman sekarang ini tetap menganggap sama antara selingkuh dan pernikahan dengan beribu-ribu alasan. Bahkan mereka tidak mau berbuat adil terhadap istri-istrinya.
Tetapi sebaiknya mereka tahu bahwa sesungguhnya alasan antara persamaan antara perselingkuhan dengan simpanannya dan perselingkuhan bebas (di tempat pelacuran) dikarenakan mereka menuruti puncak keinginan seks semalam atau bahkan sesaat. Dan seharusnya mereka tahu kehancuran yang timbul setelah mereka melampiaskan nafsu seksualnya. Adapun alasan syari’at islam menolak menyamakan kedua hubungan seks tersebut karena islam tidak ingin merubah masyarakat menjadi tempat pengasingan anak-anak yang terbuang. Islam juga tidak ingin perempuan jatuh di tangan laki-laki jahat yang selalu ingin memuaskan nafsu seksualnya. Islam menginginkan derajat seks yang disucikan oleh Allah dengan pernikahan, tetap mulia dan tidak menjadi wabah yang meracuni lingkungan, tidak menyebarkan kematian dan kehancuran.
Syekh Muhammad Al-Ghozali Rahimahullah mengatakan dalam kitabnya (فن الذكروالدعاء عندخاتم الانبياء) bahwasanya islam memperbolehkan dan memudahkan pernikahan dan menjadikannya sebagai perantara untuk mendekatkan diri pada Allah.
Ketika seorang laki-laki berakhlak mulia, maka Allah memperbolehkannya untuk berpoligami. Tapi jika akhlaknya buruk maka Allah melarangnya.
Sungguh mengherankan, dunia barat tak henti-hentinya memperkeruh keadaan dalam dunia islam. Yang lebih mengherankan lagi, mereka memperbolehkan hubungan seks yang kacau balau dan menakutkan. Selanjutnya, anak-anak yang lahir dari hubungan seks bebas jumlahnya semakin bertambah sehingga di sebagian daerah hal seperti ini sudah biasa.
Melihat kenyataan polgami, sudah bisa dipastikan kalau laki-laki membutuhkan perempuan lebih dari satu. Bahkan, istri Jhon Kenedy (pemimpin Amerika terdahulu) menyebutkan bahwa suaminya mempunyai 200 sampai 300 kekasih. Sedangkan laki-laki miskin di dunia barat mampu menaklukkan 100 perempuan.
Anehnya, laki-laki bisa berkencan dengan salah satu kekasihnya tanpa ada kesulitan. Tapi ketika suami menggilir istri-istrinya sesuai syari’at malah dipenjara dan dijadikan terdakwa.
Sebagian pemimpin negara barat dan orang-orang masyhur terjerumus ke dalam jurang perzinaan yang menjijikkan serta panjangnya daftar kejahatan dan keburukannya, namun ini tetap tidak mengurangi kehormatannya sama sekali (menurut mereka).
Ustadz Anis Manshur mengatakan : "Tidak ada yang aneh di Perancis, bahwasannya di sana ada buku tentang "Macannya Politik" dia adalah George Klemenso (1841-1929 M.). Laki-laki ini terjun di dunia politik dengan terampil. Ia mampu mengalahkan masyarakat dan mampu berbicara kepada 20 orang dalam 20 masalah yang berbeda pada waktu yang sama. Tidak ada laki-laki yang seperti ini. Ia mempunyai 800 kekasih dan dari kekasihnya ini lahir 40 anak tanpa undang-undang resmi. Dapat diketahui berapa jumlah anak yang lahir secara resmi dari serigala ini?"
Ustadz Anis Manshur berkata lagi : "Ketika George Klemenso tahu bahwa istrinya yang berkebangsaan Amerika berselingkuh tanpa pikir panjang ia langsung mengusir istrinya di tengah malam. Ia membukakan pintu untuk istrinya supaya keluar dari rumah dengan tetap mengenakan pakaian tidur."
Seorang wartawan mengatakan : "Klemenso (serigala berwujud manusia) adalah orang yang paling banyak melakukan penghinaan terhadap perempuan. Tidak ada satu orang pun yang berkata buruk tentang perempuan kecuali laki-laki ini."
Pembantu menteri pertahanan Perancis menerbitkan buku tentang Klemenso. Para pemimpin barat menganggap Klemenso termasuk pemimpin tertinggi yang dibanggakan. Mengapa? Karena ia melakukan zina dan tidak menikah.
Sesungguhnya zina menurut orang barat adalah sesuatu yang ringan dan tidak dipermasalahkan. Sedangkan poligami adalah hal yang merugikan dan menghancurkan pelakunya walaupun pelakunya adalah orang yang genius. Tradisi ini diikuti oleh orang-orang salib dan disebarkan pada masyarakat luas.
Nabi Muhammad SAW. mengangkat arti pernikahan sampai pada tempat yang pantas untuk dipuji. Pernikahan bukanlah bentuk penguasaan laki-laki yang kuat terhadap perempuan yang lemah. Namun pernikahan adalah akad bebas yang dimulai dan berpondasi dengan izin Allah dan dalam lindungan-Nya. Dalam khutbah haji wada’ Rosululloh SAW. bersabda :
اتقوالله في النساء فانكم اخذتموهنّ بامانة الله واستحللتم فروجهن بكلمة الله
Artinya :
"Bertaqwalah kepada Allah dalam menjaga istrimu,karena kalian menjadikan mereka istri dengan kepercayaan dari Allah dan mereka dihalalkan bagimu dengan kalimah Allah."
Rumah tangga yang didasari dengan akad pernikahan yang sah akan berdiri dengan tenang dan penuh kasih sayang. Dalam masyarakat, secara umum akad pernikahan ini memperlihatkan keunggulan manusia dengan meneruskan keturunan dan generasi baru yang suci. (انتهي كلام الشيخ الغزالي)
Kapankah Syari’at Poligami Mulai Berlaku ?
Dengan diperbolehkannya poligami maka Allah SWT. telah membatasinya dengan beberapa syarat yang mencakup point-point yang berat sebagaimana yang telah kita terangkan di permulaan pembahasan ini. Diantara syarat-syaratnya adalah :
- Hendaknya suami membuatkan tempat tinggal tersendiri yeng layak untuk istri keduanya.
- Suami menyamakan antara kedua istrinya dalam memberi nafaqoh.
- Suami sama-sama bermalam antara istri pertama dan kedua.
- Suami memperlakukan pergaulannya sama baik dalam segi percakapan, keramahan dan tatanan rumah tangga.
Adapun hikmah yang terkandung di dalamnya adalah :
- Dalam hubungan suami istri, keadilan itu dapat berperan lebih dominan terhadap perasaan kecemburuan yang mudah timbul antara keduanya. perasaan cemburu tersebut dapat diarahkan menjadi suatu kompetisi yang positif agar memperoleh kasih sayang suami. Dari keterangan tersebut tujuannya adalah supaya dapat menyebarluaskan penyebab kebahagiaan dalam rumah tangga (antar kedua istrinya).
- Hikmah yag kedua adalah supaya seorang suami itu tidak mudah melakukan poligami kecuali jika memang dia dalam kondisi yang sangat terpaksa. Misalkan suami tersebut terperangkap dalam situasi yang membuat dia terdorong untuk melakukan perbuatan keji atau bahkan sampai menceraikan istri pertamanya dan menghancurkan rumah tangganya sendiri kemudian memecah belah hubungan keluarganya, akibat tersebut akan terjadi jika tidak ada solusi kecuali dengan menikah lagi dengan wanita lain.
- Keadaan tersebut bisa terjadi karena suami memang berkeinginan untuk poligami dengan tujuan untuk bersenang-senang bukan malah suatu desakan, (tetapi) pada nantinya dia sendiri yang akan terbebani oleh syarat-syarat nafaqoh dan penghidupan yang mana syarat tersebut bisa menghilangkan manfaat kebahagiaan dan mengganggu impian-impiannya yang melambung tinggi tanpa adanya suatu paksaan.
Seseorang yang ingin berpoligami tanpa adanya kedlorurotan akan merasa berat untuk menanggung syarat-syarat yang ada. Adapun seseorang yang terdorong oleh desakan untuk menikah lagi dan ingin terhindar dari siksaan serta kemarahan Allah SWT., maka ada suatu solusi untuk mengatasi desakan ini yaitu dengan merasa bahwa syarat-syarat tersebut meringankan dirinya untuk terhindar dari kenistaan yang berupa zina. Dia harus berpedoman bahwa beban melaksanakan syarat itu lebih ringan daripada terjerumus untuk berbuat keji atau bahkan sampai menghancurkan kehidupan rumah tangga dan mencerai beraikan hubungan kekeluargaannya.
Dari pembahasan ini dapat diprediksi bahwa jumlah prosentase poligami di dataran negara Arab, 10 tahunan yang lalu menurut perhitungan perguruan tinggi Arab mengatakan tidak lebih dari 7.000 sampai 10.000 jiwa.
Memang benar Islam memperbolehkan berpoligami, namun islam bukanlah yang bertanggung jawab atas masalah yang timbul akibat seseorang yang berpoligami tidak memenuhi syarat yang ada yang akhirnya membawa si pelaku jatuh pada jurang kenistaan ataupun memilih untuk melakukan perceraian. Seperti pilih kasih dalam pemberian nafaqoh dan muamalah.
Mengapa Poliandri tidak Disyari’atkan juga ?
Di zaman modern seperti ini, sebagian ketika masyarakat dihadapkan pada suatu Hujjah yang logis, mereka malah berpaling atau bahkan menyibukkan diri dari bukti penguat tersebut seraya berkata :"Bagus…", lalu selagi permasalahan memaksanya untuk berpoliandri (bersuami lebih dari satu), Mengapa Allah tidak memperbolehkannya ? Meski hal itu dalam kondisi yang memojokkannya untuk melakukan poliandri ?
Kita bisa berkomentar dengan jawaban: "Sebenarnya mana yang harus didahulukan? Kesenangan yang mengikuti kemaslahatan ataukah kemaslahatan itu mengikuti kebahagiaan?"
Sudah kita tahu bahwa sesungguhnya Allah SWT. memberikan kesenangan pada manusia adalah untuk kebaikan mereka bukan malah sebaliknya. Maka kebahagiaan hidup rumah tangga merupakan penyemangat untuk membina keluarga, kenikmatan makanan dan minuman itu membantu berlangsungnya kesehatan, kenyamanan tidur adalah untuk membantu (menuju) pengembalian manusia untuk giat beraktifitas.
Andaikan kenikmatan yang diberikan Allah SWT dalam kebiasaan ini tidak ada, maka hal-hal tersebut akan berpindah menjadi tugas yang memberatkan serta mencekam dan pastinya manusia akan bosan dengan pekerjaan tersebut, lalu hatinya gundah sebab tugas tersebut terasa berat. Pada akhirnya mereka berlari dari kenyataan. Ketika sudah seperti itu, maka terputuslah arah antara dia dan kebaikannya, hancurlah keluarganya, tiada kebugaran dan kesehatan, syaraf tak berfungsi karena kelelahanya dan manusia berpaling dari tuntutan kehidupan dan factor pendorongnya.
Yang dikehendaki dari kesenangan di sini itu berkutat dalam syari’at Allah SWT bersamaan dengan kebutuhan maslahat, bukan berarti maslahah itu berkisar bersama dengan perlunya kesenangan.
Dari sini kita dapat berargumen : "Sesungguhnya permasalahan laki-laki yang membutuhkan untuk berpoligami dengan beberapa syarat dan aturan yang telah kita terangkan di atas tidak melukai kebaikan berkeluarga dan tegaknya generasi, juga tidak akan di terpa badai kehancuran. Adapun jika berpoliandri dilaksanakan maka akan menghancurkan keluarga, menghilangkan nasab anak pada ayahnya dan akan meninggalkan berbagai macam penyakit serta tekanan psikologis. Dari situ, seorang istri telah menghancurkan kehidupan dan akhirnya memporak porandakan hubungan antar mereka."
Bayangkan saja andai kamu berhadapan dengan sekelompok anak kecil yang engkau tanyai tentang ayah mereka, kemudian setiap dari mereka memperkenalkan ayahnya dengan penuh ketenangan dan kebanggaan, sementara ada anak yang lain ketika ditanya itu sulit untuk menjawab dan terpancar kedukaan hati di raut wajahnya (karena tidak tahu dengan jelas siapa ayahnya). Fenomena ini tiada yang tahu kecuali ibu mereka sendiri yang telah melahirkannnya.
Bayangkan pula jika masalah ini mewabah di masyarakat luas maka akan memberikan pengaruh kesedihan jiwa. Janganlah lupa bahwasanya kerusakan sosial yang berbahaya ini hanya datang sebagai buah kesenangan yang berlebihan yang dibutuhkan oleh istri dengan bentuk poliandri.
Sesungguhnya syari’at islam itu tidak mungkin menerima cara yang terbalik ini. Tidak masuk akal juga seandainya syari’at itu berpijak dan menjadikan kebaikan sosial manusia sebagai korban kebahagiaan individu. Padahal seharusnya mempertimbangkan koridor-koridor lain.
Filsafat syariat islam mengatakan bahwasanya menjaga kemashlahatan akan bisa menghasilkan kebaikan bagi manusia itu sendiri baik secara individu ataupun kelompok meskipun kesenangan berpoliandri harus dikorbankan.
Dalam hal ini, syari’at menanggulangi keinginan berpoligami istri dengan menggunakan cara lain yang tidak menimbulkan gangguan di masyarakat. Bagi seorang istri yang ingin menikah dengan laki-laki lain (karena sudah tidak ada nafaqoh batin dari suami), maka dia boleh meminta cerai dari suaminya dengan alasan dia tidak lagi mendapatkan hak biologis yang merupakan tugas suami. Yang mana hal ini juga dibenarkan oleh pengadilan agama.
Dengan begitu berarti agama memang menjaga hah-hak wanita yang disyari’atkan dalam mut’ah (kesenangan) tanpa menghilangkan satu kemashlahatan dari kedamaian masyarakat umum. Dan jika kamu ingin menemukan hukum ini secara gamblang, maka merujuklah pada kitab fiqih dan sumber-sumbernya.
Di kalangan orang barat, tidak ada batasan ataupun aturan bagi suami yang ingin berpoligami dan sama sekali tidak ada undang-undang yang mengatur giliran antara istri yang satu dengan yang lain. Syari’at islam memperbolehkan poligami jika memang suami mampu memenuhi semua persyaratannya. Suami juga dibebani tanggung jawab yang berat atas poligami dan juga diwajibkan berbuat adil.Di kalangan orang barat, tidak ada batasan ataupun aturan bagi suami yang ingin berpoligami dan sama sekali tidak ada undang-undang yang mengatur giliran antara istri yang satu dengan yang lain. Syari’at islam memperbolehkan poligami jika memang suami mampu memenuhi semua persyaratannya. Suami juga dibebani tanggung jawab yang berat atas poligami dan juga diwajibkan berbuat adil.