Status Makhluk Rasulullah SAW
Kita semua meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW adalah makhluk dan manusia seperti manusia yang lain, beliau juga pernah sakit Rasulullah SAW juga seorang hamba Allah yang memiliki keistimewaan yang berbeda dengan manusia pada umumnya. Para nabi-nabi terdahulu pun juga memiliki keistimewaan sebagai pembeda dari kaumnya. Sayangnya para kaum terdahulu seperti kaum Nabi Nuh, kaum Nabi Musa & Harun, kaum Tsamud, penduduk Aikah, dan kaum musyrik Makkah menyifati nabinya hanya dengan perspektif sifat kemanusiaanya saja tanpa melihat status kenabiannya.
Kita semua juga meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW adalah manusia seperti manusia lainnya yang sama-sama memiliki sifat-sifat temporal dan penyakit-penyakit tanpa mengurangi derajat beliau dan membuat beliau dijauhi. Syekh Ahmad Marzuqi berkata dalam nadhomnya, Aqidatul Awam;
وَجَائِزٌ فِيْ حَقَّهَمْ مِنْ عَرَضِ :: بِغَيْرِ نَقْصٍ كَخَفِيْفِ الْمَرَضِ
“Para rasul juga mengalami sifat-sifat temporer
Tanpa mengurangi derajat dan kedudukan mereka seperti contoh sakit ringan.”
Nabi Muhammad SAW juga tidak punya hak atas dirinya sendiri seperti memberi bahaya, kemanfaatan, memberi kematian, kehidupan dan kebangkitan kecuali atas kehendak Allah. Allah berfirman;
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak kuasa mendatangkan manfaat maupun menolak mudarat bagi diriku kecuali apa yang dikehendaki Allah. Sekiranya aku mengetahui yang gaib, niscaya aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan bahaya tak akan pernah menimpaku. Aku hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.”
(QS. Al-A’raf: 188)
Baca juga: Perbedaan Status Khalik dan Makhluk
Rasulullah SAW Adalah Seorang Hamba
Rasulullah SAW telah menyampaikan risalah, amanah, nasihat kepada umat manusia, mengangkat kesedihan dan kesengsaraan, dan berjihad di jalan Allah hingga Allah memanggilnya dengan ridlo dan keridloan-Nya seperti yang Allah gambarkan dalam firman-Nya;
إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ [الزمر: 30]
“Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati pula”
(QS. Az-Zumar: 30)
وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِنْ مِتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ [الأنبياء: 34]
“Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kau mati, apakah mereka akan kekal (dalam imannya kepadamu)?”
(QS. Al-Anbiyaa’: 34)
Sifat yang paling mulia milik Nabi Muhammad SAW adalah sifat kehambaannya. Rasulullah SAW merasa sangat bangga memiliki sifat kehambaannya itu hingga beliau bersabda, “Saya adalah seorang hamba”. Allah SWT menyematkan sifat kehambaan pada beliau dalam firmannya;
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (1) [الإسراء: 1]
“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsha, yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhanya Ia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(QS. Al-Israa: 1)
وَأَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللَّهِ يَدْعُوهُ كَادُوا يَكُونُونَ عَلَيْهِ لِبَدًا [الجن: 19]
“Dan bahwasanya tatkala Hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja jin-jin itu menggerumuninya.”
(QS. Al-Jin: 19)
Sifat Kemanusiaan & Kehambaan Rasulullah SAW
Sifat kemanusiaan Nabi Muhammad SAW adalah mukjizat yang sesungguhnya. Beliau adalah manusia yang berbeda dengan manusia lainnya. Tidak ada manusia yang mampu menandingi apalagi mengungguli derajat dan kedudukan Rasulullah SAW seperti sabda beliau dalam sebuah hadits;
إِنِّيْ لَسْتُ كَهَيْئَتِكُمْ إنِّيْ أَبَيْتُ عِنْدَ رَبِّيْ يُطْعِمُنِيْ وَيُسْقِيْنِيْ
“Aku tidak sama dengan kalian. Sesungguhnya aku bermalam di sisi Allah, Ia yang memberiku makan dan minum.”
Dengan demikian sudah jelas bahwa sifat kemanusiaan beliau haruslah disertai dengan hal-hal yang membedakan beliau dengan manusia pada umumnya, seperti keistimewaan-keistimewaan khusus yang beliau miliki sifat-sifat beliau yang terpuji.
Keistimewaan dan sifat terpuji pada diri Nabi Muhammad SAW ini juga dimiliki oleh para rasul dan nabi-nabi terdahulu. Hal ini agar kita memandang mereka dengan perspektif yang proporsional sewajarnya status para nabi.
Ucapan & Cara Pandang Kaum Kepada Para Nabi
Para kaum jahiliyah dan kaum-kaum terdahulu memandang para nabi hanya dari sisi kemanusiannya saja. Al-Qur’an beberapa kali menceritakan kisah kaum yang memandang nabinya dari sisi kemanusiaannya saja.
Kaum Nabi Nuh
Ucapan kaum Nabi Nuh kepada Nabi Nuh AS dalam Al-Qur’an;
فَقَالَ الْمَلَاُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ قَوْمِهٖ مَا نَرٰىكَ اِلَّا بَشَرًا مِّثْلَنَا وَمَا نَرٰىكَ اتَّبَعَكَ اِلَّا الَّذِيْنَ هُمْ اَرَاذِلُنَا بَادِيَ الرَّأْيِۚ وَمَا نَرٰى لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍۢ بَلْ نَظُنُّكُمْ كٰذِبِيْنَ
“Maka berkatalah para pemuka yang kafir dari kaumnya, “Kami tidak melihat engkau, melainkan hanyalah seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang yang mengikuti engkau, melainkan orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya. Kami tidak melihat kamu memiliki suatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami menganggap kamu adalah orang pendusta”.”
(QS. Hud: 27)
Kaum Nabi Musa & Nabi Harun
Ucapan kaum Nabi Musa dan Harun terhadap beliau berdua yang juga termaktub dalam Al-Qur’an;
فَقَالُوْٓا اَنُؤْمِنُ لِبَشَرَيْنِ مِثْلِنَا وَقَوْمُهُمَا لَنَا عٰبِدُوْنَ ۚ
“Maka mereka berkata, “Apakah (pantas) kita percaya kepada dua orang manusia seperti kita, padahal kaum mereka (Bani Israil) adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada kita?””
(QS. Al-Mu’minun: 47)
Kaum Nabi Shalih; Kaum Tsamud
Perkataan kaum Tsamud kepada Nabi Shalih dalam Al-Qur’an;
مَآ اَنْتَ اِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُنَاۙ فَأْتِ بِاٰيَةٍ اِنْ كُنْتَ مِنَ الصّٰدِقِيْنَ
“Engkau hanyalah manusia seperti kami; maka datangkanlah sesuatu mukjizat jika engkau termasuk orang yang benar.””
(QS. Asy-Syu’araa: 154)
Kaum Nabi Syuaib; Penduduk Aikah
Perkataan para penduduk Aikah kepada Nabi Syuaib;
قَالُوْٓا اِنَّمَآ اَنْتَ مِنَ الْمُسَحَّرِيْنَۙ (185) وَمَآ اَنْتَ اِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُنَا وَاِنْ نَّظُنُّكَ لَمِنَ الْكٰذِبِيْنَ (186)
“Mereka berkata, “Engkau tidak lain hanyalah orang-orang yang kena sihir.” “Dan engkau hanyalah manusia seperti kami, dan sesungguhnya kami yakin engkau termasuk orang-orang yang berdusta.”
(QS. Asy-Syu’araa: 185-186)
Kaum Kafir Quraisy
Begitu juga ucapan orang-orang musyrikin Quraisy terhadap Rasulullah SAW yang Allah ceirtakan dalam Al-Qur’an;
وَقَالُوْا مَالِ هٰذَا الرَّسُوْلِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِيْ فِى الْاَسْوَاقِۗ لَوْلَآ اُنْزِلَ اِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُوْنَ مَعَهٗ نَذِيْرًا ۙ
“Dan mereka berkata, “Mengapa Rasul (Muhammad) ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa malaikat tidak diturunkan kepadanya (agar malaikat) itu memberikan peringatan bersama dia””
(QS. Al-Furqan: 7)
Rasulullah SAW Berbeda dengan Manusia Pada Umumnya
Rasulullah SAW telah sungguh-sungguh menyatakan bahwa Allah SWT telah memberi beliau berbagai macam keistimewaan seperti sifat, dan hal-hal yang di luar batas kemampuan manusia. Hal-hal semacam inilah yang membedakan beliau dari manusia secara umum.
Beberapa sabda beliau dalam hadits shahih yang menyebutkan perbedaan-perbedaan beliau dengan manusia secara umum adalah;
تَنَامُ عَيْنِيْ وَلَا يَنَامُ قَلْبِيْ
“Kedua mataku tertidur akan tetapi hatiku tetap terjaga”
إِنِّيْ أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِيْ كَمَا أرَاكُمْ مِنْ أَمَامِيْ
“Aku mampu melihat kalian dari belakangku sebagimana aku melihat kalian dari hadapanku”
أُوْتِيْتُ مَفَاتِيْحَ خَزَائِنِ الْأَرْضِ
“Aku telah dianugerahi kunci-kunci pintu seluruh penjuru dunia”
Rasulullah Tetap Hidup di Alam Barzakh
Meskipun Nabi Muhammad SAW sudah wafat akan tetapi beliau tetap hidup dalam kehidupan barzakh yang sempurna. Beliau tetap mendengar dan mampu menjawab sholawat dan salam orang-orang yang bershalawat.
Selain itu Allah juga memperlihatkan amal perbuatan umatnya. Beliau sangat merasa senang saat melihat amal perbuatan baik para umatnya. Sebaliknya, beliau akan sangat bersedih dan memintakan ampunan kepada Allah saat melihat amal perbuatan buruk dari umatnya.
Allah SWT mengharamkan bagi bumi untuk memakan jasad para nabi terkhusus jasad Baginda Rasulullah SAW. Jasad beliau terlindungi dari segala macam kerusakan atau kehancuran yang disebabkan oleh tanah dan apapun di dalamnya.
Dari Aus ibn Aus RA, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda;
من أفضل أيامكم يوم الجمعة. فيه خلق آدم, وفيه قبض, وفيه النفخة, وفيه الصعقة. فأكثروا عليّ من الصلاة فيه, فإنّ صلاتكم معروضة عليّ. قالوا: يا رسول الله! وكيف تعرض صلاتنا عليك وقد أرمت (يعني بليت)؟ فقال: إنّ الله عزّ وجلّ حرّم على الأرض أن تأكل أجساد الأنبياء
“Salah satu hari kalian yang paling utama adalah hari Jumat; pada hari itu Allah menciptakan Nabi Adam, Malaikat Israfil meniup sangkakala dan semua makhluk pun mati. Maka perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari itu, karena shalawat kalian tersampaikan padaku. “Wahai Rasulullah, bagaimana shalawat kami bisa sampai kepadamu sedangkan jasadmu telah hancur?”. Tanya para sahabat. Rasulullah SAW menjawab, “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla mengharamkan bumi untuk memakan jasad para nabi”.”
{HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya serta al-Hakim yang menilai hadits ini shahih}
Rasulullah SAW Tetap Menjawab Shalawat-Salam & Keistimewaan Para Nabi
Syekh al-Hafidh Jalaluddin as-Suyuti menulis sebuah karya yang secara eksklusif membahas keutuhan jasad para nabi, beliau memberinya nama Imba’ al-Adzkiya’ bi Hayat al-Anbiyaa. Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
حياتي خير لكم تحدثون وأحدث لكم, فإذا أنا مت كانت وفاتي خيرا لكم. تعرض علي أعمالكم, فإن رأيت خيرا حمدت لله, وإن رأيت شرا استغفرت لكم.
“Hidupku lebih baik buat kalian, kalian berbicara padaku dan aku pun berbicara pada kalian. Lalu jika aku sudah meninggal, maka wafatku juga baik buat kalian. Allah memperlihatkan amal kalian kepadaku, jika aku melihat amal kallian baik aku memuji kepada Allah, akan tetapi jika amal kalian buruk aku mintakan ampunan untuk kalian.”
Abu Hurairah RA juga meriwayatkan dari Rasulullah SAW, beliau bersabda:
ما من أحد يسلم علي إلا رد الله علي روحي حتى أرد عليه السلام
“Tidak ada seorangpun yang mengucapkan salam kepadaku kecuali Allah mengembalikan ruhku hingga aku menjawab salamnya.”
إن الله وكل بقبري ملكا أعطاه الله أسماء الخلائق, فلا يصلي علي أحد إلى يوم القيامة إلا أبلغني باسمه واسم أبيه, هذا فلان بن فلان قد صلى عليك.
“Sesungguhnya Allah SWT mewakilkan seorang malaikat yang Allah berikapn padanya nama semua makhluk di makamku. Maka tiada seorangpun yang bershalawat kepadaku kecuali malaikat itu memberi tahuku nama orang itu dan nama ayahnya, dan malaikat itu berkata, “Ya Rasululallah, sesungguhnya fulan bin fulan telah bershalawat padamu”.”
Kesimpulan & Penutup
Meskipun Rasulullah SAW telah wafat, akan tetapi keutamaan, kedudukan dan derajat beliau SAW tetap luhur di sisi Allah. Orang-orang yang beriman tentu meyakini dan tidak ada keraguan sama sekali di hati mereka akan hal ini.
Sebab, bertawasul kepada beliau SAW pada dasarnya kembali pada keyakinan akan keberadaan hal-hal di muka. Dan meyakini bahwa Allah SWT mencintai dan memuliakan beliau serta meyakini dan mengimani beliau dan risalah yang beliau bawa.
Baca juga: Miskonsepsi Dalam Pemujaan
Ketahuilah! Tawasul bukanlah merupakan bentuk ibadah kepada Rasulullah SAW. Sebab betatapun tinggi dan luhurnya derajat dan kedudukan beliau, beliau tetaplah seorang hamba Allah yang tidak mampu memberi manfaat dan menimpakan mara bahaya tanpa seizin Allah. Allah berfirman:
قُلْ اِنَّمَآ اَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰٓى اِلَيَّ اَنَّمَآ اِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌۚ
“Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.””